27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 7:44 AM WIB

Aktivitas Rafting Sepi, Pengusaha Pangkas Tenaga Kerja

AMLAPURA – Pandemi covid-19 yang masih berlangsung membuat dunia pariwisata di Karangasem tiarap tanpa kejelasan. Kondisi ini membuat pengusaha harus memangkas tenaga kerja untuk mengurangi beban biaya operasional.

 

Salah satu obyek wisata yang terdampak yakni wisata air arum jeram (rafting) di Telaga Waja, Kecamatan Rendang. Pengusaha dengan terpaksa merumahkan tenaga kerjanya lantaran aktivitas arum jeram yang kini sepi peminat.

Salah seorang, pengusaha rafting, Bali Mitra Wahana (BMW) I Made Agus Kertiana, mengungkapkan, pihaknya dengan sangat terpaksa harus mengurangi tenaga kerjanya untuk menekan pengeluaran biaya operasional.

 

Pengurangan tenaga kerja ini sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu akibat dampak menurunya jumlah kunjungan wisatawan yang berekreasi arum jeram di alur sungai Telaga Waja.

 

“Sekarang tenaga kerja masih sekitar 15 orang, itupun mereka kerja kalau ada bokingan wisatawan untuk melakukan arum jeram,” ujarnya Kamis (29/4).


Agus Kertiana menuturkan, sebelum pandemi berlangsung, BMW memperkerjakan tenaga kerja hampir 200 orang. Mereka, sebagian besar merupakan tenaga kerja lokal asal seputaran kecamatan Rendang.

 

Namun, karena kondisi tidak memungkinkan mempertahankan tenaga kerja, perusahan terpaksa mengambil keputusan dengan mengurangi jumlah tenaga kerja.

 

“Ini kebijakan yang cukup berat, di satu sisi kasian, tapi disisi lain itu harus dilakukan karena pemasukan juga tidak ada,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, jumlah wisatawan tidak menentu. Sehingga perusahan baru buka ketika ada permintaan dari wisatawan untuk melakukan rafting. Ketika tidak ada yang melakukan aktivitas rafting, pihaknya memilih tutup. Itupun, jumlah wisatawan dalam rombongan paling banyak 10 orang.

 

“Paling banyak 10 orang, itu dalam seminggu, dan itu jauh jika dibandingkan saat kondisi normal dalam sehari saja bisa 50 sampai 80 orang,” imbuhnya.


Agus Kertiana menambahkan, meski wisatawan jarang, namun retribusi tetap dipungut oleh Dinas Pariwisata. Meski secara hitungan itu sangat rugi, namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena itu sudah menjadi kewajiban.

 

“Retribusi tetap dipungut sesuai dengan jumlah wisatawan yang datang. Kalau hitung-hitungan ya perusahan rugi besar, karena dengan wisawatan yang hanya sekali dalam seminggu tidak cukup untuk biaya operasional,” pungkasnya.

 

AMLAPURA – Pandemi covid-19 yang masih berlangsung membuat dunia pariwisata di Karangasem tiarap tanpa kejelasan. Kondisi ini membuat pengusaha harus memangkas tenaga kerja untuk mengurangi beban biaya operasional.

 

Salah satu obyek wisata yang terdampak yakni wisata air arum jeram (rafting) di Telaga Waja, Kecamatan Rendang. Pengusaha dengan terpaksa merumahkan tenaga kerjanya lantaran aktivitas arum jeram yang kini sepi peminat.

Salah seorang, pengusaha rafting, Bali Mitra Wahana (BMW) I Made Agus Kertiana, mengungkapkan, pihaknya dengan sangat terpaksa harus mengurangi tenaga kerjanya untuk menekan pengeluaran biaya operasional.

 

Pengurangan tenaga kerja ini sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu akibat dampak menurunya jumlah kunjungan wisatawan yang berekreasi arum jeram di alur sungai Telaga Waja.

 

“Sekarang tenaga kerja masih sekitar 15 orang, itupun mereka kerja kalau ada bokingan wisatawan untuk melakukan arum jeram,” ujarnya Kamis (29/4).


Agus Kertiana menuturkan, sebelum pandemi berlangsung, BMW memperkerjakan tenaga kerja hampir 200 orang. Mereka, sebagian besar merupakan tenaga kerja lokal asal seputaran kecamatan Rendang.

 

Namun, karena kondisi tidak memungkinkan mempertahankan tenaga kerja, perusahan terpaksa mengambil keputusan dengan mengurangi jumlah tenaga kerja.

 

“Ini kebijakan yang cukup berat, di satu sisi kasian, tapi disisi lain itu harus dilakukan karena pemasukan juga tidak ada,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, jumlah wisatawan tidak menentu. Sehingga perusahan baru buka ketika ada permintaan dari wisatawan untuk melakukan rafting. Ketika tidak ada yang melakukan aktivitas rafting, pihaknya memilih tutup. Itupun, jumlah wisatawan dalam rombongan paling banyak 10 orang.

 

“Paling banyak 10 orang, itu dalam seminggu, dan itu jauh jika dibandingkan saat kondisi normal dalam sehari saja bisa 50 sampai 80 orang,” imbuhnya.


Agus Kertiana menambahkan, meski wisatawan jarang, namun retribusi tetap dipungut oleh Dinas Pariwisata. Meski secara hitungan itu sangat rugi, namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena itu sudah menjadi kewajiban.

 

“Retribusi tetap dipungut sesuai dengan jumlah wisatawan yang datang. Kalau hitung-hitungan ya perusahan rugi besar, karena dengan wisawatan yang hanya sekali dalam seminggu tidak cukup untuk biaya operasional,” pungkasnya.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/