29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:19 AM WIB

Khidmat di Sakenan, Tradisi Mekotek di Munggu Berlangsung Seru

DENPASAR – Ribuan pemedek berpakaian adat madya Bali serba putih mendatangi Pura Sakenan, di Pulau Serangan, Denpasar Selatan, kemarin (29/2).

Para pemedek yang datang dari berbagai daerah ini berkumpul sejak pagi. Mereka pun khidmat bersembahyang dan memanjatkan doa.

Jika di Pura Sakenan terasa damai, maka di Desa Adat Munggu, Mengwi, Badung, terasa semarak. Ini karena digelarnya tradisi rutin saat Kuningan, yaitu makotek.

Tradisi ini diselenggarakan oleh krama setempat sebagai bentuk menjaga tradisi leluhur. Selain bermakna mempererat hubungan antar sesama dan menolak bala.

Tradisi makotek dimulai sekitar pukul 13.00, diawali dengan melakukan persembahyangan bersama di pura desa.

Setelah persembahyangan krama kemudian mengelilingi desa dengan membawa tombak pusaka yang sudah disucikan. Ada juga pusaka tamiang kolem atau tameng yang terbuat dari perunggu.

Warga setempat juga membawa kayu pulet berukuran sekitar tiga meter pengganti tombak yang dulu digunakan pasukan Kerajaan Mengwi saat perang melawan Kerajaan Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur.

“Kegiatan makotek masih diikuti seluruh krama Desa Ada Munggu,” ujar Bendesa Adat Munggu I Made Rai Sujana.

Seluruh pria dari 12 banjar ikut serta dalam pelaksanaan tradisi makotek. Sementara kaum perempuan mengiringi dan menyemangati dari pinggir.

Setiap kali peperangan terjadi, kayu-kayu pulet disusun menyerupai gunungan. Tidak hanya satu melainkan dua gunungan atau bisa lebih. Nah, setelah itu satu sama lain saling beradu.

Sujana menegaskan, tradisi makotek sampai kapanpun akan terus dilestarikan. Masyarakat percaya tradisi makotek juga bermakna mempererat hubungan antar sesama warga khususnya di Desa Adat Munggu.

Tradisi ini juga untuk menolak bala, tandasnya. Masyarakat meyakini akan terjadi musibah bila tidak melaksanakan tradisi ini.

Sujana lebih lanjut mengatakan, penyelenggaran tradisi makotek sudah berdasarkan pawisik.

Dilakukan pada Hari Raya Kuningan, karena sebelum menyerang Blambangan, bala tentara dan raja Mengwi saat itu melakukan semedi.

Kebetulan bertepatan dengan Kuningan, sehingga pada saat Hari Raya Kuningan selalu diperingati tradisi makotek ini. 

DENPASAR – Ribuan pemedek berpakaian adat madya Bali serba putih mendatangi Pura Sakenan, di Pulau Serangan, Denpasar Selatan, kemarin (29/2).

Para pemedek yang datang dari berbagai daerah ini berkumpul sejak pagi. Mereka pun khidmat bersembahyang dan memanjatkan doa.

Jika di Pura Sakenan terasa damai, maka di Desa Adat Munggu, Mengwi, Badung, terasa semarak. Ini karena digelarnya tradisi rutin saat Kuningan, yaitu makotek.

Tradisi ini diselenggarakan oleh krama setempat sebagai bentuk menjaga tradisi leluhur. Selain bermakna mempererat hubungan antar sesama dan menolak bala.

Tradisi makotek dimulai sekitar pukul 13.00, diawali dengan melakukan persembahyangan bersama di pura desa.

Setelah persembahyangan krama kemudian mengelilingi desa dengan membawa tombak pusaka yang sudah disucikan. Ada juga pusaka tamiang kolem atau tameng yang terbuat dari perunggu.

Warga setempat juga membawa kayu pulet berukuran sekitar tiga meter pengganti tombak yang dulu digunakan pasukan Kerajaan Mengwi saat perang melawan Kerajaan Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur.

“Kegiatan makotek masih diikuti seluruh krama Desa Ada Munggu,” ujar Bendesa Adat Munggu I Made Rai Sujana.

Seluruh pria dari 12 banjar ikut serta dalam pelaksanaan tradisi makotek. Sementara kaum perempuan mengiringi dan menyemangati dari pinggir.

Setiap kali peperangan terjadi, kayu-kayu pulet disusun menyerupai gunungan. Tidak hanya satu melainkan dua gunungan atau bisa lebih. Nah, setelah itu satu sama lain saling beradu.

Sujana menegaskan, tradisi makotek sampai kapanpun akan terus dilestarikan. Masyarakat percaya tradisi makotek juga bermakna mempererat hubungan antar sesama warga khususnya di Desa Adat Munggu.

Tradisi ini juga untuk menolak bala, tandasnya. Masyarakat meyakini akan terjadi musibah bila tidak melaksanakan tradisi ini.

Sujana lebih lanjut mengatakan, penyelenggaran tradisi makotek sudah berdasarkan pawisik.

Dilakukan pada Hari Raya Kuningan, karena sebelum menyerang Blambangan, bala tentara dan raja Mengwi saat itu melakukan semedi.

Kebetulan bertepatan dengan Kuningan, sehingga pada saat Hari Raya Kuningan selalu diperingati tradisi makotek ini. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/