SEMARAPURA– Sejumlah rangkaian kegiatan digelar menjelang puncak Karya Tawur Tabuh Gentuh di Desa Adat Duda, Selat, Karangasem yang akan berlangsung pada 6 Maret 2019 mendatang.
Salah satunya yakni upacara melaspas Sanggar Tawang, Panggungan dan Pelinggih Catur Desa di Pure Puseh Desa Adat Duda yang dipuput oleh Ida Pedande Gede Putu Ngenjung dari Geria Duda, Selasa (19/02).
Bahkan pada Karya Tawur Tabuh Gentuh kali ini, Desa Pakraman Duda juga ingin menegaskan mengenai batas desa adat agar di kemudian hari tidak ada konflik dengan desa pakraman tetangga.
Manggala Karya, Ida Bagus Gede Suyasa menjelaskan, Karya Taur Tabuh Gentuh sebagai bentuk terima kasih warga terhadap ibu pertiwi atas berkah bumi yang selama ini diberikan.
Upacara ini dilaksanakan pada Isaka Ngewindu atau Isaka ekor kosong yang perhitungannya menggunakan tahun Caka.
“Sehingga digelar selisih 10 tahun bahkan 14 tahun seperti yang terjadi pada karya saat ini dimana terakhir kali dilaksanakan pada tahun 2005,” ungkapnya.
Setelah upacara melaspas digelar, agenda upacara selanjutnya yakni melasti yang akan berlangsung pada 3 Maret 2019 mendatang.
Upacara melasti ini akan dilaksanakan di Pantai Buitan, Manggis, Karangasem.
Sementara itu, sebelum puncak karya pada 6 Maret 2019 mendatang, terlebih dahulu dilaksanakan nuut tirta dari sejumlah Pura di Bali. Di antaranya, Pura Ulun Danu, Pura Besakih, Pura Pasar Agung, Pura Lempuyang, Tirta Segara, Pura Kentel Gumi, Pura Puser Bumi, Pura Kancing Gumi dan Pura Pancer Bumi.
“Saat puncak upacara, akan memakai Sarana Taur sebanyak 10 ekor ayam. Selain itu, dalam sarana upakara utamanya juga memakai beberapa jenis binatang seperti kijang, petu (sejenis kera), lubak (musang), kambing, kerbau, sapi dan anjing belangbungkem serta satu ekor angsa,” bebernya.
Ditambahkan Jero Bendesa Adat Duda, I Komang Sujana, dalam karya ini juga ada ritual yang dilaksanakan di setiap pelingih Catur Desa.
Ritual ini selain sebagai wujud terima kasih kepada ibu pertiwi juga mengingatkan kepada generasi muda tentang batas wilayah sehingga ke depan tidak terjadi konflik permasalahan mengenai batas desa.
“Sebelum karya ini, terlebih dahulu kami selesaikan masalah batas desa dengan berkoordinasi bersama desa tetangga.
Tapal batas sendiri akan di buat dengan pelinggih. Kalau dengan pelinggih maka tidak akan berani ada yang merusak, bahkan ada yang sembahyang atau maturan sehingga menjadi adem,” tandasnya.