24.1 C
Jakarta
18 September 2024, 8:22 AM WIB

Terkenal Karena Nama Eros Laee, Berulangkali Boyong Piala

Kepiawaiannya membuat perahu layar/balap membuat Fatahudin menjadi terkenal. Hal itu pun berdampak pada pemesanan pembuat perahu.

Pelanggan berdatangan untuk membuat perahu kepada pria asal Banjar Bunut Panggang, Kaliasem Lovina. Seperti apa?

 

JULIADI, Singaraja

HINGGA menjelang sore hari, Jawa Pos Radar Bali masih berbincang ringan dengan Fatahuddin ditemani secangkir kopi sembari melakukan aktivitas pembuatan perahu balap.

Fatahudin menceritakan hingga dirinya tetap bertahan sebagai tukang perahu. “Ini perahu balap dengan ukuran 9 meter dan lebar 38 cm.

Bulan Agustus jukung ini akan ikut berlomba pada kejuaraan perahu layar tingkat Kabupaten Buleleng,” kata Fatahudin sambil mesin strut ditangannya digunakan untuk menghaluskan kayu belalu.

Dikatakan Fatahudin hasil buatan pribadi jukung balap tak pernah untuk dijual. Tetapi menjadi koleksi pribadi.

Banyak yang berminta membeli tetap dirinya menolak. Ini kepuasan hasil kerja. Kepuasan batin. “Apalagi jukung balap buatan sendiri terus menang dalam lomba perahu layar,” ungkapnya.  

Membuat Fatahudin tetap bisa bertahan sebagai tukang pembuat perahu balap dari kayu. Tak lain karena ketekunan dan hobinya pada perahu. Berkarya sebagai tukang perahu tergantung mood.

“Kalau ada mood bisa saja perahu balap saya selesaikan dengan jangka waktu 15 hari. Namun jika tidak bisa berbulan-bulan lamanya,” kata pria berusia 47 ini.

Mengikuti kejuaraan perahu layar lanjut Fatahudin sejati mencari nama. Jika menang lomba. maka imbasnya pada nama.

Orang akan bertanya siapa pembuat jukung itu. Secara otomatis orang akan datang untuk membuat jukung.

Permintaan pemesanan pembuat jukung/perahu meningkat. Baik pemesan perahu fiber atau perahu kayu.

Rata-rata dalam sebulan1 sampai 2 perahu yang dipesan pembuatannya. Belum lagi harus terima servis perahu.

Itu sisi lebihnya. Kalau hadiah lomba lebih kecil tidak seberapa hanya sebesar Rp 5 juta. Sedangkan biaya membuat jukung sampai puluhan juta.     

“Sejak tahun 2009 saya ikuti lomba perahu layar dan selalu mendapat juara. Sekitar 10 kali saya menang lomba,” tuturnya semberi

berkata kalau nama jukung balap saat lomba eros laee sedangkan saya biasa dipanggil etong oleh teman.

Diapun menjelaskan berbeda jelas pembuatan perahu fiber dengan perahu kayu. Perahu fiber lebih mudah pembuatannya.

Dan jangka waktu yang dibutuhkan sangat singkat. Mal atau ukuran sudah ada tingggal pembentukkannya.

Sementara perahu kayu lebih rumit karena harus pembentukkan sejak awal. Baik desain, model dan cara menghaluskan seluruh bagiannya.

“Meski sudah semua perahu gunakan fiber saya tetap bertahan dengan perahu kayu. Karena kekuatannya lebih lama sampai puluhan tahun asal dirawat benar,” bebernya.

Saat ini Fatahudin masih menyelesaikan prahu balap/layar yang terbuat dari kayu untuk mengikuti lomba.

Dia berharap sebagai pembuat jukung balap. Ketika lomba digelar pemerintah hanya menghadiahkan lebih besar dan waktu lomba ditetapkan tidak molor.

“Harap kami juga sebagai pembuat jukung/perahu tidak lain modal yang kurang dan itu juga harus diperhatikan pemerintah,” tandasnya. (*)

 

 

Kepiawaiannya membuat perahu layar/balap membuat Fatahudin menjadi terkenal. Hal itu pun berdampak pada pemesanan pembuat perahu.

Pelanggan berdatangan untuk membuat perahu kepada pria asal Banjar Bunut Panggang, Kaliasem Lovina. Seperti apa?

 

JULIADI, Singaraja

HINGGA menjelang sore hari, Jawa Pos Radar Bali masih berbincang ringan dengan Fatahuddin ditemani secangkir kopi sembari melakukan aktivitas pembuatan perahu balap.

Fatahudin menceritakan hingga dirinya tetap bertahan sebagai tukang perahu. “Ini perahu balap dengan ukuran 9 meter dan lebar 38 cm.

Bulan Agustus jukung ini akan ikut berlomba pada kejuaraan perahu layar tingkat Kabupaten Buleleng,” kata Fatahudin sambil mesin strut ditangannya digunakan untuk menghaluskan kayu belalu.

Dikatakan Fatahudin hasil buatan pribadi jukung balap tak pernah untuk dijual. Tetapi menjadi koleksi pribadi.

Banyak yang berminta membeli tetap dirinya menolak. Ini kepuasan hasil kerja. Kepuasan batin. “Apalagi jukung balap buatan sendiri terus menang dalam lomba perahu layar,” ungkapnya.  

Membuat Fatahudin tetap bisa bertahan sebagai tukang pembuat perahu balap dari kayu. Tak lain karena ketekunan dan hobinya pada perahu. Berkarya sebagai tukang perahu tergantung mood.

“Kalau ada mood bisa saja perahu balap saya selesaikan dengan jangka waktu 15 hari. Namun jika tidak bisa berbulan-bulan lamanya,” kata pria berusia 47 ini.

Mengikuti kejuaraan perahu layar lanjut Fatahudin sejati mencari nama. Jika menang lomba. maka imbasnya pada nama.

Orang akan bertanya siapa pembuat jukung itu. Secara otomatis orang akan datang untuk membuat jukung.

Permintaan pemesanan pembuat jukung/perahu meningkat. Baik pemesan perahu fiber atau perahu kayu.

Rata-rata dalam sebulan1 sampai 2 perahu yang dipesan pembuatannya. Belum lagi harus terima servis perahu.

Itu sisi lebihnya. Kalau hadiah lomba lebih kecil tidak seberapa hanya sebesar Rp 5 juta. Sedangkan biaya membuat jukung sampai puluhan juta.     

“Sejak tahun 2009 saya ikuti lomba perahu layar dan selalu mendapat juara. Sekitar 10 kali saya menang lomba,” tuturnya semberi

berkata kalau nama jukung balap saat lomba eros laee sedangkan saya biasa dipanggil etong oleh teman.

Diapun menjelaskan berbeda jelas pembuatan perahu fiber dengan perahu kayu. Perahu fiber lebih mudah pembuatannya.

Dan jangka waktu yang dibutuhkan sangat singkat. Mal atau ukuran sudah ada tingggal pembentukkannya.

Sementara perahu kayu lebih rumit karena harus pembentukkan sejak awal. Baik desain, model dan cara menghaluskan seluruh bagiannya.

“Meski sudah semua perahu gunakan fiber saya tetap bertahan dengan perahu kayu. Karena kekuatannya lebih lama sampai puluhan tahun asal dirawat benar,” bebernya.

Saat ini Fatahudin masih menyelesaikan prahu balap/layar yang terbuat dari kayu untuk mengikuti lomba.

Dia berharap sebagai pembuat jukung balap. Ketika lomba digelar pemerintah hanya menghadiahkan lebih besar dan waktu lomba ditetapkan tidak molor.

“Harap kami juga sebagai pembuat jukung/perahu tidak lain modal yang kurang dan itu juga harus diperhatikan pemerintah,” tandasnya. (*)

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/