27.3 C
Jakarta
30 April 2024, 8:00 AM WIB

Badah, Diadili di PN Denpasar, Residivis Otak Pengimpor Sabu Nangis

DENPASAR – Tujuh orang anggota sindikat narkoba jaringan Malaysia – Bali saling bersaksi dalam sidang daring di PN Denpasar, kemarin (27/4).

Aktor intelektual pengiriman sabu ini adalah perempuan bernama Lasmanah alias Nana, 51, dan Hambali Bin Ahmad, 38.

Keduanya adalah narapidana (napi) Lapas Kelas IIB Karangasem. Saat ini Lasmanah dibawa ke Lapas Perempuan Kelas IIA Denpasar. Sedangkan Hambali dilayar ke Nusa Kambangan.

Persidangan berlangsung seru karena lima terdakwa sama-sama menjadi saksi mahkota. Mereka juga menolak disalahkan.

Mereka mengaku hanya ikut-ikutan dan menjalankan perintah dari Lasmanah maupun Hambali. Wajar jika mereka berkelit karena tidak ingin mendapat hukuman berat.

“Saya hanya bermaksud baik hati, karena diminta tolong ambil paket,” cetus terdakwa Aldo Putra Kurniawan.

Lasmanah sendiri menangis sesenggukan saat ditanya JPU Yuli Peladiyanti. Perempun lulusan S-1 itu mengaku melakukan semuanya karena butuh uang untuk membiayai sekolah anaknya.

“Saya kapok, saya tidak akan mengulanginya lagi,” ujar Lasmanah sambil berurai air mata. Terdakwa asal Ciamis, Jawa Barat itu lantas menceritakan awal dirinya mengotaki impor sabu dari Negeri Jiran.

Berawal pada 15 Agustus 2019, terdakwa menelepon seseorang yang dipanggil Brother. “Saya menelepon mau meminta uang, karena sangat membutuhkan uang untuk biaya sekolah anak-anak,” tuturnya.

Brother menyuruh terdakwa kerja kalau mau uang. Terdakwa diminta mencari orang untuk menerim sabu dari Malaysia ke Bali.

Sistem pembayaran dapat dilakukan dengan mengirim uang setiap tiga hari sekali. Rencananya Brother mengirim 250 gram sabu.

Mendengar hal tersebut terdakwa menyetujui. Terdakwa berupaya mencari orang. Pada 17 Agustus 2019, terdakwa bertemu saksi ahli Hambali Bin Ahmad (berkas terpisah) di Lapangan Lapas Kelas IIB Karangasem.

Terdakwa menyampaikan penawaran kerja sama pada Hambali. Bahwa aka nada kiriman sabu dari Malaysia dengan harga beli Rp 80 juta/100 gram dan dijual menjadi Rp 120 juta/gram.

Mendapat keuntungan Rp 40 juta/gram. Tergiur keuntungan besar, Hambali pun setuju. Selanjutnya Hambali mencari orang untuk menerima paket.

Tanggal 19 Agustus Hambali dapat orang dan alamat penerima paket di Griya Pandan Sari, Jalan Kebo Iwa Selatan, Padang Sambian, Denpasar Barat, atas nama Aldo Putra Kurniawan.

Singkat cerita, pada 20 Agustus sabu dikirim dari Malaysia dengan ekspedisi FedEx. Terdakwa mengecek pengiriman sabu melalui internet, sehingga terdakwa mengetahui paket tersebut sampai di Jakarta.

Diperkirakan sampai ke Bali pada 23 Agustus sore. Pada 26 Agustus pukul 12.30 paket sudah diterima Aldo.

Di luar dugaan, pengiriman narkoba tersebut sudah diawasi tim Direktorat Narkoba Bareskrim Polri. Pengawasan paket diawasi sejak tiba di Bea Cukai Jakarta.

Polisi bekerja sama dengan kurir ekspedisi, saat menyerahkan paket pada Aldo, polisi langsung melakukan penangkapan. 

Aldo mengaku diperintah dari Hendra Kurniawan, napi Lapas Kelas IIB Karangasem. Hari itu juga polisi menuju Karangasem menemui Hendra Kurniawan.

Dari Hendra bersama terdakwa, Febri Haryadi alasi Bagong, Hambali, Imam Bukhari, Aldo Putra Kurniawan, serta Tio Firmansyah bekerja sama menerima sabu dari Malaysia.

Terdakwa mengaku berperan aktif komunikasi dengan Brother dan merencanakan bersama Hambali. Barang bukti sabu seberat 177 gram

Terdakwa pun dijerat pasal berlapis. Yakni Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika, serta Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU yang sama. Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan. 

DENPASAR – Tujuh orang anggota sindikat narkoba jaringan Malaysia – Bali saling bersaksi dalam sidang daring di PN Denpasar, kemarin (27/4).

Aktor intelektual pengiriman sabu ini adalah perempuan bernama Lasmanah alias Nana, 51, dan Hambali Bin Ahmad, 38.

Keduanya adalah narapidana (napi) Lapas Kelas IIB Karangasem. Saat ini Lasmanah dibawa ke Lapas Perempuan Kelas IIA Denpasar. Sedangkan Hambali dilayar ke Nusa Kambangan.

Persidangan berlangsung seru karena lima terdakwa sama-sama menjadi saksi mahkota. Mereka juga menolak disalahkan.

Mereka mengaku hanya ikut-ikutan dan menjalankan perintah dari Lasmanah maupun Hambali. Wajar jika mereka berkelit karena tidak ingin mendapat hukuman berat.

“Saya hanya bermaksud baik hati, karena diminta tolong ambil paket,” cetus terdakwa Aldo Putra Kurniawan.

Lasmanah sendiri menangis sesenggukan saat ditanya JPU Yuli Peladiyanti. Perempun lulusan S-1 itu mengaku melakukan semuanya karena butuh uang untuk membiayai sekolah anaknya.

“Saya kapok, saya tidak akan mengulanginya lagi,” ujar Lasmanah sambil berurai air mata. Terdakwa asal Ciamis, Jawa Barat itu lantas menceritakan awal dirinya mengotaki impor sabu dari Negeri Jiran.

Berawal pada 15 Agustus 2019, terdakwa menelepon seseorang yang dipanggil Brother. “Saya menelepon mau meminta uang, karena sangat membutuhkan uang untuk biaya sekolah anak-anak,” tuturnya.

Brother menyuruh terdakwa kerja kalau mau uang. Terdakwa diminta mencari orang untuk menerim sabu dari Malaysia ke Bali.

Sistem pembayaran dapat dilakukan dengan mengirim uang setiap tiga hari sekali. Rencananya Brother mengirim 250 gram sabu.

Mendengar hal tersebut terdakwa menyetujui. Terdakwa berupaya mencari orang. Pada 17 Agustus 2019, terdakwa bertemu saksi ahli Hambali Bin Ahmad (berkas terpisah) di Lapangan Lapas Kelas IIB Karangasem.

Terdakwa menyampaikan penawaran kerja sama pada Hambali. Bahwa aka nada kiriman sabu dari Malaysia dengan harga beli Rp 80 juta/100 gram dan dijual menjadi Rp 120 juta/gram.

Mendapat keuntungan Rp 40 juta/gram. Tergiur keuntungan besar, Hambali pun setuju. Selanjutnya Hambali mencari orang untuk menerima paket.

Tanggal 19 Agustus Hambali dapat orang dan alamat penerima paket di Griya Pandan Sari, Jalan Kebo Iwa Selatan, Padang Sambian, Denpasar Barat, atas nama Aldo Putra Kurniawan.

Singkat cerita, pada 20 Agustus sabu dikirim dari Malaysia dengan ekspedisi FedEx. Terdakwa mengecek pengiriman sabu melalui internet, sehingga terdakwa mengetahui paket tersebut sampai di Jakarta.

Diperkirakan sampai ke Bali pada 23 Agustus sore. Pada 26 Agustus pukul 12.30 paket sudah diterima Aldo.

Di luar dugaan, pengiriman narkoba tersebut sudah diawasi tim Direktorat Narkoba Bareskrim Polri. Pengawasan paket diawasi sejak tiba di Bea Cukai Jakarta.

Polisi bekerja sama dengan kurir ekspedisi, saat menyerahkan paket pada Aldo, polisi langsung melakukan penangkapan. 

Aldo mengaku diperintah dari Hendra Kurniawan, napi Lapas Kelas IIB Karangasem. Hari itu juga polisi menuju Karangasem menemui Hendra Kurniawan.

Dari Hendra bersama terdakwa, Febri Haryadi alasi Bagong, Hambali, Imam Bukhari, Aldo Putra Kurniawan, serta Tio Firmansyah bekerja sama menerima sabu dari Malaysia.

Terdakwa mengaku berperan aktif komunikasi dengan Brother dan merencanakan bersama Hambali. Barang bukti sabu seberat 177 gram

Terdakwa pun dijerat pasal berlapis. Yakni Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika, serta Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU yang sama. Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/