26.3 C
Jakarta
24 November 2024, 22:43 PM WIB

Diproduksi Secara Terbatas, Ceruk Pasar Diyakini Masih Terbuka Lebar

Masa pandemi memaksa masyarakat lebih kreatif lagi. Termasuk dalam dunia usaha. Menu-menu sehat kini menjadi salah satu produk yang banyak diincar.

Salah seorang warga di Buleleng berinovasi dengan membuat susu kurma. Seperti apa?

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

TANGAN Abhigail, 37, cekatan mengambil peralatan dapur. Blender ia letakkan di meja dapur. Sesaat kemudian ia mengambil sejumlah bahan.

Seperti susu segar, kurma, dan garam. Bahan-bahan itu digunakan Abhigail untuk membuat susu kurma.

Abhi – demikian Abhigail biasa disapa – baru menggeluti usaha penjualan susu kurma sejak awal tahun ini.

Rumahnya di bilangan Jalan Mas, Desa Kalibukbuk, ia sulap menjadi lokasi produksi susu kurma. Desa Kalibukbuk merupakan salah satu desa di Buleleng yang mengalami pukulan telak pada masa pandemi.

Sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung utama perekonomian di wilayah ini, seketika runtuh pada masa pandemi.

Tak terkecuali bagi Abhi. Selama ini ia membuka usaha coffee shop di rumahnya. Masa pandemi membuat perputaran ekonomi pada usahanya melambat.

Sehingga ia memilih melirik peluang bisnis baru. Yakni menjual susu kurma. Untuk membuat produk itu, Abhi menggunakan produk-produk pilihan.

Bahan dasar susu sapi murni, ia ambil dari produk-produk yang banyak ditemukan di supermarket. Sementara kurma yang menjadi campuran utama, diimpor dari luar negeri.

Kurma yang dijadikan bahan campuran ialah Kurma Sukari atau Kurma raja. Ia sengaja memilih kurma ini, karena dagingnya yang lembut.

Sehingga mudah larut dengan susu. “Rasanya juga tidak terlalu manis,” ungkapnya. Selain itu Abhi juga menggunakan garam untuk memunculkan rasa yang unik dalam produknya.

Tak main-main, ia menggunakan garam Himalaya. Garam berwarna merah muda itu diyakini kaya kandungan mineral dan rendah natrium. Garam itu juga dibeli secara impor.

Abhi punya alasan sendiri dalam memilih bahan-bahan tersebut. Ia ingin menghasilkan produk yang sehat, berkualitas, dan memiliki cita rasa yang khas.

“Saya tidak mau membuat yang asal jadi. Apa yang saya produksi, harus berdampak baik saat dikonsumsi orang lain. Makanya mutu saya jaga betul,” ungkapnya.

Untuk membuat produk tersebut, Abhi menggunakan satu liter susu segar yang dicampur dengan sedikitnya 30 buah kurma.

Susu dibiarkan selama beberapa jam, hingga terjadi proses fermentasi. Setelah itu susu dan kurma diblender sebentar saja.

Agar tak terlalu halus. Tak perlu tambahan gula, karena kurma sudah memberikan cita rasa manis. Sehingga susu kurma yang ia produksi aman bagi penderita diabetes.

Ia menyatakan produk yang ia beri nama Susu Kurma Rifat itu relatif tahan lama. Bisa dikonsumsi dalam kurun waktu 24 jam sejak diproduksi, apabila disimpan dalam kondisi suhu ruangan.

Namun bisa disimpan di lemari pendingin, bisa tahan hingga sepekan. “Malah kalau dibekukan bisa tahan sebulan,” ujarnya.

Setiap satu botol susu kurma dengan ukuran 250 mililiter, ia jual seharga Rp 15 ribu. Produk itu ia jual secara daring. Beberapa produk juga dijual di toko-toko.

Tak setiap hari ia memproduksi susu tersebut. “Kalau di toko sudah habis, saya buat lagi. Kadang ada saja pesanan. Sambil antar ke rumah-rumah.

Syukurnya sudah ada pelanggan. Bagi saya itu cukup untuk awal produksi,” demikian Abhigail. (*) 

Masa pandemi memaksa masyarakat lebih kreatif lagi. Termasuk dalam dunia usaha. Menu-menu sehat kini menjadi salah satu produk yang banyak diincar.

Salah seorang warga di Buleleng berinovasi dengan membuat susu kurma. Seperti apa?

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

TANGAN Abhigail, 37, cekatan mengambil peralatan dapur. Blender ia letakkan di meja dapur. Sesaat kemudian ia mengambil sejumlah bahan.

Seperti susu segar, kurma, dan garam. Bahan-bahan itu digunakan Abhigail untuk membuat susu kurma.

Abhi – demikian Abhigail biasa disapa – baru menggeluti usaha penjualan susu kurma sejak awal tahun ini.

Rumahnya di bilangan Jalan Mas, Desa Kalibukbuk, ia sulap menjadi lokasi produksi susu kurma. Desa Kalibukbuk merupakan salah satu desa di Buleleng yang mengalami pukulan telak pada masa pandemi.

Sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung utama perekonomian di wilayah ini, seketika runtuh pada masa pandemi.

Tak terkecuali bagi Abhi. Selama ini ia membuka usaha coffee shop di rumahnya. Masa pandemi membuat perputaran ekonomi pada usahanya melambat.

Sehingga ia memilih melirik peluang bisnis baru. Yakni menjual susu kurma. Untuk membuat produk itu, Abhi menggunakan produk-produk pilihan.

Bahan dasar susu sapi murni, ia ambil dari produk-produk yang banyak ditemukan di supermarket. Sementara kurma yang menjadi campuran utama, diimpor dari luar negeri.

Kurma yang dijadikan bahan campuran ialah Kurma Sukari atau Kurma raja. Ia sengaja memilih kurma ini, karena dagingnya yang lembut.

Sehingga mudah larut dengan susu. “Rasanya juga tidak terlalu manis,” ungkapnya. Selain itu Abhi juga menggunakan garam untuk memunculkan rasa yang unik dalam produknya.

Tak main-main, ia menggunakan garam Himalaya. Garam berwarna merah muda itu diyakini kaya kandungan mineral dan rendah natrium. Garam itu juga dibeli secara impor.

Abhi punya alasan sendiri dalam memilih bahan-bahan tersebut. Ia ingin menghasilkan produk yang sehat, berkualitas, dan memiliki cita rasa yang khas.

“Saya tidak mau membuat yang asal jadi. Apa yang saya produksi, harus berdampak baik saat dikonsumsi orang lain. Makanya mutu saya jaga betul,” ungkapnya.

Untuk membuat produk tersebut, Abhi menggunakan satu liter susu segar yang dicampur dengan sedikitnya 30 buah kurma.

Susu dibiarkan selama beberapa jam, hingga terjadi proses fermentasi. Setelah itu susu dan kurma diblender sebentar saja.

Agar tak terlalu halus. Tak perlu tambahan gula, karena kurma sudah memberikan cita rasa manis. Sehingga susu kurma yang ia produksi aman bagi penderita diabetes.

Ia menyatakan produk yang ia beri nama Susu Kurma Rifat itu relatif tahan lama. Bisa dikonsumsi dalam kurun waktu 24 jam sejak diproduksi, apabila disimpan dalam kondisi suhu ruangan.

Namun bisa disimpan di lemari pendingin, bisa tahan hingga sepekan. “Malah kalau dibekukan bisa tahan sebulan,” ujarnya.

Setiap satu botol susu kurma dengan ukuran 250 mililiter, ia jual seharga Rp 15 ribu. Produk itu ia jual secara daring. Beberapa produk juga dijual di toko-toko.

Tak setiap hari ia memproduksi susu tersebut. “Kalau di toko sudah habis, saya buat lagi. Kadang ada saja pesanan. Sambil antar ke rumah-rumah.

Syukurnya sudah ada pelanggan. Bagi saya itu cukup untuk awal produksi,” demikian Abhigail. (*) 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/