DENPASAR– Badan Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Denpasar melakukan pengawasan dan pendampingan intensif terhadap I Ketut Sudikerta, 54, setelah bebas dari Lapas Kelas IIA Kerobokan. Ada dua model pengawasan yang diterapkan Bapas untuk memonitor mantan Wagub Bali itu.
Kepala Bapas Kelas I Denpasar, Ni Luh Putu Andiyani mengungkapkan, pengawasan dan pembimbingan dilaksanakan secara daring dan luring. “Untuk daring minimal seminggu sekali yang bersangkutan (Sudikerta) wajib lapor. Sedangkan untuk luringnya kami datangi langsung ke rumahnya,” ujar Andiyani kepada Jawa Pos Radar Bali, Senin (14/3).
Terakhir kali pengawasan luring dilakukan pada 9 Maret 2022. Bapas menugaskan anggota bernama I Wayan Suryadinatha untuk menjadi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Sudikerta. Suryadinatha dan tim datang ke rumah Sudikerta di Jalan Drupadi, Denpasar.
Tugas PK sendiri adalah mengawasi dan membimbing narapidana yang mendapat asimilasi. Menurut Suryadinatha, Sudikerta banyak mengalami perubahan setelah menjalani pembinaan di dalam Lapas Kelas IIA Kerobokan.
Saat ini, lanjut Suryadinatha, Sudikerta fokus menekuni kerohanian. Mantan Bupati Badung itu juga terlihat lebih religius. “Pak Sudikerta banyak belajar tentang rohani,” ungkap Suryadinatha.
Saat menerima Suryadinatha, Sudikerta memakai baju puith serta kamen putih dibalut kain kuning. Baju serupa juga dikenakan Sudikerta ketika menerima tamu lain yang datang ke rumahnya.
Sebagai PK yang bertugas mendampingi Sudikerta, Suryadinatha mendukung apa yang ditekuni Sudikerta. Diakui Suryadinatha, Sudikerta tergolong aktif melapor. Meski wajib lapor satu kali dalam sepekan, Sudikerta hampir setiap hari melapor. Bahkan, ketika ada tamu datang langsung melapor.
Setelah bebas, kolega Sudikerta memang banyak datang menjenguk. Di antaranya mantan Bupati Badung AA Gde Agung dan Wali Kota Denpasar IGN Jayanegara.
“Melapornya kadang video call, kadang lewat foto. Intinya selain melapor, kami juga terus memantau keberadaan Sudikerta,” jelasnya. “Ketika Sudikerta hendak keluar kota juga wajib melapor pada Bapas,” tandasnya.
Ditanya kapan Sudikerta bebas murni, Suryadinatha menyebut tidak tahu persis karena ada ketetapan dari Kementerian Hukum dan HAM RI.
Andiyani menambahkan, selama menjalani asimiliasi, Sudikerta harus taat terhadap syarat umum dan khusus. Syarat khusus di antaranya Sudikerta wajib melaporkan diri kepada PK. Sementara syarat umum yang harus ditaati antara lain wajib disiplin prokes.
Sudikerta juga dilarang berbuat tindak pidana atau mengulangi tindak pidana serupa. “Kalau sampai berbuat tindak pidana, maka asimilasinya dicabut,” tukas Andiyani.
Seperti diberitakan sebelumnya, dari vonis enam tahun penjara, Sudikerta hanya menjalani hukuman 2 tahun 10 bulan.
Pria dengan nama alias Tomy kecil itu bebas dari bui dengan jalur asimilasi rumah sesuai Permenkumham Nomor 43/2021. Dalam regulasi itu diterangkan, dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19, napi yang sudah menjalani masa pidana 2/3 pada bulan Juni 2022 dapat diberikan asimilasi rumah.
Bila tanpa asimilasi dan remisi, Sudikerta baru bebas murni pada 2025. Sudikerta keluar dari Lapas Kelas IIA Kerobokan pada Selasa (22/2). Informasi yang dirangkum Jawa Pos Radar Bali, setelah keluar dari lapas, tempat pertama yang dituju Sudikerta adalah kediamannya di Jalan Drupadi, Denpasar.
Setelah itu Sudikerta langsung melukat atau membersihkan diri secara spiritual ke pantai. “Melukat di Pantai Mertasari,” ujar Warsa T. Bhuwana, pengacara Sudikerta.
Sementara itu, Kalapas Kelas IIA Kerobokan Fikri Jaya Soebing mengungkapkan, Sudikerta bebas asimilasi rumah sesuai ketentuan yang berlaku. “Bebas dengan asimilasi rumah, bukan bebas murni. Sudikerta kami bebaskan bersama lima orang warga binaan lainnya,” tutur Fikri.
Dijelaskan lebih lanjut, berdasar Permenkumham Nomor 43/2021, narapidana yang jatuh 2/3 masa pidananya pada Juni 2022 dapat diberikan asimilasi di rumah.
Untuk 2/3 masa hukuman Sudikerta jatuh pada tanggal 3 bulan Juni 2022. “Jadi dia (Sudikerta) berhak mendapat asimilasi, karena sudah memenuhi persyaratan, seperti mengikuti bimbingan dan lainnya,” tegas Fikri.
Seperti diketahui, pada 20 Desember 2019 Sudikerta diganjar pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider empat bulan kurungan. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan tim JPU yang menuntut 15 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider enam bulan kurungan.
Sudikerta dinyatakan bersalah melakukan penipuan dan TPPU senilai Rp 150 miliar dengan korbannya, bos PT Maspion Surabaya, Alim Markus. Sudikerta terbukti melanggar Pasal Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tersungkur di pengadilan tingkat pertama, Sudikerta berjaya saat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar. Di luar dugaan, majelis hakim PT Denpasar memberi korting hukuman terhadap Sudikerta. Vonis yang sebelumnya 12 tahun turun setengah menjadi 6 tahun penjara. Tidak hanya itu, pidana denda Rp 5 miliar juga turun menjadi Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Putusan itu diperkuat kasasi MA.