32.6 C
Jakarta
25 April 2024, 15:06 PM WIB

Kasus Rabies di Jembrana, Bali

Keluarga Balita Suspek Rabies Kecewa dengan Pelayanan di Puskemas 1 Negara

 

NEGARA-Meningalnya balita yang suspek rabies, membuat keluarga terpukul. Apalagi dengan pelayanan fasilitas kesehatan di Jembrana. Keluarga bayi berusia dua tahun enam bulan kecewa karena penanganan yang dinilai lambat. Menurut ayah balita yang meninggal, Komang Darma Susada, keluarga sudah mengikhlaskan kepergian Ni Kadek Ratna Cantikawati. Namun, yang masih menjadi ganjalan pelayanan puskesmas yang dinilai terlambat memberikan VAR.

 

Susada juga akan meminta tanggungjawab dari pihak-pihak terkait yang menangani masalah rabies ini. Karena dengan adanya penanganan kasus yang lambat terhadap anjing dan korban, membuat nyawa warga melayang. “Bukan mau menyalahkan siapapun. Saya hanya ingin tidak terjadi lagi kasus yang sama,” ungkapnya.

 

Kekecewaan terhadap pelayanan medis itu diungkapkan juga pada kepala Puskemas 1 Negara I Made Ardana yang datang ke rumah duka Selasa (17/5) siang. Bapak balita mempertanyakan mengenai awal datang ke Puskesmas 1 Negara diminta untuk membersihkan sendiri luka gigitan anjing. Karena tidak mengetahui prosedur dan cara membersihkan luka, ia hanya membersihkan sekadarnya.

 

Setelah merima keluhan dari keluarga balita, pihak Puskesmas menyampaikan terima kasih atas koreksi dan meminta maaf atas kelalaian dalam pelayanan di puskemas. “Kejadian ini sebagai koreksi pelayanan puskesmas. Sehingga ke depan tidak ada korban lagi kasus rabies,” terang Puskemas 1 Negara I Made Ardana.

 

Mengenai korban yang kurang mendapat pelayanan saat pertama datang ke puskesmas, hingga korban meninggal suspek rabies. “Mungkin dalam penanganan, ada hal-hal yang terlewati dari teman-teman. Kembali tiang memohon maaf pada keluarga korban. Dan terima kasih banyak koreksinya untuk perbaikan kami di Puskesmas 1 Negara pelayanan secara umum. Sehingga pelayanan lebih baik lagi,” ujarnya.

 

Pihaknya mengakui saat ini memang ada kendala VAR yang terbatas. Stok VAR berbeda sebelum Pandemi, dimana saat ada kasus gigitan hewan penular rabies langsung divaksin karena stok vaksin banyak. “Karena stok VAR terbatas, jadi VAR diberikan pada kasus gigitan yang memang anjingnya positif dari hasil pemeriksaan laboratorium,” jelasnya.

 

Apabila ada kasus gigitan anjing liar, harus dilakukan observasi dulu. Anjingnya diobservasi lebih dulu 14 hari, kemudian dilakukan langkah-langkah, apakah layak diobservasi atau tidak.

 

Mengenai kasus gigitan pada korban balita ini, karena anjingnya masih bisa diobservasi, pihaknya sudah memberikan surat untuk observasi pada keluarga. Karena kasus gigitan pada 5 April, maka 14 hari kemudian semestinya korban harus observasi lagi yakni 19 April ke puskesmas. Pihaknya juga memiliki bukti surat observasi. “Karena anjingnya hilang dan belum waktunya tanggal 19 untuk observasi lagi, petugas puskesmas menyarankan kembali sampai tanggal 19 observasi lagi. Tanggal 19 itu harus kembali lagi untuk menentukan bisa diberi vaksin atau tidak, karena stok VAR terbatas,” ujarnya.

 

Akan tetapi pada 14 hari setelah kasus gigitan atau 19 April, korban tidak dibawa lagi ke puskesmas untuk observasi. “Mungkin karena ibunya lupa dan melihat anaknya masih sehat, jadi mungkin dipikir bukan rabies,” terangnya.

 

Dengan terbatasnya VAR saat ini, pihaknya sudah mengupayakan pengadaan VAR sebanyak 300 vial karena saat ini VAR sudah terbatas. Hasil pengadaan var juga sudah mulai menipis karena digunakan puskemas lain yang tidak memilik VAR.

 

Sementara dari Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana langsung melakukan investigasi mengenai kematian balita tersebut. Dinas sudah melakukan langkah-langkah mengenai kasus kematian balita suspek Rabies tersebut. “Kita datangi tempat gigitan, dan melakukan vaksinasi rabies darurat, kemudian eliminasi selektif,” ujar I Gusti Ngurah Bagus Rai Mulyawan, sub koordinator kesehatan hewan bidang Kesehatan Hewan Dan Kesehatan Masyarakat Veteriner pada Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana.

 

Vaksinasi darurat dan eliminasi selektif kemarin, belum bisa maksimal dan akan dilanjutkan besok dengan menyasar hewan penular Rabies, terutama anjing peliharaan warga dan anjing liar.

 

Menurutnya, Desa Banyubiru, terutama Banjar Pebuahan memang masuk zona merah. Karena terdapat kasus positif rabies pada awal April lalu. Sehingga ketika ada informasi adanya balita meninggal suspek rabies, langsung melakukan langkah-langkah. “Untuk ketersediaan vaksin rabies terbatas sekali, sisa sekitar 200 dosis, sehingga menggunakan skala prioritas untuk penanganan vaksin.

 

Dari investigasi dipastikan bahwa anjing yang menggigit korban anjing yang sama dengan anjing positif rabies pada 7 April lalu. “Bukan anjing yang sama. Anjing yang gigit korban hilang,” ujarnya.

 

Dari investigasi juga disampaikan, bahwa kedua orang tua balita itu digigit anaknya sebelum meninggal. Sehingga, kedua orang tuanya kemarin juga disuntik VAR untuk mengantisipasi adanya penularan virus rabies. (bas)

 

NEGARA-Meningalnya balita yang suspek rabies, membuat keluarga terpukul. Apalagi dengan pelayanan fasilitas kesehatan di Jembrana. Keluarga bayi berusia dua tahun enam bulan kecewa karena penanganan yang dinilai lambat. Menurut ayah balita yang meninggal, Komang Darma Susada, keluarga sudah mengikhlaskan kepergian Ni Kadek Ratna Cantikawati. Namun, yang masih menjadi ganjalan pelayanan puskesmas yang dinilai terlambat memberikan VAR.

 

Susada juga akan meminta tanggungjawab dari pihak-pihak terkait yang menangani masalah rabies ini. Karena dengan adanya penanganan kasus yang lambat terhadap anjing dan korban, membuat nyawa warga melayang. “Bukan mau menyalahkan siapapun. Saya hanya ingin tidak terjadi lagi kasus yang sama,” ungkapnya.

 

Kekecewaan terhadap pelayanan medis itu diungkapkan juga pada kepala Puskemas 1 Negara I Made Ardana yang datang ke rumah duka Selasa (17/5) siang. Bapak balita mempertanyakan mengenai awal datang ke Puskesmas 1 Negara diminta untuk membersihkan sendiri luka gigitan anjing. Karena tidak mengetahui prosedur dan cara membersihkan luka, ia hanya membersihkan sekadarnya.

 

Setelah merima keluhan dari keluarga balita, pihak Puskesmas menyampaikan terima kasih atas koreksi dan meminta maaf atas kelalaian dalam pelayanan di puskemas. “Kejadian ini sebagai koreksi pelayanan puskesmas. Sehingga ke depan tidak ada korban lagi kasus rabies,” terang Puskemas 1 Negara I Made Ardana.

 

Mengenai korban yang kurang mendapat pelayanan saat pertama datang ke puskesmas, hingga korban meninggal suspek rabies. “Mungkin dalam penanganan, ada hal-hal yang terlewati dari teman-teman. Kembali tiang memohon maaf pada keluarga korban. Dan terima kasih banyak koreksinya untuk perbaikan kami di Puskesmas 1 Negara pelayanan secara umum. Sehingga pelayanan lebih baik lagi,” ujarnya.

 

Pihaknya mengakui saat ini memang ada kendala VAR yang terbatas. Stok VAR berbeda sebelum Pandemi, dimana saat ada kasus gigitan hewan penular rabies langsung divaksin karena stok vaksin banyak. “Karena stok VAR terbatas, jadi VAR diberikan pada kasus gigitan yang memang anjingnya positif dari hasil pemeriksaan laboratorium,” jelasnya.

 

Apabila ada kasus gigitan anjing liar, harus dilakukan observasi dulu. Anjingnya diobservasi lebih dulu 14 hari, kemudian dilakukan langkah-langkah, apakah layak diobservasi atau tidak.

 

Mengenai kasus gigitan pada korban balita ini, karena anjingnya masih bisa diobservasi, pihaknya sudah memberikan surat untuk observasi pada keluarga. Karena kasus gigitan pada 5 April, maka 14 hari kemudian semestinya korban harus observasi lagi yakni 19 April ke puskesmas. Pihaknya juga memiliki bukti surat observasi. “Karena anjingnya hilang dan belum waktunya tanggal 19 untuk observasi lagi, petugas puskesmas menyarankan kembali sampai tanggal 19 observasi lagi. Tanggal 19 itu harus kembali lagi untuk menentukan bisa diberi vaksin atau tidak, karena stok VAR terbatas,” ujarnya.

 

Akan tetapi pada 14 hari setelah kasus gigitan atau 19 April, korban tidak dibawa lagi ke puskesmas untuk observasi. “Mungkin karena ibunya lupa dan melihat anaknya masih sehat, jadi mungkin dipikir bukan rabies,” terangnya.

 

Dengan terbatasnya VAR saat ini, pihaknya sudah mengupayakan pengadaan VAR sebanyak 300 vial karena saat ini VAR sudah terbatas. Hasil pengadaan var juga sudah mulai menipis karena digunakan puskemas lain yang tidak memilik VAR.

 

Sementara dari Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana langsung melakukan investigasi mengenai kematian balita tersebut. Dinas sudah melakukan langkah-langkah mengenai kasus kematian balita suspek Rabies tersebut. “Kita datangi tempat gigitan, dan melakukan vaksinasi rabies darurat, kemudian eliminasi selektif,” ujar I Gusti Ngurah Bagus Rai Mulyawan, sub koordinator kesehatan hewan bidang Kesehatan Hewan Dan Kesehatan Masyarakat Veteriner pada Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana.

 

Vaksinasi darurat dan eliminasi selektif kemarin, belum bisa maksimal dan akan dilanjutkan besok dengan menyasar hewan penular Rabies, terutama anjing peliharaan warga dan anjing liar.

 

Menurutnya, Desa Banyubiru, terutama Banjar Pebuahan memang masuk zona merah. Karena terdapat kasus positif rabies pada awal April lalu. Sehingga ketika ada informasi adanya balita meninggal suspek rabies, langsung melakukan langkah-langkah. “Untuk ketersediaan vaksin rabies terbatas sekali, sisa sekitar 200 dosis, sehingga menggunakan skala prioritas untuk penanganan vaksin.

 

Dari investigasi dipastikan bahwa anjing yang menggigit korban anjing yang sama dengan anjing positif rabies pada 7 April lalu. “Bukan anjing yang sama. Anjing yang gigit korban hilang,” ujarnya.

 

Dari investigasi juga disampaikan, bahwa kedua orang tua balita itu digigit anaknya sebelum meninggal. Sehingga, kedua orang tuanya kemarin juga disuntik VAR untuk mengantisipasi adanya penularan virus rabies. (bas)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/