Masih ingat dengan Bonbon? Bayi orangutan yang berusia dua tahun dan gagal saat diselundupkan melalui Bandara Internasional Ngurah Rai Bali, pada Jumat, 22 Maret 2019 lalu seperti menemukan hidup di lingkungan baru.
Lalu seperti apa kondisi terkini dari spesies dilindungi ini?
SENIN, 19 Agustus 2019 menjadi momen langka bagi para pengunjung Bali Safari. Persis bertepatan dengan hari Orangutan sedunia, Bali Safari mengajak para pengunjung untuk melihat kelucuan dan aktivitas bonbon di tempat bermainnya.
Dengan melihat tingkah polah Bonbon yang semakin sehat dan terlihat gembira, diharapkan bisa menggunggah kepedulian pengunjung dan masyarakat pada umumnya terhadap pelestarian Orangutan.
“Dengan adanya berbagai aktivitas pada hari Orangutan Sedunia, diharapkan kesadaran masyarakat dunia terhadap lingkungan terutama ekosistem hutan tropis yang merupakan habitat orangutan semakin tinggi, sehingga dapat mendukung peningkatan populasi orangutan,”terang Drh Ni Made Yunik Novita Dewi .
Novita Dewi, menambahkan, Bali Safari Park sebagai Lembaga konservasi yang memiliki komitmen tinggi dalam konservasi satwa mengambil peran dalam upaya penyelamatan orangutan tersebut.
Dikatakan, sebelum akhirnya dikenalkan kepada para pengunjung, selama menunggu masa penyelidikan dan proses peradilan selesai, BKSDA menitipkan orangutan yang bernama bonbon tersebut di Bali Safari karena dianggap memiliki fasilitas, SDM dan manajemen satwa yang lebih baik untuk perawatan bonbon.
“Tentu kami apresiasi kesigapan petugas bandara dan BKSDA menjadi hal penting dalam upaya penyelamatan orangutan di Indonesia,”imbuhnya
Orangutan menjadi satwa kebanggaan Indonesia dan termasuk ke dalam spesies primata terbesar di Asia.
Terdapat tiga sub-species orangutan yaitu Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus pygmaeus), Orangutan Sumatera (P.pygmaeus abelii) dan Orangutan Tapanuli (P. pygmaeus tapanuliensis).
Kondisi populasi ketiga sub-species orangutan tersebut kini terus mengalami penurunan. Beradasarkan data dari IUCN Red-List, Orangutan termasuk ke dalam kategori kritis (Critically Endangered).
“jadi bukan tidak mungkin, jika tidak ada upaya yang nyata dalam penyelamatan orangutan, species ini hanya tinggal menunggu waktu untuk punah,”tambahnya.
Penurunan populasi orangutan disebabkan oleh kerusakan habitat akibat perubahan fungsi hutan menjadi permukiman dan perkebunan. Perburuan satwa ini juga tidak bias dianggap sebelah mata, karena perburuan liar orangutan juga memberi dampak bagi penurunan populasi orangutan.
Banyak induk orangutan diburu untuk mendapatkan anaknya sehingga nantinyak anaknya bisa diperdagangkan untuk dijadikan hewan peliharaan