SINGARAJA, Radar Bali -Karya Agung Mamungkah/ Wraspati Kalpa Utama/Ngenteg Linggih Pura Agung Mpu Kuturan tuntas dilaksanakan STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Acara puncak dilaksanakan bertepatan dengan Hari Saraswati pada Saniscara Umanis Wuku Watunggunung, Sabtu (22/10).
Upacara ini sejatinya sudah diawali pada Senin (17/10) dengan prosesi Nginsah Galih dan Ngadegang Dewi Tapini. Kemudian pada Kamis (20/10) dilaksanakan upacara Mapepada atau penyucian hewan yang akan digunakan sebagai sarana wewalungan untuk caru.
Selanjutnya pada Jumat (21/10) dilakukan ritual Pecaruan Manca Kelud, Melaspas Pratima Mpu Kuturan dan Melasti di Segara Banyuning yang diikuti oleh seluruh sivitas akademika dan ribuan mahasiswa STAHN Mpu Kuturan Singaraja.
Puncaknya pada Sabtu (22/10) acara dilanjutkan dengan upacara Melaspas Ngenteg Linggih dan Nyatur. Prosesi dipimpin langsung oleh Sang Katrinikaton yakni Ida Pedanda Nyoman Kemenuh dari Geriya Sunya Loka Desa Kayu Putih, Ida Pedanda Gede Jelantik Saking Griya Buda Banjar Jadi Tabanan dan Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Kertha Nanda, dari Geriya Bubunan.
Menariknya, sebagian besar banten yang digunakan dalam karya agung Mamungkah, Wraspati Kalpa Utama dan Ngenteg Linggih ini dibuat secara gotong royong oleh mahasiswa yang tergabung dalam UKM Upakara, dan di bawah binaan para dosen Upakara.
Sejumlah pejabat nampak hadir dalam karya agung tersebut. Diantaranya Koordinator Staf Khusus Presiden, Dr. Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana, M.Si, Dirjen Bimas Hindu Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si, Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra, pimpinan perguruan tinggi.
Ketua STAHN Mpu Kuturan, Dr. I Gede Suwindia, S.Ag, M.Si mengatakan upacara Karya Agung Mamungkah/ Wraspati Kalpa Utama/Ngenteg Linggih dilaksanakan setelah pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan tuntas dibangun.
Pura dengan arsitektur ukiran khas Buleleng ini tergolong unik lantaran menggunakan bahan dari paras Abasan yang ada di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan.
Suwindia berharap, pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan tak hanya sebagai momentum peningkatan sradha bakti sivitas akademika kampus. Melainkan sebagai ikon pelestarian ukiran khas Buleleng yang perlahan mulai ditinggalkan.
Ia menambahkan, penamaan Pura Agung Mpu Kuturan tidak terlepas dari spirit tokoh suci Mpu Kuturan yang mampu menyatukan beragam sekte di Bali pada jaman dahulu serta menata kehidupan beragama Umat Hindu di Bali.
“Kami sangat bangga sekali, astungkara berkat Ida Sesuhunan, Pura Agung Mpu Kuturan ini bisa terwujud meskipun melalui proses yang cukup panjang.
Dan semoga ini semakin meningkatkan sradha bakti kami, dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai suci yang diwariskan Mpu Kuturan sehingga kedepannya lembaga ini senantiasa bisa melayani masyarakat dengan baik,” jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Bimas Hindu, Nengah Duija mengapresiasi pembangunan Pura Agung Mpu Kuturan. Menurutnya, ini sebagai implementasi dari filosofi Tri Hita Karana, khususnya dalam hal Parahyangan.
Dikatakan Duija, parahyangan Pura Agung Mpu Kuturan ini sangat tepat difungsikan sebagai lab praktik keagamaan dari seluruh sivitas akademika. Mantan Rektor UHN Bagus Sugriwa ini menyebut spirit nama besar harus mengacu pada nilai karakter Mpu Kuturan yang sebenarnya.
“Karakter religius ini harus dibangun sejak dini kepada seluruh sivitas akademika. Mpu Kuturan adalah seorang arsitek dari keagamaan Hindu. Kalau ingin menjadi perguruan tinggi Hindu yang mampu bersaing, maka harus mampu menguasai bidang agama yang berlandaskan nilai kearifan lokal, dan senantiasa membina harmoni antara parahyangan, palemahan dan pawongan,” paparnya.
Di sisi lain, setelah puncak acara kemudian akan dilanjutkan dengan upacara nganyarin hingga Nyineb pada Selasa (25/10) mendatang. Sehingga total ada enam Sulinggih yang akan muput karya agung ini. (rba/han)