DENPASAR – Upaya I Nyoman Susrama, 58, mendapatkan remisi perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana sementara dipastikan membentur tembok tebal.
Pasalnya, aktor intelektual pembunuhan jurnalis Jawa Pos Radar Bali mendiang AA Narendra Prabangsa itu wajib mendapat tanggapan tidak keberatan atau maaf dari keluarga korban.
Sesuai peraturan yang berlaku, tanggapan keluarga korban menjadi syarat mutlak dalam proses penilitian masyarakat (litmas).
Hasil litmas itu kemudian disidangkan tim pengamat pemasyarakatan (TPP) Kanwil Hukum dan HAM Bali untuk diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM RI.
Tahun lalu Susrama berhasil mendapat remisi. Namun, setelah ditelusuri ternyata remisi tersebut cacat prosedur lantaran tidak menyertakan tanggapan keluarga korban.
Selain itu, perubahan remisi juga disambut gelombang unjuk rasa para jurnalis dan elemen aktivis kemanusiaan hingga kalangan mahasiswa. Remisi pun dicabut Presiden Jokowi.
Informasi yang dirangkum Jawa Pos Radar Bali, jika remisi sudah pernah dicabut, maka itu sudah menjadi “catatan hitam” bagi napi yang bersangkutan.
Sementara itu, Suprapto selaku Kadivpas Kanwil Hukum dan HAM Wilayah Bali saat dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali ini mengaku dirinya sudah
turun langsung ke Rutan Bangli dan Bapas Karangasem guna mengecek kabar pengajuan remisi Susrama.
Turunnya Suprapto juga atas perintah langsung Kepala Kanwil Hukum dan HAM Bali, Sutrisno.
Dikatakan Suprapto, permohonan remisi merupakan hak napi. Karutan berkewajiban memproses permohonan yang diajukan napi.
Begitu juga Bapas, harus memfasilitasi dengan melakukan litmas. “Sekarang, yang paling penting adalah tanggapan keluarga korban. Apakah mau memaafkan terpidana atau tidak,” terang Suprapto, kemarin (22/4).
Dijelaskan Suprapto, berdasar laporan petugas Bapas Karangasem yang turun ke rumah keluarga korban di Puri Kanginan, Bangli, ditemui ibu kandung mendiang Prabangsa, Anak Agung Ayu Raka beserta kerabatnya.
Hasilnya, keluarga mendiang Prabangsa dengan tegas menolak memberikan maaf. Penolakan itu bukannya tanpa alasan. Sebab, Susrama tidak mau mengakui telah membunuh Prabangsa.
“Kami menolak memberi maaf, karena Susrama sendiri tidak pernah mengakui membunuh. Bagaimana kami mengampuni orang yang tidak mengaku membunuh,” tegas keluarga mendiang Prabangsa.
Nah, respons dari keluarga korban itulah yang harus dicamkan petugas Bapas. Bahwa pintu maaf sudah tertutup rapat.
“Ya sudah, hasilnya apa yang menjadi jawaban keluarga korban itu yang mesti dicatat apa adanya. Ini (tanggapan keluarga korban) ada aturannya, semua berdasar aturan,” tukas Suprapto.
Ditanya apakah tanggapan keluarga yang enggan memberikan maaf itu menjadi penegas bahwa usulan remisi Susrama layak ditolak,
Suprapto menyebut tanggapan pihak keluarga menjadi alasan penting dikabulkan atau tidak remisi yang diajukan napi.
Salah satu persayaratan substantif dan administratif yaitu harus mendapat persetujuan keluarga korban.