29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:06 AM WIB

Pusat Kebut Jalan Tol Gilimanuk–Mengwi, Jembrana Aktifkan Lahan Kering

NEGARA – Rencana pembangunan jalan tol Gilimanuk – Mengwi, dari trase pembangunan jalan tol yang sudah ada, dipastikan menggunakan lahan produktif baik lahan basah dan kering.

Dampaknya, berkurangnya lahan pertanian pangan, khususnya sawah dan produktivitas pertanian juga akan berkurang.

Sehingga dinas pertanian dan pangan perlu menyiapkan langkah antisipasi sebagai pengganti lahan produktif yang digunakan untuk jalan tol.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana I Wayan Sutama mengatakan, pembangunan jalan tol yang sudah direncanakan pemerintah pusat dan provinsi, hingga saat ini belum ada penetapan lokasi (penlok).

Namun yang pasti, dari rencana tersebut dipastikan ada lahan pertanian pangan di Jembrana yang akan digunakan.

“Pastinya ada lahan sawah yang akan digunakan. Tapi kami belum tahu lahan yang akan digunakan karena penetapan lokasi belum ada,” kata Wayan Sutama.

Pihaknya berharap tidak banyak lahan produktif seperti sawah yang digunakan untuk jalan tol ini.

Karena dari segi aturan, Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2015 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, harus ada lahan pengganti dari lahan yang digunakan untuk sarana publik.

“Secara aturan, memang dibolehkan menggunakan lahan untuk sarana publik. Tetapi syaratnya harus ada lahan pengganti,” ungkapnya.

Sebagai langkah antisipasi, lanjutnya, agar lahan produktif ini ada pengganti dan produktivitas pertanian padi tetap stabil maka akan mengaktifkan lagi lahan yang selama alih fungsi komoditas maupun sawah yang alih fungsi menjadi lahan kering.

“Nanti subak yang alih fungsi, akan kami aktifkan lagi. Kalau ada bantuan embung untuk memperlancar saluran irigasi, akan dibawa ke lahan yang alih fungsi menjadi lahan kering agar bisa menjadi sawah lagi,” ujarnya.

Menurutnya, langkah antisipasi tersebut bisa dilakukan karena petakan sawah masih ada. Hanya saja karena tidak ada air, alih fungsi lahan kering tidak produktif lagi sawahnya.

Solusinya, irigasi untuk lahan kering tersebut diaktifkan. Harapannya, ada bantuan untuk pembangunan embung yang bisa dibawa ke lahan kering agar sawahnya kembali produktif.

Dalam konsultasi publik dalam rangka pelaksanaan studi amdal pembangunan jalan tol Gilimanuk -Mengwi, di gedung kesenian Ir. Soekarno beberapa waktu lalu, salah satu potensi masalah yang cukup besar terjadi adalah mengenai lahan.

Total keseluruhan lahan di Jembrana untuk proyek tol sekitar 500 hektare mulai dari kawasan hutan, sawah dan lahan kering termasuk pemukiman warga. 

Mengenai lahan yang rencananya digunakan untuk jalan tol sesuai dengan trase, dari total sekitar 500 hektare lahan hanya 73 persen yang memiliki bukti kepemilikan lahan, yakni sertifikat hak milik.

Sisanya masih belum memiliki bukti kepemilikan, sehingga nantinya akan dicarikan solusi sesuai dengan Undang-undang No. 2 Tahun 2012 yang mengatur tentang pengadaan tanah. 

NEGARA – Rencana pembangunan jalan tol Gilimanuk – Mengwi, dari trase pembangunan jalan tol yang sudah ada, dipastikan menggunakan lahan produktif baik lahan basah dan kering.

Dampaknya, berkurangnya lahan pertanian pangan, khususnya sawah dan produktivitas pertanian juga akan berkurang.

Sehingga dinas pertanian dan pangan perlu menyiapkan langkah antisipasi sebagai pengganti lahan produktif yang digunakan untuk jalan tol.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana I Wayan Sutama mengatakan, pembangunan jalan tol yang sudah direncanakan pemerintah pusat dan provinsi, hingga saat ini belum ada penetapan lokasi (penlok).

Namun yang pasti, dari rencana tersebut dipastikan ada lahan pertanian pangan di Jembrana yang akan digunakan.

“Pastinya ada lahan sawah yang akan digunakan. Tapi kami belum tahu lahan yang akan digunakan karena penetapan lokasi belum ada,” kata Wayan Sutama.

Pihaknya berharap tidak banyak lahan produktif seperti sawah yang digunakan untuk jalan tol ini.

Karena dari segi aturan, Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2015 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, harus ada lahan pengganti dari lahan yang digunakan untuk sarana publik.

“Secara aturan, memang dibolehkan menggunakan lahan untuk sarana publik. Tetapi syaratnya harus ada lahan pengganti,” ungkapnya.

Sebagai langkah antisipasi, lanjutnya, agar lahan produktif ini ada pengganti dan produktivitas pertanian padi tetap stabil maka akan mengaktifkan lagi lahan yang selama alih fungsi komoditas maupun sawah yang alih fungsi menjadi lahan kering.

“Nanti subak yang alih fungsi, akan kami aktifkan lagi. Kalau ada bantuan embung untuk memperlancar saluran irigasi, akan dibawa ke lahan yang alih fungsi menjadi lahan kering agar bisa menjadi sawah lagi,” ujarnya.

Menurutnya, langkah antisipasi tersebut bisa dilakukan karena petakan sawah masih ada. Hanya saja karena tidak ada air, alih fungsi lahan kering tidak produktif lagi sawahnya.

Solusinya, irigasi untuk lahan kering tersebut diaktifkan. Harapannya, ada bantuan untuk pembangunan embung yang bisa dibawa ke lahan kering agar sawahnya kembali produktif.

Dalam konsultasi publik dalam rangka pelaksanaan studi amdal pembangunan jalan tol Gilimanuk -Mengwi, di gedung kesenian Ir. Soekarno beberapa waktu lalu, salah satu potensi masalah yang cukup besar terjadi adalah mengenai lahan.

Total keseluruhan lahan di Jembrana untuk proyek tol sekitar 500 hektare mulai dari kawasan hutan, sawah dan lahan kering termasuk pemukiman warga. 

Mengenai lahan yang rencananya digunakan untuk jalan tol sesuai dengan trase, dari total sekitar 500 hektare lahan hanya 73 persen yang memiliki bukti kepemilikan lahan, yakni sertifikat hak milik.

Sisanya masih belum memiliki bukti kepemilikan, sehingga nantinya akan dicarikan solusi sesuai dengan Undang-undang No. 2 Tahun 2012 yang mengatur tentang pengadaan tanah. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/