JRX Superman Is Dead (SID), dikenal sebagai musisi yang kerap gencar melontarkan kritik di media sosial. Ia juga kerap terlibat dalam gerakan-gerakan bersama rakyat.
Salah satunya gerakan Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Di balik sikap kritisnya itu, pria dengan nama asli I Gede Ari Astina ini termasuk kutu buku.
ZULFIKA RAHMAN, Denpasar
KEPADA Jawa Pos Radar Bali, JRX berbagi kisah yang menarik. Itu sebelum dia dikenal sebagai musisi di dunia hiburan Indonesia.
Kecintaanya terhadap aktivitas membaca, ternyata mulai terbangun sejak dini. “Ketika saya SMP, saya punya hobi membaca koran, apa saja saya baca.
Bahkan, sampai saat ini. Kalau dulu, dalam satu hari saya harus baca koran,” ujar lelaki kelahiran 10 Februari 1977 ini ditemui di Taman Baca Kesiman beberapa hari lalu.
Dari kebiasaannya tersebut, ia menjadi kritis. Ia pun kerap menulis di rubrik salah satu harian koran lokal Bali untuk mengungkapkan kritiknya terhadap kondisi sekitar.
Terlebih kalau menyangkut hajat hidup orang banyak. “Saya sering mengirim surat pembaca, saya ingin selalu terlibat, dan sering dimuat.
Padahal, yang mengirim itu kan pasti banyak orang. Dari sana saya berpikir, saya sedikit memiliki bakat menulis,” kata penabuh drum SID ini.
Hingga ia lulus SMA, ia mulai berkenalan dengan buku-buku bacaan yang berat. Hal tersebut ia dapatkan saat menjalani masa kuliah, dan berkenalan dengan orang luar Bali yang mengenalkannya dengan buku bacaan.
“Karena dulu di Bali kan saya belum pernah bertemu dengan orang yang memiliki jiwa progresif secara pemikiran. Karena dulu, budaya kritis di Bali kurang menonjol,” terang JRX.
Dari sana ia mulai berkenalan dengan berbagai macam literatur. Buku bacaan berat yang pertama kali ia baca yakni Sabda Zarathustra karya Friedrich Nietzsche.
Buku tersebut yang memperkenalkan konsep Tuhan telah mati, bahwa filsafat tidak akan berkembang apabila masih terbelenggu teologi yang mendominasi aturan dan nilai yang ada dalam masyarakat saat itu.
“Pertama kali saya baca buku ini, kepala saya hampir pecah. Tapi, dari buku ini, jadi inspirasi nama band Superman Is Dead,” bebernya.
Terlebih saat bom pertama kali mengguncang Bali di tahun 2002 yang dilakukan Amrozi Cs. Bom tersebut menewaskan 202 orang.
“Saya terkesima dengan teori-teori konspirasi. Meski saya akui terkadang berlebihan, tapi ada beberapa yang masuk akal,” jelasnya.
Hal tersebut yang membuat, pria yang juga menjadi vokalis di band Devildice ini semakin ketagihan untuk membaca buku.
Baginya membaca buku adalah sebuah hiburan dan hal yang menyenangkan. Baginya dengan membaca buku bisa melatih otak untuk berimajinasi dan membuat otak menjadi berfungsi.
“Karena kamu cuma melihat huruf dan angka, tapi otakmu dilatih untuk memvisualisasikan keadaan tersebut, jadi membaca ini tidak ada penggantinya. Intinya membaca ini membuat otak lebih hidup,” tegasnya.
Disinggung apakah lirik-lirik lagu di SID dan Devildice yang ia ciptakan juga terinspirasi dari buku-buku yang selama ini ia baca, JRX tak mengamini.
JRX justru mengaku, lirik lagu yang ciptakan lebih banyak lahir dari keadaan. Dalam bermusik, ia mencoba memisahkan, tidak tergantung dengan dunia literasi.
“Tapi secara tidak sadar sudah pasti ada pengaruhnya, dari cara pemilihan kalimat, angle atau perspektif sudah pasti ada hubungannya dengan buku-buku yang saya baca.
Cuma tidak mencoba atau tidak pernah, oh saya ingin buat lagu yang ada hubungannya dengan buku ini, itu nggak. Alami saja,” tuturnya.
Buku bacaan yang ia sukai dan lebih menikmati ketika membaca bagi JRX sebuah hiburan ia lebih menyukai buku bacaan biografi.
“Jadi, biografi orang-orang yang saya kagumi itu saya baca. Mencoba memahami mengapa bisa memutuskan ini dan itu. Secara entertaining itu lebih menghibur.
Tapi, secara moral untuk hal yang lebih besar, untuk kepentingan yang lebih luas saya baca buku yang lebih berat,” tandasnya. (*)