Industri pariwisata mendapat pukulan keras dari dampak virus corona. Hotel, restoran, hingga pedagang makanan dan penjual souvenir limbung karena corona. Meski begitu, mereka tetap optimis menjalani hidup.
JULIADI, Lovina
JALAN Mawar, Lovina, yang biasa ramai dengan para turis di lokasi pusat pariwisata Buleleng pantai Lovina terlihat seperti lorong.
Suasana sepi seperti tak ada denyut nadi geliat pariwisata di pantai yang tersohor dengan lumba-lumba lautnya itu.
Aktivitas hotel lumpuh total. Bar-bar, café, restaurant, penjual makan dan penjual souvenir sudah tidak ada lagi yang membuka usaha mereka.
Kendati banyak usaha pariwisata yang tutup, lantaran tidak ada wisatawan, namun ada sebuah café dan restaurant bernama Sweet Lips tetap membuka usahanya.
“Ketimbang saya ngangur di rumah tidak menghasilkan sama sekali lebih baik buka usaha saya,” kata Komang EL pengusaha café dan restaurant yang berada di Jalan mawar Pantai Lovina.
Diakuinya Komang EL, dampak dari virus corona mulai terasa sejak bulan April ini. Café dan restaurant sepi pembeli dari para tamu wisatawan yang berkunjung ke Lovina.
“Sebelumnya saya sempat tutup satu minggu yang lalu. Namun mencoba lagi berjualan dengan alasan tetap optimis untuk bisa hidup ditengah pandemi corona. Daripada nol lebih baik satu,” ungkap pria berusia 24 tahun.
Menyiasati sepi tamu saat ini, dia harus pintar-pintar memiliki ide berjualan. Sangat tidak mungkin menunggu tamu datang ke
café dan restaurantnya yang menjualan makanan pizza, burger, minuman dengan aneka jus dan coffee dan makanan khas Eropa ini.
“Hari ini kami menjual makanan dengan memanfaatkan aplikasi Gojek dan menjual makanan melalui media sosial dengan pesan
melalui whastsaap yang menyasar warga lokal. Orang-orang takut pada keluar rumah yang kami antar (delivery),” ujarnya.
Selain itu, diungkapkan Komang EL, dia juga menyasar pembeli makanan khusus. Yakni tamu wisman yang lama menetap di Lovina dan wisman yang sudah menjadi warga negara Indonesia.
“Kemudian juga ada pelanggan tetap, kami yang bisa setiap minggu lima kali memesan makanan. Kalau dulu pendapat hampir 90 dari café dan restaurant setiap harinya. Sekarang hanya 20 persen,” ucapnya.
Sebagai pelaku usaha di dunia pariwisata, Komang EL berharap pemerintah tak kendor menangani virus corona. Penanganan corona lebih cepat dan signifikan harus dilakukan.
“Satu saja yang kami minta jangan di lock down. Biar kami bisa berjualan seperti sekarang ini,” pungkasnya.
Hal yang sama sudah dikatakan Nyoman Sulasa, penjual souvenir di Pantai Lovina. Memilih tetap berjualan ditengah kondisi sepi lantaran tak pekerjaan yang dapat dilakukan.
“Saya ketimbang bosan di rumah lebih baik buka jualan souvenir. Sembari berjualan sembari bisa membersihkan souvenir di ruko,” ucapnya.
Hasil berjualan memang saat ini menurun drastis, namun ada saja rezeki. Biasanya orang asing yang sudah menetap tinggal di Buleleng. Banyak rekan dan teman berjualan menyarankan untuk tidak membuka usaha.
“Saya sih tidak, kalau di toko ada saja yang bisa dikerjakan. Entah membenahi toko, servis souveneir yang rusak dan membersihkan dagangan,” bebernya.
Ia pun berharap dari pihak pengelola di Pantai Lovina agar bisa diberikan kompensasi toko miliknya yang biasanya dikenai iuran pembayaran setiap bulan sebesar Rp 150 ribu. (*)