DENPASAR– Dewa Gede Radhea Prana Prabawa (DGR), 34, tersangka gratifikasi dan TPPU sejumlah proyek di Kabupaten Buleleng sudah sebelas hari menjalani penahanan di Lapas Kelas IIA Kerobokan.
Putra mantan Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka itu tidak lama lagi bakal duduk sebagai pesakitan di pengadilan. Pasalnya, jaksa penyidik Kejati Bali tengah mengebut pemberkasan dakwaan Radhea. Hal itu diungkapkan Kasi Penkum Kejati Bali, A Luga Harlianto saat dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali. “Saat ini berkas (dakwaan) sedang dibawa ke jaksa peneliti untuk diteliti kelengkapannya,” ujar Luga, Minggu kemarin (21/8).
Ditanya perkiraan berkas dilimpahkan ke pengadilan, Luga tidak bisa memastikan. Mantan Kacabjari Nusa Penida, Klungkung, itu menyebut dalam waktu dekat setelah berkas dinyatakan lengkap.“Diharapkan secepatnya bisa P-21 (berkas lengkap), sehingga tersangka dan barang bukti dapat diserahkan ke JPU secepatnya untuk dibawa ke persidangan,” tukasnya.
Luga menegaskan, Radhea dijadikan tersangka terkait perannya dalam perkara gratifikasi dan TPPU proyek di Kabupaten Buleleng. Di antaranya terkait perizinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih, Buleleng. Lebih lanjut dijelaskan, alasan penahanan Radhea lantaran proses penyidikan sudah rampung. “Alasan obyektif penahanan tersangka karena ancaman hukumannya di atas lima tahun. Sedangkan alasan subyektif ada kekhawatiran tersangka melarikan diri,” tukas mantan Kasi Datun Kejari Merauke itu.
Selain didampingi tim penasihat hukumnya, tersangka Radhea juga diantar istri dan ibunya saat mendatangi Kejati Bali. Saat dibawa ke Lapas Kelas IIA Kerobokan, istri dan ibunya ikut melepas.
Luga menambahkan, Radhea disangka melanggar Pasal 12 huruf (e) juncto Pasal 15 Tipikor juncto Pasal 56 ayat (2) KUHP; Pasal 3 juncto Pasal 10 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 56 ayat (2) KUHP; Pasal 5 ayat (1) UU TPPU.
Sementara itu, Gede Indria mengatakan seharusnya saksi Made Sukawan Adika (Direktur CV Singajaya Konsultan) juga dijadikan tersangka. Ia menyebut Sukawan Adika ikut menerima dan menikmati aliran uang. “Kami melihat ada diskriminalisasi dalam kasus ini. Sukawan Adika semestinya juga dijadikan tersangka, karena perannya lebih besar daripada seorang Radhea,” ucap pengacara kawakan itu.
Apalagi, lanjut Indria, dalam dakwaan Puspaka disebut juga Sukawan. Ia berharap peran Sukawan bisa terungkap di dalam persidangan mendatang. “Kalaupun Sukawan jadi saksi, kami mohon agar ditetapkan sebagai tersangka melalui sidang karena perannya sangat besar,” tandasnya.
Dalam dakwaan Puspaka disebut ada aliran dana yang mampir ke rekening Sukawan sebesar Rp1,8 miliar dari PT Padma Energi Indonesia. Uang tersebut merupakan pembayaran jasa konsultan atas pengurusan izin pembangunan Terminal Penerima dan Distribusi LNG Celukan Bawang.
Namun, dari jumlah Rp1,8 miliar yang diterima, saksi Sukawan hanya menggunakan uang untuk jasa konsultan yang dikerjakan sebesar Rp 725 juta. Sedangkan sisanya sebesar Rp1,1 miliar atas perintah Puspaka ditransfer ke sejumlah pihak.
Radhea disangka mendapat aliran dana sebesar Rp 4,7 miliar. Penyidik menemukan perbuatan tersangka diduga menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Penyidikan tersangka Radeha sendiri digelar sejak Januari 2022 berdasarkan sprindik Kajati Bali tertanggal 24 Januari 2022. Sehari setelah sprindik terbit, pada 25 Januari 2022, Radhea ditetapkan menjadi tersangka. (san)