29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:02 AM WIB

Kemdikbud Usul Permainan Tradisional Masuk Bahan Ajar Sekolah

DENPASAR –Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar sosialisasi konteks pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional.

Acara tentang kebudayaan berbasis muatan lokal tersebut digelar di Prime Plaza Hotel Sanur, Rabu kemarin (28/3).

Melalui buku ini diharapkan permainan tradisional bisa diterapkan sebagai bahan ajaran di sekolah di masing-masing kabupaten/kota di Indonesia.

Buku yang mulai digarap 2017 lalu itu merupakan panduan untuk para SKPD di bidang kebudayaan di semua kabupaten dan provinsi melalui sekolah-sekolah.

Sampai saat ini, baru 13 provinsi yang sudah membuatnya, dan Bali masuk di dalamnya. “Buku ini dapat memperkaya bahan

ajar kebudayaan,” ujar Dewi Indrawati, Kasubit PTEBT, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud.

Selama ini, lanjut Dewi, yang diajarkan hanya bidang kesenian saja atau bahasa daerah. Padahal, nyatanya masih banyak potensi-potensi budaya lokal yang bisa diangkat sebagai materi pengajaran kebudayaan.

Hal tersebut juga tertuang di dalam Permendikbud Nomor 79 tahun 2014 mengenai muatan lokal. Dalam buku tersebut, berisi tentang unsur-unsur budaya lokal.

Sejatinya, buku ini hanya contoh dan diharapkan setiap kabupaten/kota bisa menggali potensi budaya lokalnya sendiri untuk diangkat sebagai materi.

Dalam waktu dekat ini, pihaknya berharap daerah melalui dinas pendidikan dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat mengimplementasikan buku tersebut dan mengkreasi sendiri.

Bisa dalam bentuk buku teks sebagai bahan ajar ataupun diterapkan sebagai sistem pengejaran yang simulatif.

Seberapa penting buku ini diterapkan di semua provinsi? “Kalau kita sama-sama sadar, generasi muda kita sekarang ini sudah terbiasa dengan teknologi canggih.

Terutama yang paling dekat adalah penggunaan handphone. Sejatinya ini membentuk karakter individualistis,” terangnya.

“Padahal, yang namanya anak atau kita sebagai manusia harus bersifat sosial dan berinteraksi dengan sesama,” jelasnya.

Sementara itu, ketua tim penyusun buku tersebut, Prof. Dr. A.A Ngurah Anom Kumbara, MS menyatakan buku tersebut

hanya sebagai contoh ataupun stimulus untuk menuliskan kebudayaan yang ada di wilayah masing-masing.

Seperti cerita rakyat, permainan rakyat dan sebagainya. “Dalam buku ini terdapat nilai-nilai kebudayaan. Buku ini juga sebagai rangsangan saja,” ungkapnya. 

DENPASAR –Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar sosialisasi konteks pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional.

Acara tentang kebudayaan berbasis muatan lokal tersebut digelar di Prime Plaza Hotel Sanur, Rabu kemarin (28/3).

Melalui buku ini diharapkan permainan tradisional bisa diterapkan sebagai bahan ajaran di sekolah di masing-masing kabupaten/kota di Indonesia.

Buku yang mulai digarap 2017 lalu itu merupakan panduan untuk para SKPD di bidang kebudayaan di semua kabupaten dan provinsi melalui sekolah-sekolah.

Sampai saat ini, baru 13 provinsi yang sudah membuatnya, dan Bali masuk di dalamnya. “Buku ini dapat memperkaya bahan

ajar kebudayaan,” ujar Dewi Indrawati, Kasubit PTEBT, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud.

Selama ini, lanjut Dewi, yang diajarkan hanya bidang kesenian saja atau bahasa daerah. Padahal, nyatanya masih banyak potensi-potensi budaya lokal yang bisa diangkat sebagai materi pengajaran kebudayaan.

Hal tersebut juga tertuang di dalam Permendikbud Nomor 79 tahun 2014 mengenai muatan lokal. Dalam buku tersebut, berisi tentang unsur-unsur budaya lokal.

Sejatinya, buku ini hanya contoh dan diharapkan setiap kabupaten/kota bisa menggali potensi budaya lokalnya sendiri untuk diangkat sebagai materi.

Dalam waktu dekat ini, pihaknya berharap daerah melalui dinas pendidikan dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat mengimplementasikan buku tersebut dan mengkreasi sendiri.

Bisa dalam bentuk buku teks sebagai bahan ajar ataupun diterapkan sebagai sistem pengejaran yang simulatif.

Seberapa penting buku ini diterapkan di semua provinsi? “Kalau kita sama-sama sadar, generasi muda kita sekarang ini sudah terbiasa dengan teknologi canggih.

Terutama yang paling dekat adalah penggunaan handphone. Sejatinya ini membentuk karakter individualistis,” terangnya.

“Padahal, yang namanya anak atau kita sebagai manusia harus bersifat sosial dan berinteraksi dengan sesama,” jelasnya.

Sementara itu, ketua tim penyusun buku tersebut, Prof. Dr. A.A Ngurah Anom Kumbara, MS menyatakan buku tersebut

hanya sebagai contoh ataupun stimulus untuk menuliskan kebudayaan yang ada di wilayah masing-masing.

Seperti cerita rakyat, permainan rakyat dan sebagainya. “Dalam buku ini terdapat nilai-nilai kebudayaan. Buku ini juga sebagai rangsangan saja,” ungkapnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/