NEGARA – Ada-ada isi dunia. Seorang anak di bawah umur, sebut saja namanya Bunga, asal Jembrana, merasa menjadi korban persetubuhan hingga hamil. Ujung-ujungnya, keluarga korban melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Jembrana dan mendesak polisi memproses hukum terhadap pelaku.
Salah satu kerabat korban menyampaikan kepada polisi bahwa korban yang bulan Oktober ini genap berusia 17 tahun mengenal si pelaku KAP,22, juga berasal dari Kecamatan Melaya. Perkenalan pertama melalui media sosial (medsos) pada bulan Mei lalu. Singkat cerita, keduanya pun pacaran.
Setelah berpacaran, keduanya beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami istri. Si Bunga pun “dihajar” layaknya suami istri, hingga akhirnya si Bunga yang lulusan SMP ini hamil dan meminta pertanggungjawaban pelaku. “Awalnya pelaku sempat menolak bertanggungjawab” ujar sumber kerabat Bunga saat ditemui di Mapolres Jembrana.
Setelah proses mediasi keluarga kedua belah pihak, akhirnya korban dan pelaku dinikahkan secara adat. Namun pernikahan pelaku dan korban yang sudah hamil empat bulan ini tidak dihadiri perangkat desa adat.
Waktu itu, hanya sebatas pihak keluarga korban dan pelaku. “Saya sebenarnya tidak mau ada pernikahan itu. Saya ingin proses hukum. Tetapi keluarga memilih menikahkan,” ungkapnya.
Pernikahan secara adat yang dilakukan pada September 2022 itu, si Bunga pun dibawa ke rumah pelaku. Sempat bermalam di rumah pelaku.
Keesokan harinya korban dikembalikan lagi kepada orang tuanya. Keluarga korban tidak terima dengan perbuatan pelaku. Ini karena selama semalam korban dibawa pelaku tidur di rumahnya diperlakukan tidak selayaknya. “Tidurnya sendiri – sendiri, nggak dikasih makan (tidak dinafkahi, maksudnya),” tuturnya.
Selain itu, saat mengantar korban ke rumah orang tuanya, pelaku yang datang bersama orang tuanya hanya mengatakan sudah tidak suka lagi dan pelaku bernama keluarganya juga memaksa menandatangani surat cerai.
Surat cerai yang dibuat oleh pihak pelaku dinilai janggal. Karena setelah pernikahan secara adat tidak pernah ada surat perjanjian atau pernyataan nikah. Namun setelah pelaku mengantar korban, ada surat cerai dengan kop surat desa adat.
Karena pihak keluarga korban tidak terima dengan perlakuan pelaku dan keluarganya, melaporkan ke Polres Jembrana. Keluarga mendesak kepolisian mengusut tuntas dan mengganjar pelaku dengan hukuman. “Mereka (kelurga pelaku) menantang kalau kasus dilaporkan,” ujar kerabat si Bunga.
Kedatangan keluarga korban ke Polres Jembrana, sebenarnya sudah kedua kalinya. Sebelumnya sekitar bulan September, sebelum ada pernikahan secara adat, ayah korban sudah datang ke Polres Jembrana untuk melapor. Namun batal melaporkan. “Pelaku katanya disuruh menyelesaikan secara kekeluargaan,” ujarnya.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Jembrana AKP Muhammad Reza Pranata, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa memang ada laporan adanya persetubuhan anak di bawah umur. “Kejadian sudah lama, baru dilaporkan,” jelasnya.
Menurutnya, dari keterangan korban memang awalnya terduga pelaku bertanggungjawab dengan menikah secara adat. “Setelah menikah ternyata si perempuan ini (korban) tak terurus sebagaimana mestinya berumahtangga, tidak dihiraukan, akhirnya tidak terima,” jelasnya.
Meskipun sudah ada pernikahan secara adat dan ada dugaan penelantaran. “Kami dalami ke sana dulu (persetubuhan). Karena pernikahan ini masih secara adat, kami akan pastikan lagi secara adat itu sah atau tidak. Kami masih mendalami lagi,” tegasnya. (m.basir/radar bali)