28 C
Jakarta
19 April 2024, 23:48 PM WIB

Pernah Dicurangi, Kamajaya Beri Pesan Menyengat Tes Dosen Undiksha

SINGARAJA – Gede Kamajaya S.Pd, M.Si, punya pengalaman pahit dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil (PNS) sebagai tenaga dosen di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja pada 2014 lalu. Ia dicurangi dalam tes kala itu. Maka, dalam rekrutmen CPNS untuk tenaga dosen di Undiksha tahun 2020 ini, ia berbagi pesan menyengat pada semua pihak, terutama para peserta tes.

Kepada radarbali.id, Kamajaya menyatakan, setiap pelamar atau orang yang ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pasti berharap untuk lolos seleksi dalam tes yang dilakukan. Dalam usaha menjadi calon pegawai negeri sipil bukan hanya kemampuan menjawab soal yang harus menjadi perhatian serius. Melainkan setiap pelamar memahami setiap informasi dan transparansi (keterbukaan) penyelenggara atau panitia seleksi CPNS. 

“Tes seleksi saat ini memang ada perbedaan. Dulu tes tahun 2014 masih dilakukan secara manual. Dan itu pasti rentan atau cenderung terjadi manipulasi data dan hasil tes. Sedangkan saat ini tes CPNS serba online,” kata Kamajaya.

Ia menyebutkan, tes kali ini berlangsung online mulai dari tes seleksi kompetensi dasar (SKD), seleksi kompetensi bidang (SKB) sampai hasil dikeluarkan pelamar langsung mengetahui. 

“Tes CPNS saat ini lebih bagus ketimbang zaman saya. Tes dilakukan semua berbasis online. Nah kemungkinan kecil akan terjadi manipulasi hasil tes,” tutur pria yang kini menjadi dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Udayana. 

Kendati zaman sudah canggih (online), kata dia, para pelamar tidak boleh berdiam diri menerima hasli tes CPNS. Harus lebih adaptif dan menjemput bola soal informasi. Jika informasi yang bersifat publik peserta tetap wajib mengetahui dan meminta kepada pihak penyelenggara atau panitia seleksi CPNS tingkat daerah, pusat dan Universitas.

“Boleh diminta kok kepada panitia sepanjang itu bersifat informasi publik yang tidak dikecualikan,” jelas Kamajaya .

Lanjutnya, yang paling terpenting juga patut diketahui peserta sejak awal mengikuti tes CPNS segala pengumuman. Dengan catatan informasi yang dapat diakses dan dibuka tidak tertutupi. Termasuk ketentuan hukum dan peraturan menteri yang mendasari setiap pelaksanaan tes. Itu wajib dikantongi peserta. Fungsi apa ketika ada kejanggalan atau permainan bisa menjadi dasar acuan pengajuan untuk pelaksanaan tes. Ketika pelamar CPNS menganggap janggal. 

“Karena selama ini tes CPNS dari dulu baunya tidak sedap. Namun perlahan sistem penerimaan mulai lebih baik. Setelah dilakukan secara online,” ungkapnya. 

Kamajaya pun menyinggung, meski setiap pelasksaan tes diawasi atau terpantau langsung pihak kepolisian, Ombudsman dan pihak terkait lainnya, itu hanya sebatas legitimasi saja. 

“Patut menjadi perhatian serius peserta tidak hanya mengikuti tes CPNS. Tetapi juga harus mengawasi pihak penyelenggara atau panitia seleksi. Sehingga tidak ada celah untuk terjadi permainan atau manipulasi hasil tes CPNS,” pungkasnya.

Sekadar diketahui, Kamajaya pernah mengikuti tes CPNS di Undiksha tahun 2014 silam. Kala itu, soal, penilaian, dan seterusnya dilakukan secara manual dan mandiri oleh Undiksha. Namun, ia meragukan hasil penilaian yang membuat ia tidak lulus sebagai dosen Undiksha. Karena ia cukup yakin nilainya lebih baik dari peserta lain. Saat itu peserta hanya dua orang.

Ia pun meminta sejumlah informasi. Di antaranya kertas lembar kerja (lembar jawaban) dan nilai kertas kerjanya dalam tes kompetensi bidang (TKB). Namun, informasi yang diminta tidak diberikan. Ia menggugat ke Komisi Informasi, lalu ke PTUN dan terakhir kasasi Mahkamah Agung. Ia memenangkan terus semua jenjang pengaduan dan pengadilan itu, sampai berkekuatan hukum tetap bahwa informasi yang diminta bersifat terbuka. Dan Undiksha diperintahkan Mahkamah Agung memberikan informasi yang diminta Kamajaya. Namun, Undiksha tak memberikan informasi sebagaimana putusan MA, lantaran hasil penilaian tes dosen itu sudah dibakar pihak Undiksha dengan dalih sudah menjadi arsip yang kedaluwarsa.

Sekalipun ia menduga proses rekrutmen tak seburuk tahun 2014 silam, Kamajaya mengaku tidak ikut dalam tes tahun 2020 ini. Padahal dalam penerimaan dosen Undiksha tahun 2020, dari 32 yang dibutuhkan, ada lowongan untuk dosen Sosiologi dengan bidang keilmuan pendidikan sosiologi dan sosiologi (murni).

“Kultur akademisnya kacau,” kata pria asal Tejakula, Buleleng, ini memberi alasan tak ikut lagi dalam penerimaan dosen Undiksha.

SINGARAJA – Gede Kamajaya S.Pd, M.Si, punya pengalaman pahit dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil (PNS) sebagai tenaga dosen di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja pada 2014 lalu. Ia dicurangi dalam tes kala itu. Maka, dalam rekrutmen CPNS untuk tenaga dosen di Undiksha tahun 2020 ini, ia berbagi pesan menyengat pada semua pihak, terutama para peserta tes.

Kepada radarbali.id, Kamajaya menyatakan, setiap pelamar atau orang yang ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pasti berharap untuk lolos seleksi dalam tes yang dilakukan. Dalam usaha menjadi calon pegawai negeri sipil bukan hanya kemampuan menjawab soal yang harus menjadi perhatian serius. Melainkan setiap pelamar memahami setiap informasi dan transparansi (keterbukaan) penyelenggara atau panitia seleksi CPNS. 

“Tes seleksi saat ini memang ada perbedaan. Dulu tes tahun 2014 masih dilakukan secara manual. Dan itu pasti rentan atau cenderung terjadi manipulasi data dan hasil tes. Sedangkan saat ini tes CPNS serba online,” kata Kamajaya.

Ia menyebutkan, tes kali ini berlangsung online mulai dari tes seleksi kompetensi dasar (SKD), seleksi kompetensi bidang (SKB) sampai hasil dikeluarkan pelamar langsung mengetahui. 

“Tes CPNS saat ini lebih bagus ketimbang zaman saya. Tes dilakukan semua berbasis online. Nah kemungkinan kecil akan terjadi manipulasi hasil tes,” tutur pria yang kini menjadi dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Udayana. 

Kendati zaman sudah canggih (online), kata dia, para pelamar tidak boleh berdiam diri menerima hasli tes CPNS. Harus lebih adaptif dan menjemput bola soal informasi. Jika informasi yang bersifat publik peserta tetap wajib mengetahui dan meminta kepada pihak penyelenggara atau panitia seleksi CPNS tingkat daerah, pusat dan Universitas.

“Boleh diminta kok kepada panitia sepanjang itu bersifat informasi publik yang tidak dikecualikan,” jelas Kamajaya .

Lanjutnya, yang paling terpenting juga patut diketahui peserta sejak awal mengikuti tes CPNS segala pengumuman. Dengan catatan informasi yang dapat diakses dan dibuka tidak tertutupi. Termasuk ketentuan hukum dan peraturan menteri yang mendasari setiap pelaksanaan tes. Itu wajib dikantongi peserta. Fungsi apa ketika ada kejanggalan atau permainan bisa menjadi dasar acuan pengajuan untuk pelaksanaan tes. Ketika pelamar CPNS menganggap janggal. 

“Karena selama ini tes CPNS dari dulu baunya tidak sedap. Namun perlahan sistem penerimaan mulai lebih baik. Setelah dilakukan secara online,” ungkapnya. 

Kamajaya pun menyinggung, meski setiap pelasksaan tes diawasi atau terpantau langsung pihak kepolisian, Ombudsman dan pihak terkait lainnya, itu hanya sebatas legitimasi saja. 

“Patut menjadi perhatian serius peserta tidak hanya mengikuti tes CPNS. Tetapi juga harus mengawasi pihak penyelenggara atau panitia seleksi. Sehingga tidak ada celah untuk terjadi permainan atau manipulasi hasil tes CPNS,” pungkasnya.

Sekadar diketahui, Kamajaya pernah mengikuti tes CPNS di Undiksha tahun 2014 silam. Kala itu, soal, penilaian, dan seterusnya dilakukan secara manual dan mandiri oleh Undiksha. Namun, ia meragukan hasil penilaian yang membuat ia tidak lulus sebagai dosen Undiksha. Karena ia cukup yakin nilainya lebih baik dari peserta lain. Saat itu peserta hanya dua orang.

Ia pun meminta sejumlah informasi. Di antaranya kertas lembar kerja (lembar jawaban) dan nilai kertas kerjanya dalam tes kompetensi bidang (TKB). Namun, informasi yang diminta tidak diberikan. Ia menggugat ke Komisi Informasi, lalu ke PTUN dan terakhir kasasi Mahkamah Agung. Ia memenangkan terus semua jenjang pengaduan dan pengadilan itu, sampai berkekuatan hukum tetap bahwa informasi yang diminta bersifat terbuka. Dan Undiksha diperintahkan Mahkamah Agung memberikan informasi yang diminta Kamajaya. Namun, Undiksha tak memberikan informasi sebagaimana putusan MA, lantaran hasil penilaian tes dosen itu sudah dibakar pihak Undiksha dengan dalih sudah menjadi arsip yang kedaluwarsa.

Sekalipun ia menduga proses rekrutmen tak seburuk tahun 2014 silam, Kamajaya mengaku tidak ikut dalam tes tahun 2020 ini. Padahal dalam penerimaan dosen Undiksha tahun 2020, dari 32 yang dibutuhkan, ada lowongan untuk dosen Sosiologi dengan bidang keilmuan pendidikan sosiologi dan sosiologi (murni).

“Kultur akademisnya kacau,” kata pria asal Tejakula, Buleleng, ini memberi alasan tak ikut lagi dalam penerimaan dosen Undiksha.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/