NEGARA – Penghentian rapid test gratis di Pelabuhan Gilimanuk bagi awak angkutan logistik dikhawatirkan berdampak pada pasokan logistik di Bali.
Dampaknya tentu panjang. Yang paling nyata adalah melonjaknya harga barang yang mengandalkan pasokan dari luar pulau.
Apalagi, tidak semua kebutuhan sehari-hari bisa dipenuhi di Bali. Contoh kecil misalnya susu. Di beberapa swalayan dan toko modern di Bali, beberapa merk susu untuk anak mulai langka.
Toh, kalau ada, harganya mulai naik. Dengan penghentian rapid test gratis dikhawatirkan pasokan ke konsumen terganggu.
Pasalnya, biaya operasional untuk logistik, terutama bahan kebutuhan pokok lebih mahal karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk rapid test.
Menurut Kadis Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Jembrana Komang Agus Adinata, berdasar hukum ekonomi, meningkatnya biaya produksi akan berpengaruh pada harga jual.
Pihaknya sudah membaca adanya kemungkinan kenaikan harga logistik terutama kebutuhan bahan pokok tersebut.
Namun sejak penghentian rapid test gratis di Pelabuhan Gilimanuk, hingga kemarin belum ada kenaikan harga di Jembrana.
Apabila terjadi keterlambatan distribusi hingga beberapa hari, bisa memicu kenaikan harga. “Namun saat ini, belum ada kenaikan harga,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam beberapa hari kedepan akan melakukan pemantauan khusus harga kebutuhan pokok pasca dihentikan rapid test gratis di pelabuhan Gilimanuk.
“Kami masih perlu melihat dulu perkembangan harga di Jembrana, terutama kebutuhan pokok dari luar Jembrana. Selanjutnya akan kami siapkan skema mengantisipasi kenaikan harga ini,” tandasnya.
Seperti diketahui, pemerintah provinsi Bali menghentikan rapid test gratis bagi sopir dan kernet logistik yang masuk melalui Pelabuhan Gilimanuk.
Awak angkutan logistik harus melakukan rapid test mandiri dengan tarif yang telah ditentukan, sesuai tempat menjalani rapid test.
Khusus di Gilimanuk, rapid test yang dilayani salah satu BUMN mematok harga Rp 280 ribu untuk sekali rapid test yang berlaku selama tujuh hari.