Harapan Jro Mangku Made Merdana, 70, mendapat bantuan rehab rumah dari pemerintah, pupus sudah.
Pria yang sehari-harinya ngayah sebagai jro mangku di Pura Desa Kaliasem itu, urung mendapat bantuan gara-gara lahan yang ia tempati bukan milik keluarganya.
EKA PRASETYA, Kaliasem
KEHIDUPAN Jro Made Merdana memang memprihatinkan. Jro mangku tinggal di Banjar Dinas Asah, Desa Kaliasem.
Selama ini ia tinggal di sebuah rumah yang berdiri di atas lahan pinjaman milik tetangganya. Ia juga tinggal bersama istrinya, Nyoman Natih, 64.
Anaknya, menantunya, serta dua orang cucunya juga tinggal di rumah tersebut. Meski bertugas sebagai jro mangku, Merdana bukan berasal dari keluarga berada.
Rumah yang ia kini tempati masih semi permanen. Bagian lantai telah dilapisi semen kasar. Sementara dindingnya masih berupa anyaman bambu.
Sehari-hari, Merdana fokus melayani umat di pura desa. Bila waktu agak senggang, ia dan istrinya membuat tusuk sate. Hasilnya pun tak seberapa.
Sementara putranya, Komang Redika, bekerja sebagai buruh serabutan. Pendapatannya sehari-hari pun tak menentu.
Selama puluhan tahun ia tinggal di lahan pinjaman. Konon lahan itu telah ditempati sejak leluhurnya terdahulu.
Ia hanya ingat bahwa dulu, ayahnya pun tinggal di sana. Saat ayahnya masih hidup, ia diwanti-wanti bahwa lahan itu hanya lahan pinjaman, bukan milik pribadi.
“Tempat saya tinggal ini memang bukan tanah saya pribadi. Kami tinggal numpang di sini. Keluarga saya hanya penggarap lahan. Sudah turun temurun di sini. Kami juga tinggal di sini atas izin pemilik lahan,” kata Merdana.
Keluarga ini sempat mendapat harapan setelah masuk daftar usulan penerima bantuan rehab rumah dari Pemkab Buleleng.
Mereka diusulkan mendapat bantuan stimulus senilai Rp 15 juta. Bantuan itu diharapkan bisa membantu keluarga ini memperbaiki rumah pada bagian atap, lantai, maupun dinding.
Mereka pun telah mengurus sejumlah persyaratan. Bahkan, sudah dua kali didatangi tim survei. Hanya saja belum lama ini mereka menerima informasi bahwa nama mereka digugurkan dari calon daftar penerima bantuan.
Penyebabnya, lahan yang mereka tempati bukan milik pribadi. Melainkan milik orang lain. Padahal mereka telah
melengkapi surat pernyataan dari pemilik yang berjanji meminjamkan lahan tersebut untuk kurun waktu 20 tahun mendatang.
“Tidak jadi dapat bantuan. Katanya harus sertifikat sendiri, tidak boleh pinjam. Padahal ada itu surat pernyataan pinjaman, tapi katanya tidak boleh.
Kalau sejak awal dijelaskan, mungkin saya tidak terlalu berharap. Tapi ini sudah dua kali survei, sampai saya dua kali beli materai,” katanya.
Sementara itu Plt. Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (Perkimta) Buleleng, Ni Nyoman Surattini mengatakan, persyaratan penerima bantuan rehab rumah memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Dulunya penerima bantuan rehab cukup melampirkan surat pernyataan peminjaman lahan, dari pemilik lahan.
Namun sejak tahun 2017 lalu, calon penerima bantuan harus menunjukkan sertifikat atas milik pribadi. Lahannya pun minimal seluas satu are.
“Memang persyaratannya begitu. Dua tahun lalu memang bisa pakai surat keterangan. Tapi sejak tahun lalu tidak bisa lagi.
Karena ada kasus di daerah lain, bukan di Buleleng kejadiannya. Rumah sudah berdiri, malah lahannya diminta lagi sama pemilik,” kata Surattini.
Terkait permasalahan di Desa Kaliasem, Surattini mengaku akan melakukan koordinasi lebih lanjut. Ia berharap agar pemilik lahan bersedia menghibahkan
lahan seluas satu are yang kini ditempati oleh Jro Mangku Made Merdana secara turun temurun. Sehingga bantuan rehab rumah pun dapat segera digelontorkan.