31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 11:23 AM WIB

Bandesa Pakraman Antugan, Bali Persoalkan Biaya Makan dan Bensin

DENPASAR– Terdakwa yang juga Bendesa Pakraman Antugan, Tembuku, Bangli, I Wayan Sudirga menolak menyerah menghadapi JPU. Dalam sidang pledoi Kamis (7/4), terdakwa melaui kuasa hukumnya menyoal frasa “biaya makan dan bensin”.

 

Dalam sidang tuntutan, JPU menyebut terdakwa pernah meminta agar dirinya diperhatikan mengenai “biaya bensin dan makan” saat melakukan pendataan. Jika tidak maka terdakwa tidak mau membantu warga dalam mengurus sertifikat tanah.

 

Menurut kuasa hukum terdakwa, Sudirga tidak mengakui dan menolak pernah meminta “biaya bensin dan makan”. Hal tersebut juga terbukti dari keterangan warga yang menjadi saksi di persidangan.

 

“Terdakwa mengatakan: agar saya diperhatikan mengenai biaya bensin dan biaya makan saat melakukan pendataan,” ujar I Wayan Yasa Adnyana dan I Ketut Sujana, pengacara yang mendampingi terdakwa.

 

Menurut Yasa, terdakwa tidak pernah mengatakan tidak mau membantu warga menyertifikatkan lahan jika tidak diberi “biaya makan dan bensin”. “Warga juga tidak pernah diancam atau dipaksa oleh terdakwa, jika tidak memberikan uang dalam proses yang diurus oleh terdakwa,” tukas Yasa.

 

Dalam sidang pembuktian, warga juga menyatakan tidak keberatan saat dipungut Rp 500 ribu. Namun, JPU Kejari Bangli tetap menilai perbuatan Jero Bandesa Pekraman Antugan, Tembuku, Bangli, I Wayan Sudirga bersalah.

 

JPU menganggap Sudirga melanggar Pasal 12 huruf e UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dalam sidang terungkap Sudirga meminta uang Rp 500 ribu kepada warga yang telah dibantu mengurus Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

 

Padahal, dalam program ini pemohon PTSL tidak dipungut biaya. Namun, untuk biaya meterai dan patok tidak ditanggung pemerintah. Saksi BPN mengatakan dalam PTSL berdasar SKB tiga menteri ada biaya maksimal Rp 150 ribu.

 

Menurut keterangan para saksi di persidangan, setelah sertifikat jadi terdakwa meminta biaya rata-rata Rp 500 ribu per bidang tanah. Tetapi ada juga yang tidak dimintai. Warga mengaku tidak keberatan lantaran merasa terbantu oleh Sudirga yang sudah membantu mengurus PTSL.

 

Perbuatan Sudirga itulah yang kemudian dianggap melakukan tindak pidana korupsi. “Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa I Wayan Sudirga dengan pidana penjara selama 4,5 tahun,” ujar JPU Kevin Donaque dan IGP Rahadhyaksa, belum lama ini.

 

JPU juga menuntut pidana denda Rp 200 juta sibsider empat bulan kurungan.

 

 

 

DENPASAR– Terdakwa yang juga Bendesa Pakraman Antugan, Tembuku, Bangli, I Wayan Sudirga menolak menyerah menghadapi JPU. Dalam sidang pledoi Kamis (7/4), terdakwa melaui kuasa hukumnya menyoal frasa “biaya makan dan bensin”.

 

Dalam sidang tuntutan, JPU menyebut terdakwa pernah meminta agar dirinya diperhatikan mengenai “biaya bensin dan makan” saat melakukan pendataan. Jika tidak maka terdakwa tidak mau membantu warga dalam mengurus sertifikat tanah.

 

Menurut kuasa hukum terdakwa, Sudirga tidak mengakui dan menolak pernah meminta “biaya bensin dan makan”. Hal tersebut juga terbukti dari keterangan warga yang menjadi saksi di persidangan.

 

“Terdakwa mengatakan: agar saya diperhatikan mengenai biaya bensin dan biaya makan saat melakukan pendataan,” ujar I Wayan Yasa Adnyana dan I Ketut Sujana, pengacara yang mendampingi terdakwa.

 

Menurut Yasa, terdakwa tidak pernah mengatakan tidak mau membantu warga menyertifikatkan lahan jika tidak diberi “biaya makan dan bensin”. “Warga juga tidak pernah diancam atau dipaksa oleh terdakwa, jika tidak memberikan uang dalam proses yang diurus oleh terdakwa,” tukas Yasa.

 

Dalam sidang pembuktian, warga juga menyatakan tidak keberatan saat dipungut Rp 500 ribu. Namun, JPU Kejari Bangli tetap menilai perbuatan Jero Bandesa Pekraman Antugan, Tembuku, Bangli, I Wayan Sudirga bersalah.

 

JPU menganggap Sudirga melanggar Pasal 12 huruf e UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dalam sidang terungkap Sudirga meminta uang Rp 500 ribu kepada warga yang telah dibantu mengurus Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

 

Padahal, dalam program ini pemohon PTSL tidak dipungut biaya. Namun, untuk biaya meterai dan patok tidak ditanggung pemerintah. Saksi BPN mengatakan dalam PTSL berdasar SKB tiga menteri ada biaya maksimal Rp 150 ribu.

 

Menurut keterangan para saksi di persidangan, setelah sertifikat jadi terdakwa meminta biaya rata-rata Rp 500 ribu per bidang tanah. Tetapi ada juga yang tidak dimintai. Warga mengaku tidak keberatan lantaran merasa terbantu oleh Sudirga yang sudah membantu mengurus PTSL.

 

Perbuatan Sudirga itulah yang kemudian dianggap melakukan tindak pidana korupsi. “Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa I Wayan Sudirga dengan pidana penjara selama 4,5 tahun,” ujar JPU Kevin Donaque dan IGP Rahadhyaksa, belum lama ini.

 

JPU juga menuntut pidana denda Rp 200 juta sibsider empat bulan kurungan.

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/