33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:12 PM WIB

Laporan Sanjiharta Distop Bawaslu, Togar Sebut Musibah Kemanusiaan

DENPASAR – Dianggap tidak memenuhi syarat formil, laporan Ketut Sanjiharta ke Bawaslu Bali akhirnya distop.

Kuasa hukum korban  Togar Sitomorang menganggap tidak diresponsnya pelaporan Ketut Sanjiharta sebagai musibah kemanusiaan.

“Kami prihatin atas musibah kemanusiaan ini. Sebagai warga negara Sanjiharta diperlakukan oleh oknum-oknum dengan penekanan baik secara verbal atau kelompok

ataupun pejabat dengan iming-iming apabila bila berbeda pilihan paslon, maka berakibat tidak turunnya bantuan terhadap desa atau adat setempat,” ucap Togar Sitomorang.

Kasepekang yang dialami pelapor jelas Togar membuat kondisi alam demokrasi jadi mundur. Tidak sesuai dengan harapan reformasi.

“Saya akan selalu mengawal atas kejadian musibah kemanusian yang dialami Pak Sanjiharta agar dapat diperlakukan bebas dalam menentukan pilhan politiknya,” tandasnya.

Atas musibah kemanusian tersebut, Togar mengimbau agar masyarakat Bali berani dan tidak perlu takut dalam hal menyampaikan aspirasi politiknya sesuai hati nurani karena itu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang.

“Kami berharap aparat hukum lainnya terutama kepolisian tidak perlu tunggu laporan atau pengaduan atas kejadian kemanusian Pak Sajiharta agar dapat menindaklanjuti dan membuat terang masalah ini,” tegasnya.

Masyarakat Bali harus berani, terang Togar, agar perbuatan kesepekang (pengucilan) karena beda pilihan politik hanya demi bantuan tidak menjadi budaya.

Hal tersebut jelasnya benar-benar menjatuhkan harkat dan martabat masyarakat Bali. Lebih lanjut, Togar menilai Bawaslu tidak serius dalam menyikapi laporan yang dialami

secara langsung oleh Sanjiharta dengan tidak cakap membaca Pasal 134 ayat 4 UU No.1 tahun 2015 tentang penetapan Perpu No  1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. 

“Kalau digunakan saat ini pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota belum terlaksana. Sementara laporan Sanjiharta itu adalah suatu peristiwa yang dialami dirinya sebelum pemilihan.

Sehingga tidak ada alasan secara aturan UU untuk menghentikan laporan Sanjiharta,” jelasnya. Hal tersebut beber Togar mengacu pada Bab 18 tentang partisipasi masyarakat

dalam penyelenggaraan pemilihan sesuai Pasal 131 ayat 3 pada huruf D yang berbunyi mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pemilihan yang aman damai tertib dan lancar.

“Besok (hari ini, red), tim kuasa hukum akan menemui korban sekaligus pelapor,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya Kelian Banjar Adat Panca Dharma, I Nyoman Suandra membantah memberlakukan krama (warga) dengan cara kasepekang.

“Tidak ada, tidak ada yang seperti itu (kasepekang). Itu beredar ramai di media sosial, itu keliru,” terang sang kelian ditemui dirumahnya, Jumat (9/3). 

DENPASAR – Dianggap tidak memenuhi syarat formil, laporan Ketut Sanjiharta ke Bawaslu Bali akhirnya distop.

Kuasa hukum korban  Togar Sitomorang menganggap tidak diresponsnya pelaporan Ketut Sanjiharta sebagai musibah kemanusiaan.

“Kami prihatin atas musibah kemanusiaan ini. Sebagai warga negara Sanjiharta diperlakukan oleh oknum-oknum dengan penekanan baik secara verbal atau kelompok

ataupun pejabat dengan iming-iming apabila bila berbeda pilihan paslon, maka berakibat tidak turunnya bantuan terhadap desa atau adat setempat,” ucap Togar Sitomorang.

Kasepekang yang dialami pelapor jelas Togar membuat kondisi alam demokrasi jadi mundur. Tidak sesuai dengan harapan reformasi.

“Saya akan selalu mengawal atas kejadian musibah kemanusian yang dialami Pak Sanjiharta agar dapat diperlakukan bebas dalam menentukan pilhan politiknya,” tandasnya.

Atas musibah kemanusian tersebut, Togar mengimbau agar masyarakat Bali berani dan tidak perlu takut dalam hal menyampaikan aspirasi politiknya sesuai hati nurani karena itu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang.

“Kami berharap aparat hukum lainnya terutama kepolisian tidak perlu tunggu laporan atau pengaduan atas kejadian kemanusian Pak Sajiharta agar dapat menindaklanjuti dan membuat terang masalah ini,” tegasnya.

Masyarakat Bali harus berani, terang Togar, agar perbuatan kesepekang (pengucilan) karena beda pilihan politik hanya demi bantuan tidak menjadi budaya.

Hal tersebut jelasnya benar-benar menjatuhkan harkat dan martabat masyarakat Bali. Lebih lanjut, Togar menilai Bawaslu tidak serius dalam menyikapi laporan yang dialami

secara langsung oleh Sanjiharta dengan tidak cakap membaca Pasal 134 ayat 4 UU No.1 tahun 2015 tentang penetapan Perpu No  1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. 

“Kalau digunakan saat ini pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota belum terlaksana. Sementara laporan Sanjiharta itu adalah suatu peristiwa yang dialami dirinya sebelum pemilihan.

Sehingga tidak ada alasan secara aturan UU untuk menghentikan laporan Sanjiharta,” jelasnya. Hal tersebut beber Togar mengacu pada Bab 18 tentang partisipasi masyarakat

dalam penyelenggaraan pemilihan sesuai Pasal 131 ayat 3 pada huruf D yang berbunyi mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pemilihan yang aman damai tertib dan lancar.

“Besok (hari ini, red), tim kuasa hukum akan menemui korban sekaligus pelapor,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya Kelian Banjar Adat Panca Dharma, I Nyoman Suandra membantah memberlakukan krama (warga) dengan cara kasepekang.

“Tidak ada, tidak ada yang seperti itu (kasepekang). Itu beredar ramai di media sosial, itu keliru,” terang sang kelian ditemui dirumahnya, Jumat (9/3). 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/