27.1 C
Jakarta
22 November 2024, 1:47 AM WIB

Antusias Dapat Job, Pahat Relief Rsi Agastya, Bangga Cetak Sejarah

Selama Pandemi Covid-19, pematung di Desa Mas, Kecamatan Ubud kena imbas penjualan. Beruntung, Pemerintah Desa Mas melakukan

penataan tebing di Pura Beji Banjar Tegal Bingin. Keahlian 14 pemahat pun dituangkan membuat relief bercerita Rsi Agastya. Seperti apa?

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

TEBING sepanjang 30 meter di Pura Beji Banjar Tegal Bingin, Desa Mas, Kecamatan Ubud, sudah penuh ukiran. Selama enam hari, sebanyak 14 pemahat asal Desa Mas, menuangkan kreasi mereka di tebing paras itu.

Perbekel Desa Mas, Gede Dharma Yuda, menyatakan, pemahat tebing selama Pandemi Covid-19, sepi order.

“Pandemi ini tidak ada yang beli patung, lama pray (istirahat). Seniman ini memang pemahat, mereka mulai kerja sejak 6 hari lalu,” ujar Dharma Yuda kemarin.

Lantaran yang mengerjakan merupakan pemahat, perbekel sampai terkejut progress pengerjaan tergolong cepat.

“Progress sudah bagus, kami terkejut hasilnya. Ini sangat luar biasa. Saya tanya tukang beliau bilang benar dapat inspirasi, ada taksi sesuhunan di sini,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan, pemahat sangat antusias mengerjakan ukiran di tebing yang bercerita tentang perjalanan Rsi Agastya di Desa Mas itu.

“Kesan pemahat, selain dapat pekerjaan, mereka bisa salurkan hobi, sangat antusias disamping ngayah dapat salurkan hobi, dapat rejeki,” jelasnya.

Yang terpenting, kata dia, ukiran yang terpahat di tebing akan jadi sejarah baru di Desa Mas. “Mereka akan jadi sejarah ratusan tahun ke depan. Akan terus dikenang sepanjang masa,” jelasnya.

Sederet nama pemahat ternama di Desa Mas yang ambil bagian, di antaranya Nyoman Sadra sebagai ketua. Nama lainnya, Bagong dan Dewa Koper.

“Jadi ini tidak sekadar uang saja. Ini membuat sejarah,” jelasnya.

Pemahat yang terlibat proyek Padat Karya Tunai Kotaku itu, mulai bekerja enam hari lalu. Bagian tebing yang dipahat sepanjang 30 meter. “Rencana ke depan, untuk memberikan gambaran ke masyarakat, biar sejarah tidak hilang, terjadinya Desa Mas, perjalanan Rsi Agastya,” jelasnya.

Gambaran awalnya, mulai dari kedatangan, hingga menancapkan tongkat di Pura Taman Pule. “Tumbuh pohon Tangi yang masih ada sampai sekarang,” jelasnya.

Selanjutnya ada bunga emas. kemudian sekarang menjadi desa Mas. Sementara itu, tokoh masyarakat Banjar Tegal Bingin, Made Dharma, menambahkan, ukiran relief ini menceritakan perjalanan Maharsi Agastya.

Perjalanan tersebut merupakan cikal bakal nama dari Desa Mas. Diceritakan, Rsi Agastya dan istrinya melaksanakan perjalanan, pada saat itu sang istri sedang mengandung.

Di tengah perjalanan bayi yang dikandung lahir diberi nama Sang Brahmana Rare Sakti. Kelahiran bayi tersebut sangat mengejutkan karena menggunakan pakaian lengkap dengan mengenakan genitri dan menggenggam bajra. 

Kemudian beliau melanjutkan perjalanan dan tiba di dataran yang cukup tinggi dimana dataran tersebut banyak terdapat ilalang.

Pada saat itu kebetulan anak beliau terus menangis tanpa henti, dan ditancapkan tongkat beliau ke tanah karena merasa sedih melihat anaknya menangis.

Alhasil tongkat yang ditancapkan itu tumbuh cabang dan berdaun. Pohon tersebut diberi nama Taru Ungu dan bunga dari pohon tersebut bersari emas. 

“Dengan pahatan yang menceritakan asal muasal terbentuknya Desa Mas, kedepannya membuat masyarakat ataupun anak muda yang melihat akan memahami terbentuknya dari desa mereka sendiri,” pungkas Made Darma. (*)

 

Selama Pandemi Covid-19, pematung di Desa Mas, Kecamatan Ubud kena imbas penjualan. Beruntung, Pemerintah Desa Mas melakukan

penataan tebing di Pura Beji Banjar Tegal Bingin. Keahlian 14 pemahat pun dituangkan membuat relief bercerita Rsi Agastya. Seperti apa?

 

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

TEBING sepanjang 30 meter di Pura Beji Banjar Tegal Bingin, Desa Mas, Kecamatan Ubud, sudah penuh ukiran. Selama enam hari, sebanyak 14 pemahat asal Desa Mas, menuangkan kreasi mereka di tebing paras itu.

Perbekel Desa Mas, Gede Dharma Yuda, menyatakan, pemahat tebing selama Pandemi Covid-19, sepi order.

“Pandemi ini tidak ada yang beli patung, lama pray (istirahat). Seniman ini memang pemahat, mereka mulai kerja sejak 6 hari lalu,” ujar Dharma Yuda kemarin.

Lantaran yang mengerjakan merupakan pemahat, perbekel sampai terkejut progress pengerjaan tergolong cepat.

“Progress sudah bagus, kami terkejut hasilnya. Ini sangat luar biasa. Saya tanya tukang beliau bilang benar dapat inspirasi, ada taksi sesuhunan di sini,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakan, pemahat sangat antusias mengerjakan ukiran di tebing yang bercerita tentang perjalanan Rsi Agastya di Desa Mas itu.

“Kesan pemahat, selain dapat pekerjaan, mereka bisa salurkan hobi, sangat antusias disamping ngayah dapat salurkan hobi, dapat rejeki,” jelasnya.

Yang terpenting, kata dia, ukiran yang terpahat di tebing akan jadi sejarah baru di Desa Mas. “Mereka akan jadi sejarah ratusan tahun ke depan. Akan terus dikenang sepanjang masa,” jelasnya.

Sederet nama pemahat ternama di Desa Mas yang ambil bagian, di antaranya Nyoman Sadra sebagai ketua. Nama lainnya, Bagong dan Dewa Koper.

“Jadi ini tidak sekadar uang saja. Ini membuat sejarah,” jelasnya.

Pemahat yang terlibat proyek Padat Karya Tunai Kotaku itu, mulai bekerja enam hari lalu. Bagian tebing yang dipahat sepanjang 30 meter. “Rencana ke depan, untuk memberikan gambaran ke masyarakat, biar sejarah tidak hilang, terjadinya Desa Mas, perjalanan Rsi Agastya,” jelasnya.

Gambaran awalnya, mulai dari kedatangan, hingga menancapkan tongkat di Pura Taman Pule. “Tumbuh pohon Tangi yang masih ada sampai sekarang,” jelasnya.

Selanjutnya ada bunga emas. kemudian sekarang menjadi desa Mas. Sementara itu, tokoh masyarakat Banjar Tegal Bingin, Made Dharma, menambahkan, ukiran relief ini menceritakan perjalanan Maharsi Agastya.

Perjalanan tersebut merupakan cikal bakal nama dari Desa Mas. Diceritakan, Rsi Agastya dan istrinya melaksanakan perjalanan, pada saat itu sang istri sedang mengandung.

Di tengah perjalanan bayi yang dikandung lahir diberi nama Sang Brahmana Rare Sakti. Kelahiran bayi tersebut sangat mengejutkan karena menggunakan pakaian lengkap dengan mengenakan genitri dan menggenggam bajra. 

Kemudian beliau melanjutkan perjalanan dan tiba di dataran yang cukup tinggi dimana dataran tersebut banyak terdapat ilalang.

Pada saat itu kebetulan anak beliau terus menangis tanpa henti, dan ditancapkan tongkat beliau ke tanah karena merasa sedih melihat anaknya menangis.

Alhasil tongkat yang ditancapkan itu tumbuh cabang dan berdaun. Pohon tersebut diberi nama Taru Ungu dan bunga dari pohon tersebut bersari emas. 

“Dengan pahatan yang menceritakan asal muasal terbentuknya Desa Mas, kedepannya membuat masyarakat ataupun anak muda yang melihat akan memahami terbentuknya dari desa mereka sendiri,” pungkas Made Darma. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/