28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 5:47 AM WIB

Kompensasi Bebaskan Pejabat BPN, Oknum Kejati Minta Rp 5 Miliar

RadarBali.com – Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pelepasan aset negara berupa lahan taman hutan raya (Tahura) di kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai Suwung,

Batankendal, Denpasar Selatan seluas 835 meter persegi, sudah mulai disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.

Ditengah proses sidang tahap awal bagi dua terdakwa, yakni I Wayan Suwirta dan I Wayan Sudarta alias Agus, muncul kasus baru.

Terungkap ada permintaan gratifikasi dari oknum jaksa dengan nilai mencapai Rp 5 miliar dalam berita acara pemeriksaan (BAP) milik terdakwa Wayan Sudarta.

Sesuai data dan informasi yang berhasil dihimpun Jawa Pos Radar Bali, dugaan aliran dana dan gratifikasi yang dilakukan

oknum dari korp Adhiyaksa terungkap saat terdakwa Sudarta diperiksa penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Pidus Kejati) Bali, Kamis (27/7) lalu.

Saat menjalani pemeriksaan itulah, terdakwa sempat membeber adanya dugaan adanya aliran dana maupun permintaan gratifikasi oleh oknum jaksa.

Sudarta kepada penyidik menerangkan, bahwa dirinya pernah menghubungi Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar,

Tri Nugroho melalui telepon untuk menanyakan status tersangka yang ditetatapkan kepada dirinya terkait sertifikat Nomor 9362, padahal dirinya hanya sebagai penerima kuasa.

Atas pertanyaannya ini, dikatakan Wayan Sudarta, Kepala Badan Pertanahan, Tri Nugroho menjawab bahwa sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 600 juta yang diberikan kepada jaksa.

Tidak hanya itu, dari BAP tambahan ini juga terungkap, Wayan Sudarta di depan penyidik pernah mendengar cerita dari Domeng,

yang tidak lain adalah pengacara dari Tri Nugroho, yang mengatakan, jaksa pernah meminta gratifikasi sebesar Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar.

“Dana gratifikasi sebesar itu sebagai kompensasi agar kepala BPN Denpasar lepas dari masalah hukum,” ujar sumber.

Sayangnya, atas keterangan pada poin 22 lembar BAP, Sudarta yang sudah berstatus tersangka dan saat itu sudah ditahan di rumah tahanan Kelas II A Kerobokan, Senin (4/9) sekitar pukul 10.00 kembali didatangi penyidik Pidsus Kejati Bali.

Kedatangan penyidik ke Lapas, itu untuk melakukan pemeriksaan tambahan. Saat pemeriksaan tambahan di kantor Lapas Kelas II A Kerobokan,

Sudarta yang didampingi kuasa hukumnya, Marthen Blegur Laumuri kemudian memperbaiki dan mengklarifikasi keterangannya saat menjalani pemeriksaan pada tanggal 27 Jul 2017 sebagaimana poin BAP nomor 22.

Di hadapan dua jaksa penyidik, alasan Sudarta mengkarifikasi keterangannya di poin 22, karena saat memberikan keterangan

didepan penyidik saat itu, dirinya dalam keadaan emosi sehingga keterangan tersebut tidak benar dan tidak dipakai lagi alias dicabut.

Anehnya, usai mencabut keterangannya, saat menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor, Sudarta tidak lagi didampingi Marthen Blegur sebagai kuasa hukumya.

Melainkan, saat didudukkan sebagai terdakwa, Sudarta justru didampingi oleh Domeng, yang tidak lain adalah kuasa hukum dari Tri Nugroho.

Atas dugaan aliran dana dan gratifikasi, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum Kejati Bali, Edwin Beslar saat dihubungi membantah.

Menurutnya, keterangan yang disampaikan tersangka sangatlah tidak mungkin dilakukan oleh tim Penyidik.

“Pimpinan sudah sangat jelas dan tegas memerintahkan kepada tim penyidik kasus tersebut agar bekerja profesional dalam melaksanakan penegakan hukum.

Jadi apa yang disampaikan tersangka sebagaimana tertuang dalam BAP tersangka itu merupakan hak tersangka untuk menyampaikan

apapun yang ingin disampaikan dan sesuai ketentuan KUHAP, Penyidik wajib mencatatnya dalam BAP tersangka,” tegas Edwin.

Bahkan, jika tersangka memiliki bukti-bukti tentang kebenaran yang disampaikan, Jaksa asal Manado ini secara tegas mempersilahkan kepada tersangka untuk melaporkan kepada pimpinan.

”Kalau ada bukti, kami tidak menutup diri. Apabila tersangka memiliki bukti-bukti tentang kebenaran yang disampikannya, silakan melaporkan kepada pimpinan.

Kami justru apresiasi agar institusi Kejaksaan bersih dari prilaku-prilaku oknum yang tidak profesional dalam melaksanakan tugas penegakan hukum,”pungkas Edwin.

RadarBali.com – Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pelepasan aset negara berupa lahan taman hutan raya (Tahura) di kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai Suwung,

Batankendal, Denpasar Selatan seluas 835 meter persegi, sudah mulai disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.

Ditengah proses sidang tahap awal bagi dua terdakwa, yakni I Wayan Suwirta dan I Wayan Sudarta alias Agus, muncul kasus baru.

Terungkap ada permintaan gratifikasi dari oknum jaksa dengan nilai mencapai Rp 5 miliar dalam berita acara pemeriksaan (BAP) milik terdakwa Wayan Sudarta.

Sesuai data dan informasi yang berhasil dihimpun Jawa Pos Radar Bali, dugaan aliran dana dan gratifikasi yang dilakukan

oknum dari korp Adhiyaksa terungkap saat terdakwa Sudarta diperiksa penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Pidus Kejati) Bali, Kamis (27/7) lalu.

Saat menjalani pemeriksaan itulah, terdakwa sempat membeber adanya dugaan adanya aliran dana maupun permintaan gratifikasi oleh oknum jaksa.

Sudarta kepada penyidik menerangkan, bahwa dirinya pernah menghubungi Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar,

Tri Nugroho melalui telepon untuk menanyakan status tersangka yang ditetatapkan kepada dirinya terkait sertifikat Nomor 9362, padahal dirinya hanya sebagai penerima kuasa.

Atas pertanyaannya ini, dikatakan Wayan Sudarta, Kepala Badan Pertanahan, Tri Nugroho menjawab bahwa sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 600 juta yang diberikan kepada jaksa.

Tidak hanya itu, dari BAP tambahan ini juga terungkap, Wayan Sudarta di depan penyidik pernah mendengar cerita dari Domeng,

yang tidak lain adalah pengacara dari Tri Nugroho, yang mengatakan, jaksa pernah meminta gratifikasi sebesar Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar.

“Dana gratifikasi sebesar itu sebagai kompensasi agar kepala BPN Denpasar lepas dari masalah hukum,” ujar sumber.

Sayangnya, atas keterangan pada poin 22 lembar BAP, Sudarta yang sudah berstatus tersangka dan saat itu sudah ditahan di rumah tahanan Kelas II A Kerobokan, Senin (4/9) sekitar pukul 10.00 kembali didatangi penyidik Pidsus Kejati Bali.

Kedatangan penyidik ke Lapas, itu untuk melakukan pemeriksaan tambahan. Saat pemeriksaan tambahan di kantor Lapas Kelas II A Kerobokan,

Sudarta yang didampingi kuasa hukumnya, Marthen Blegur Laumuri kemudian memperbaiki dan mengklarifikasi keterangannya saat menjalani pemeriksaan pada tanggal 27 Jul 2017 sebagaimana poin BAP nomor 22.

Di hadapan dua jaksa penyidik, alasan Sudarta mengkarifikasi keterangannya di poin 22, karena saat memberikan keterangan

didepan penyidik saat itu, dirinya dalam keadaan emosi sehingga keterangan tersebut tidak benar dan tidak dipakai lagi alias dicabut.

Anehnya, usai mencabut keterangannya, saat menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor, Sudarta tidak lagi didampingi Marthen Blegur sebagai kuasa hukumya.

Melainkan, saat didudukkan sebagai terdakwa, Sudarta justru didampingi oleh Domeng, yang tidak lain adalah kuasa hukum dari Tri Nugroho.

Atas dugaan aliran dana dan gratifikasi, Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum Kejati Bali, Edwin Beslar saat dihubungi membantah.

Menurutnya, keterangan yang disampaikan tersangka sangatlah tidak mungkin dilakukan oleh tim Penyidik.

“Pimpinan sudah sangat jelas dan tegas memerintahkan kepada tim penyidik kasus tersebut agar bekerja profesional dalam melaksanakan penegakan hukum.

Jadi apa yang disampaikan tersangka sebagaimana tertuang dalam BAP tersangka itu merupakan hak tersangka untuk menyampaikan

apapun yang ingin disampaikan dan sesuai ketentuan KUHAP, Penyidik wajib mencatatnya dalam BAP tersangka,” tegas Edwin.

Bahkan, jika tersangka memiliki bukti-bukti tentang kebenaran yang disampaikan, Jaksa asal Manado ini secara tegas mempersilahkan kepada tersangka untuk melaporkan kepada pimpinan.

”Kalau ada bukti, kami tidak menutup diri. Apabila tersangka memiliki bukti-bukti tentang kebenaran yang disampikannya, silakan melaporkan kepada pimpinan.

Kami justru apresiasi agar institusi Kejaksaan bersih dari prilaku-prilaku oknum yang tidak profesional dalam melaksanakan tugas penegakan hukum,”pungkas Edwin.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/