GEROKGAK– Sebanyak tiga ekor lumba-lumba dilepaskan ke alam liar pada Sabtu (3/9). Sebelum menjalani proses lepas liar, seluruh lumba-lumba itu harus menjalani proses rehabilitasi pada fasilitas milik Jakarta Animal Aid Network (JAAN) di Teluk Banyuwedang, Desa Pejarakan.
Lumba-lumba jenis hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) itu sebelumnya dipelihara di taman satwa Hotel Melka Lovina. Saat hotel pailit, seluruh satwa termasuk lumba-lumba turut dipindahkan.
Dari lima ekor yang dipelihara Hotel Melka, sebanyak tiga ekor direhabilitasi di Teluk Banyuwedang. Sementara dua ekor lainnya menjalani rehabilitasi di Pantai Mertasari, Sanur.
Proses evakuasi pertama kali dilakukan pada 6 Agustus 2019 lalu. Saat itu tiga ekor lumba-lumba , masing-masing bernama Rocky, Rambo, dan Johnny dievakuasi karena hotel pailit. Akibatnya satwa juga tak terurus. Sehingga Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali memutuskan mengevakuasi hewan-hewan tersebut.
Setelah tiga tahun proses rehabilitasi, Sabtu pagi lumba-lumba itu dilepaskan ke alam liar. “Proses rehabilitasi harus dilakukan bertahap. Pertama tim harus memulihkan kondisi kesehatan satwa tersebut. Selanjutnya lumba-lumba dilatih memangsa ikan yang masih hidup. Sebab selama menghuni kolam, mereka hanya memakan potongan ikan. Secara bertahap pemberian pakan dialihkan dari potongan ikan, menjadi ikan mati, baru belakangan ikan hidup,” kata pendiri JAAN Femke Den Haas.
Pelepasan dilakukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar. Proses pelepasan ditandai dengan membuka pintu pembatas antara kolam rehabilitasi dengan laut lepas. Pembukaan pintu dilakukan dengan mengerek katrol. Pelepasan sengaja dilakukan, karena menjadi bagian Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN).
Menteri Siti Nurbaya mengungkapkan, selama ini penggunaan lumba-lumba sebagai atraksi menjadi polemik internasional. Beberapa negara saat ini masih menjadikan satwa itu sebagai hewan atraksi. Namun Indonesia telah melarangnya secara bertahap sejak 2018. Sejumlah mamalia laut yang menghuni taman satwa pun direhabilitasi dan disiapkan untuk proses lepas liar.
“Proses (rehabilitasi) ini tidak mudah. Butuh waktu selama tiga tahun untuk merawat dan menumbuhkan lagi sifat-sifat liar. Tapi ini menunjukkan kita berkomitmen dan bekerja keras melestarikan lingkungan,” kata Siti.
Menurutnya masih ada beberapa ekor lumba-lumba yang akan direhabilitasi dan dilepasliarkan. Hanya saja kini masih dalam proses sengketa tata usaha negara dengan salah satu perusahaan. Selain itu Kementerian LHK juga akan mengevaluasi keberhasilan metode lepas liar yang dilakukan JAAN dalam kurun waktu setahun mendatang.
“Nanti akan dipantau setelah lepas liar, karena ada GPS yang terpasang. Nanti setelah setahun, akan lepas sendiri alat itu. Kalau memang metode ini berhasil, akan berlanjut,” tegasnya. (eps)