DENPASAR– Sidang perdana dengan terdakwa mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti tinggal empat hari lagi. Rencananya perempuan 46 tahun itu diadili secara offline alias tatap muka di Pengadilan Tipikor Denpasar.
“Sidang direncanakan offline, tapi kami tetap menyiagakan sidang online juga. Tergantung kesanggupan jaksa KPK apakah bisa menghadirkan terdakwa secara offline,” ujar juru bicara Pengadilan Negeri Denpasar, Gede Putra Astawa kepada Jawa Pos Radar Bali, Kamis (9/6).
Ditanya apakah sudah koordinasi dengan aparat keamanan untuk pengamanan jika sidang luring, Astawa menyebut sementara waktu tidak melibatkan aparat keamanan. Astawa menegaskan, sidang dengan terdakwa Eka Wiryastuti akan digelar sebagaimana terdakwa lainnya. Tidak ada yang khusus atau istimewa. “Sementara kami pakai keamanan internal pengadilan,” tukasnya.
Sidang putri Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama itu bakal digelar 14 Juni 2022. Persidangan Eka dilakukan setelah berkasnya dilimpahkan di pengadilan, Jumat (3/6) lalu. Berkas dilimpahkan langsung oleh jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Astawa menjelaskan, susunan majelis hakim yang akan bertugas adalah I Nyoman Wiguna, Gede Putra Astawa, dan Nelson (hakim ad hoc). “Sidang akan dipimpin langsung Ketua PN Denpasar (I Nyoman Wiguna),” imbuh Astawa.
Sementara itu informasi yang diterima, Eka mengganti pengacara sebelum sidang dimulai. Pengacaranya saat ini adalah Gede Wija Kusuma. Ketika dihubungi, Gede juga membenarkan sidang direncanakan offline. Namun, semua bergantung pada majelis hakim dan jaksa.
Ditanya kesiapan dirinya menghadapi sidang perdana, pengacara kawakan itu menyebut tidak ada persiapan khusus. “Persiapannya biasa saja, seperti sidang lainnya,” ucap Gede.
Gede menyebut hari ini pihaknya bakal mendaftarkan surat kuasa ke PN Denpasar. Sayangnya, juru bicara KPK Ali Fikri yang dikonfirmasi terpisah tidak memberikan tanggapan.
Seperti diketahui, Eka Wiryastuti ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengurusan Dana Insentif Daerah Kabupaten Tabanan 2018. Saat ini Eka ditahan di Rutan Polda Bali.
Selain Eka, KPK juga menahan I Dewa Nyoman Wiratmaja, dosen UNUD sekaligus staf khusus Eka Wiryastuti. Bedanya Wiratmaja ditahan di Rutan Polresta Denpasar.
Penetapan Eka sebagai tersangka setelah KPK melakukan pengumpulan alat bukti dan berdasarkan fakta persidangan dalam perkara Yaya Purnomo (pejabat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan).
Setelah perkara Yaya Purnomo berkekuatan hukum tetap, kemudian dilanjutkan dengan proses penyelidikan. KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan pada Oktober 2021.
Eka selaku Bupati Tabanan periode 2010 s/d 2015 dan periode 2016 s/d 2021 dalam melaksanakan tugasnya mengangkat Wiratmaja sebagai staf khusus bidang ekonomi dan pembangunan.
“Sekitar Agustus 2017, ada inisiatif NPEW (Eka Wiryastuti) untuk mengajukan permohonan Dana Insentif Daerah (DID) dari Pemerintah Pusat senilai Rp65 Miliar,” jelas Lili, Wakil Ketua KPK, saat memberikan keterangan pers belum lama ini.
Untuk merealisasikan keinginannya tersebut, Eka memerintahkan Suryatmaja menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi permohonan pengajuan dana DID dimaksud. Eka juga memerintahkan Wiratmaja menemui serta berkomunikasi dengan beberapa pihak yang dapat memuluskan usulan tersebut.
Adapun pihak yang ditemui yaitu Yaya Purnomo dan tersangka Rifan yang diduga memiliki kewenangan dan dapat mengawal usulan dana DID untuk Kabupaten Tabanan 2018.
Yaya Purnomo dan Rifan kemudian diduga mengajukan syarat khusus untuk mengawal usulan Dana DID pada tersangka Wiratmaja. Yaya dan Rifan diduga meminta sejumlah uang sebagai fee. Dana untuk fee disebut dengan “dana adat istiadat”.
Permintaan uptei itu lalu diteruskan tersangka Wiratmaja pada tersangka Eka Wiryastuti dan mendapat persetujuan. Nilai fee yang ditentukan oleh Yaya Purnomo dan tersangka Rifan diduga sebesar 2,5 persen dari alokasi dana DID yang nantinya didapat oleh Kabupaten Tabanan di Tahun Anggaran 2018.
Sekitar Agustus sampai Desember 2017, diduga dilakukan penyerahan uang secara bertahap oleh Wiratmaja pada Yaya Purnomo dan Rifan di salah satu hotel di Jakarta. Jumlah yang diserahkan sekitar Rp 600 juta dan USD 55.300.
Eka dan Wiratmaja sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (san)