27.3 C
Jakarta
21 November 2024, 23:27 PM WIB

Pandemi dan Pembangunan Gender di Provinsi Bali

SALAH satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

Tujuan ini dirumuskan untuk memastikan bahwa pembangunan dapat dinikmati oleh semua golongan dan mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dimana saja. 

Chairani (2020) dalam Jurnal Kependudukan Indonesia, Juli 2020 (39-42) mengungkapkan bahwa perubahan tatanan kehidupan akibat pandemi Covid-19 berpeluang menjadi ancaman bagi kesetaraan gender.

Perempuan diduga mengalami kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dari aspek kesehatan dan ekonomi.

Tantangan perempuan untuk mendapatkan layanan kesehatan reproduksi diprediksi lebih berat dibandingkan masa sebelum pandemi.

Secara ekonomi, perempuan juga dinilai memegang peran ganda dalam rumah tangga selama masa bekerja dari rumah karena mengalokasikan waktu antara mendampingi anak belajar,

menyelesaikan pekerjaan, sekaligus mengurus rumah tangga. Bagaimanakah potret pembangunan gender di Provinsi Bali selama pandemi?

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali merilis salah satu indikator perkembangan pembangunan gender yaitu Indeks Pembangunan Gender (IPG).

Indeks ini dihitung dengan mengacu kepada metodologi baru yang direkomendasikan oleh United Nations Development Programs (UNDP) tahun 2010

dengan mempertimbangkan tiga dimensi yaitu dimensi umur panjang dan sehat, dimensi pengetahuan, kemudian dimensi kehidupan yang layak.

Indikator yang digunakan sama dengan indikator penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan kata lain, IPG merupakan rasio IPM perempuan dan laki-laki.

IPG Provinsi Bali tahun 2020 dilaporkan mencapai 93,79. Artinya capaian penduduk perempuan dari ketiga aspek yang diperhitungkan dalam IPG cenderung lebih rendah dari capaian penduduk laki-laki.

IPG tertinggi tercatat di Kota Denpasar yang mencapai 96,77. Nilai yang hampir mendekati 100 menunjukan bahwa ketimpangan antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh atau cenderung menuju kearah seimbang.

Ditinjau dari dimensi umur panjang dan sehat yang dinilai dari angka harapan hidup, penduduk laki-laki mencapai 70,28 tahun sementara penduduk perempuan 74,03.

Artinya selama masa pandemi penduduk perempuan justru diperkirakan lebih tangguh dibandingkan penduduk laki-laki.

Dikutip dari BBC.com artikel yang ditulis oleh Marta Henriques 13 April 2020 menyebut Philip Goulder,

Profesor imunologi di Universitas Oxford yang menyatakan bahwa respons imun perempuan terhadap virus lebih kuat dibandingkan laki-laki.

Secara biologis kemampuan bertahan hidup perempuan cenderung lebih panjang dibandingkan laki-laki.

Selain itu pola perilaku hidup sehat yang banyak digeluti oleh penduduk perempuan dibandingkan laki-laki diduga berkontribusi pada umur panjang penduduk perempuan.

Meskipun demikian bukan berarti kekhawatiran akan pemenuhan layanan kesehatan di masa pandemi dapat diabaikan

justru perlu dipastikan bahwa kebutuhan dasar tersebut dapat terpenuhi dengan baik sama seperti masa sebelum pandemi.

Dimensi kedua yaitu pengetahuan yang dinilai dari indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah.

Rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki di Bali tahun 2020 tercatat mencapai 9,68 tahun sementara penduduk perempuan terpaut pada 8,21 tahun.

Artinya penduduk Bali yang berusia 25 tahun keatas yang sudah selesai mengenyam pendidikan masih ditemukan kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan.

Di sisi lain, harapan lama sekolah penduduk laki-laki dan perempuan dengan situasi yang ada saat ini masing-masing diperkirakan mencapai 13,48 tahun dan 13,23 tahun.

Selisih yang tidak cukup jauh menandakan adanya optimisme yang besar akan kesetaraan pendidikan penduduk perempuan dan laki-laki.

Dengan kata lain pembangunan saat ini sudah berjalan pada upaya mengurangi kesenjangan meskipun di tengah guncangan pandemi.

Selanjutnya dimensi kehidupan layak yang diukur melalui perkiraan pendapatan laki-laki dan perempuan atau melalui pengeluaran per kapita.

Pada tahun 2020 rata-rata pengeluaran per kapita selama setahun penduduk laki-laki di Bali diperkirakan mencapai 16,94 juta rupiah atau lebih tinggi dibandingkan perempuan sebesar 13,47 juta rupiah.

Secara umum terlihat bahwa penduduk laki-laki memiliki kapabilitas secara ekonomis lebih besar dibandingkan penduduk perempuan.

Konteks ini tidak terlepas dari peran penduduk laki-laki umumnya sebagai kepala rumah tangga yang bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan sehari-hari seluruh anggota rumah tangga.

Namun, pola penurunan teridentifikasi dari tahun sebelum masa pandemi yakni sebesar -1,16 persen untuk penduduk laki-laki dan lebih dalam -1,64 persen bagi penduduk perempuan.

Dengan demikian, jelas selama pandemi, secara ekonomi penduduk perempuan cenderung lebih rentan terdampak dibandingkan penduduk laki-laki.

Situasi ini diduga akibat imbas meningkatnya potensi perempuan kehilangan pekerjaan selama pandemi.

Memberikan prioritas skema bantuan sosial pandemi bagi perempuan dapat menjadi alternatif solusi meningkatkan kontribusi ekonomi perempuan.

Masa pandemi memang penuh ketidakpastian namun arah pembangunan harus tetap dipastikan dapat menjangkau dan dinikmati semua golongan dengan kebijakan-kebijakan yang responsif.

Capaian IPG Bali menjadi tolok ukur perjalanan pembangunan menghapus kesenjangan kualitas hidup penduduk perempuan dan laki-laki.

Meskipun mengalami guncangan akibat pandemi pembangunan di Provinsi Bali telah diupayakan untuk mencapai keseimbangan antara penduduk laki-laki dan perempuan. (*)

 

 

I Gede Heprin Prayasta

 

Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi

Universitas Udayana

 

SALAH satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan.

Tujuan ini dirumuskan untuk memastikan bahwa pembangunan dapat dinikmati oleh semua golongan dan mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dimana saja. 

Chairani (2020) dalam Jurnal Kependudukan Indonesia, Juli 2020 (39-42) mengungkapkan bahwa perubahan tatanan kehidupan akibat pandemi Covid-19 berpeluang menjadi ancaman bagi kesetaraan gender.

Perempuan diduga mengalami kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dari aspek kesehatan dan ekonomi.

Tantangan perempuan untuk mendapatkan layanan kesehatan reproduksi diprediksi lebih berat dibandingkan masa sebelum pandemi.

Secara ekonomi, perempuan juga dinilai memegang peran ganda dalam rumah tangga selama masa bekerja dari rumah karena mengalokasikan waktu antara mendampingi anak belajar,

menyelesaikan pekerjaan, sekaligus mengurus rumah tangga. Bagaimanakah potret pembangunan gender di Provinsi Bali selama pandemi?

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali merilis salah satu indikator perkembangan pembangunan gender yaitu Indeks Pembangunan Gender (IPG).

Indeks ini dihitung dengan mengacu kepada metodologi baru yang direkomendasikan oleh United Nations Development Programs (UNDP) tahun 2010

dengan mempertimbangkan tiga dimensi yaitu dimensi umur panjang dan sehat, dimensi pengetahuan, kemudian dimensi kehidupan yang layak.

Indikator yang digunakan sama dengan indikator penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan kata lain, IPG merupakan rasio IPM perempuan dan laki-laki.

IPG Provinsi Bali tahun 2020 dilaporkan mencapai 93,79. Artinya capaian penduduk perempuan dari ketiga aspek yang diperhitungkan dalam IPG cenderung lebih rendah dari capaian penduduk laki-laki.

IPG tertinggi tercatat di Kota Denpasar yang mencapai 96,77. Nilai yang hampir mendekati 100 menunjukan bahwa ketimpangan antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh atau cenderung menuju kearah seimbang.

Ditinjau dari dimensi umur panjang dan sehat yang dinilai dari angka harapan hidup, penduduk laki-laki mencapai 70,28 tahun sementara penduduk perempuan 74,03.

Artinya selama masa pandemi penduduk perempuan justru diperkirakan lebih tangguh dibandingkan penduduk laki-laki.

Dikutip dari BBC.com artikel yang ditulis oleh Marta Henriques 13 April 2020 menyebut Philip Goulder,

Profesor imunologi di Universitas Oxford yang menyatakan bahwa respons imun perempuan terhadap virus lebih kuat dibandingkan laki-laki.

Secara biologis kemampuan bertahan hidup perempuan cenderung lebih panjang dibandingkan laki-laki.

Selain itu pola perilaku hidup sehat yang banyak digeluti oleh penduduk perempuan dibandingkan laki-laki diduga berkontribusi pada umur panjang penduduk perempuan.

Meskipun demikian bukan berarti kekhawatiran akan pemenuhan layanan kesehatan di masa pandemi dapat diabaikan

justru perlu dipastikan bahwa kebutuhan dasar tersebut dapat terpenuhi dengan baik sama seperti masa sebelum pandemi.

Dimensi kedua yaitu pengetahuan yang dinilai dari indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah.

Rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki di Bali tahun 2020 tercatat mencapai 9,68 tahun sementara penduduk perempuan terpaut pada 8,21 tahun.

Artinya penduduk Bali yang berusia 25 tahun keatas yang sudah selesai mengenyam pendidikan masih ditemukan kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan.

Di sisi lain, harapan lama sekolah penduduk laki-laki dan perempuan dengan situasi yang ada saat ini masing-masing diperkirakan mencapai 13,48 tahun dan 13,23 tahun.

Selisih yang tidak cukup jauh menandakan adanya optimisme yang besar akan kesetaraan pendidikan penduduk perempuan dan laki-laki.

Dengan kata lain pembangunan saat ini sudah berjalan pada upaya mengurangi kesenjangan meskipun di tengah guncangan pandemi.

Selanjutnya dimensi kehidupan layak yang diukur melalui perkiraan pendapatan laki-laki dan perempuan atau melalui pengeluaran per kapita.

Pada tahun 2020 rata-rata pengeluaran per kapita selama setahun penduduk laki-laki di Bali diperkirakan mencapai 16,94 juta rupiah atau lebih tinggi dibandingkan perempuan sebesar 13,47 juta rupiah.

Secara umum terlihat bahwa penduduk laki-laki memiliki kapabilitas secara ekonomis lebih besar dibandingkan penduduk perempuan.

Konteks ini tidak terlepas dari peran penduduk laki-laki umumnya sebagai kepala rumah tangga yang bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan sehari-hari seluruh anggota rumah tangga.

Namun, pola penurunan teridentifikasi dari tahun sebelum masa pandemi yakni sebesar -1,16 persen untuk penduduk laki-laki dan lebih dalam -1,64 persen bagi penduduk perempuan.

Dengan demikian, jelas selama pandemi, secara ekonomi penduduk perempuan cenderung lebih rentan terdampak dibandingkan penduduk laki-laki.

Situasi ini diduga akibat imbas meningkatnya potensi perempuan kehilangan pekerjaan selama pandemi.

Memberikan prioritas skema bantuan sosial pandemi bagi perempuan dapat menjadi alternatif solusi meningkatkan kontribusi ekonomi perempuan.

Masa pandemi memang penuh ketidakpastian namun arah pembangunan harus tetap dipastikan dapat menjangkau dan dinikmati semua golongan dengan kebijakan-kebijakan yang responsif.

Capaian IPG Bali menjadi tolok ukur perjalanan pembangunan menghapus kesenjangan kualitas hidup penduduk perempuan dan laki-laki.

Meskipun mengalami guncangan akibat pandemi pembangunan di Provinsi Bali telah diupayakan untuk mencapai keseimbangan antara penduduk laki-laki dan perempuan. (*)

 

 

I Gede Heprin Prayasta

 

Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi

Universitas Udayana

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/