26.9 C
Jakarta
26 April 2024, 20:22 PM WIB

Zaman Belanda Diimbau, Era Jepang Dipaksa Sekolah

Pola pendidikan sekolah sangat berbeda dari tahun ke tahun. Begitu juga SDN 1 Sibangkaja, Abiansemal, Badung, yang sudah berusia seabad. Pendekatan ke anak-anak dalam masa penjajahan juga berbeda.

 

MADE DWIJA PUTRA, Badung

SEKOLAH yang berada di Banjar Piakan, Sibangkaja, Abiansemal, tersebut kini ada 8 ruang kelas. Satu ruang kepala sekolah, satu ruang guru, satu perpustakaan, satu ruang gedung, tiga kamar mandi siswa, dan satu kamar mandi murid. 

Total siswa yang belajar di sekolah tersebut ada sekitar 180 siswa lebih. Namun, pola pendidikan dulu dan kini tentu sangat jauh berbeda.

Ini karena menyesuaikan standar kurikulum yang ada. “Terus terang saya kurang mengetahui sejarah pastinya. Waktu laporan 100 tahun berdirinya sekolah,

ini lebih banyak melaporkan keadaan sekolah masa kini siswa, guru-guru, dan lainnya yang berhubungan dengan sekolah,” ungkap I Wayan Dana, Kepala Sekolah SDN 1 Sibangkaja.

Wayan Dhania, selaku ketua panitia HUT ke-100 (seabad) dan reuni pertama SD 1 Sibangkaja mengakui bahwa orang tua kandungnya Pan Dhania, juga tamatan sekolah tersebut.

Orang tuanya sekolah tahun 1936. Makanya, dia tahu sekilas informasi tentang keberadaan sekolah tersebut. Pola pendidikan pada zaman Belanda tergolong biasa saja.

“Pada waktu zaman Belanda warga dicari-cari ke rumah, diimbau  supaya mau sekolah. Ini karena waktu itu orang jarang mau sekolah,” ungkapnya.

Di era Jepang, menurut orang tuanya pola pendidikan berubah lagi. Jepang yang keras, kejam, dan suka main paksa. Termasuk main paksa untuk bersekolah.

Di sisi lain juga dipaksa disiplin dan bekerja keras. Baik dalam pendidikan, catatan administrasi semuanya harus disiplin.

Sampai sekarang masih ada tersisa catatan siswa di era tahun 1942. Selain menempa ilmu pengetahuan, kurikulum juga diberi keterampilan untuk membuat sabun.

Tentu saja pada waktu itu dilakukan untuk kepentingan pemerintah Jepang. Khususnya tentara Jepang.

“Jepang sangat mengutamakan disiplin tapi kental kesan Jepangnisasi. Makanya banyak veteran yang sekolah di era penjajahan Jepang banyak yang bisa  berbahasa Jepang, ” terang pria yang juga sebagai Kepala Sekolah SMPN 4 Denpasar ini.

Untuk gedung, ada perubahan arsitektur bangunan dari masa ke masa. Setelah penjajahan Belanda, dilanjutkan penjajahan Jepang arsitektur bangunan mengalami perubahan.

Ciri khas yang ia ketahui dulu bangku siswa panjang terbuat dari kayu jati asli, kap sekolah dari kayu gelondongan, dan tembok bebatuan.

 “Menurut informasi, sewaktu  zaman Jepang banyak diperbaiki. Namun berubah total ketika mulai Orde Baru. Saya saat sekolah dari tahun 1966-1972 sudah berubah total. Gedung sekolah juga diperlebar. Ini karena dulu gedungnya kecil,  ” ungkapnya.

Sekolah tersebut juga melahirkan ribuan alumni. Bahkan, banyak muncul sebagai akademisi, dosen, guru, pengusaha, politisi, dan berbagai profesi.

Yang menonjol sekolah tersebut melahirkan Guru Besar  Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha)  yakni Prof. Dr. Nyoman Dantes dan juga mantan rektor Undiksha. 

“Banyak tokoh yang jebolan sini (SD 1 Sibangkaja). Waktu perayaan seabad SD 1 Sibangkaja dan reuni perdana alumni banyak yang hadir, ” terangnya.

Kata dia, pada peringatan dan reuni pertama SD 1 Sibangkaja banyak aktivitas dilakukan. Tema yang diangkat yakni Meningkatkan Keunggulan dan Daya Saing yang Dilandasi Karakter Berbudaya dan Peduli Lingkungan.

Momen seabad juga diharapkan menjadi spirit tersendiri.  “Kami  harapkan dengan tema ini teman-teman kita di SD 1 Sibangkaja termotivasi, ” jelasnya.

Pada waktu itu juga dirangkai berbagai kegiatan yakni diskusi panel melibatkan alumni dan tokoh masyarakat, lomba-lomba,

gerak jalan sehat. Dan, terakhir puncak acara pada 2 April 2019  diikuti para alumni, tokoh masyarakat, undangan lainnya. 

“Para alumni yang tua-tua datang, dilakukan kegiatan pemotongan tumpeng, penyerahan hadiah, kegiatan hasil diskusi,” terangnya.

Seperti diketahui, selain SDN 1 Sibangkaja, yang sudah berdiri seabad, di Badung juga ada sekolah lain yang berdiri sejak zaman Belanda.

Seperti SDN 1 Kerobokan,  Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung juga telah merayakan 100 tahun   1 Agustus 2018 lalu.

Ada juga SDN 1 Sedang, Abiansemal, Badung, juga berdiri tahun 1919, silam atau pada zaman enjajahan Belanda. SD 1 Munggu, yang berlokasi di Jalan Raya Munggu,

Kapal, Badung, juga berdiri 1 Desember 1919. Ada juga SDN 1 Sempidi, Badung malah berdiri 1 Februari 1918. (*)

 

 

 

Pola pendidikan sekolah sangat berbeda dari tahun ke tahun. Begitu juga SDN 1 Sibangkaja, Abiansemal, Badung, yang sudah berusia seabad. Pendekatan ke anak-anak dalam masa penjajahan juga berbeda.

 

MADE DWIJA PUTRA, Badung

SEKOLAH yang berada di Banjar Piakan, Sibangkaja, Abiansemal, tersebut kini ada 8 ruang kelas. Satu ruang kepala sekolah, satu ruang guru, satu perpustakaan, satu ruang gedung, tiga kamar mandi siswa, dan satu kamar mandi murid. 

Total siswa yang belajar di sekolah tersebut ada sekitar 180 siswa lebih. Namun, pola pendidikan dulu dan kini tentu sangat jauh berbeda.

Ini karena menyesuaikan standar kurikulum yang ada. “Terus terang saya kurang mengetahui sejarah pastinya. Waktu laporan 100 tahun berdirinya sekolah,

ini lebih banyak melaporkan keadaan sekolah masa kini siswa, guru-guru, dan lainnya yang berhubungan dengan sekolah,” ungkap I Wayan Dana, Kepala Sekolah SDN 1 Sibangkaja.

Wayan Dhania, selaku ketua panitia HUT ke-100 (seabad) dan reuni pertama SD 1 Sibangkaja mengakui bahwa orang tua kandungnya Pan Dhania, juga tamatan sekolah tersebut.

Orang tuanya sekolah tahun 1936. Makanya, dia tahu sekilas informasi tentang keberadaan sekolah tersebut. Pola pendidikan pada zaman Belanda tergolong biasa saja.

“Pada waktu zaman Belanda warga dicari-cari ke rumah, diimbau  supaya mau sekolah. Ini karena waktu itu orang jarang mau sekolah,” ungkapnya.

Di era Jepang, menurut orang tuanya pola pendidikan berubah lagi. Jepang yang keras, kejam, dan suka main paksa. Termasuk main paksa untuk bersekolah.

Di sisi lain juga dipaksa disiplin dan bekerja keras. Baik dalam pendidikan, catatan administrasi semuanya harus disiplin.

Sampai sekarang masih ada tersisa catatan siswa di era tahun 1942. Selain menempa ilmu pengetahuan, kurikulum juga diberi keterampilan untuk membuat sabun.

Tentu saja pada waktu itu dilakukan untuk kepentingan pemerintah Jepang. Khususnya tentara Jepang.

“Jepang sangat mengutamakan disiplin tapi kental kesan Jepangnisasi. Makanya banyak veteran yang sekolah di era penjajahan Jepang banyak yang bisa  berbahasa Jepang, ” terang pria yang juga sebagai Kepala Sekolah SMPN 4 Denpasar ini.

Untuk gedung, ada perubahan arsitektur bangunan dari masa ke masa. Setelah penjajahan Belanda, dilanjutkan penjajahan Jepang arsitektur bangunan mengalami perubahan.

Ciri khas yang ia ketahui dulu bangku siswa panjang terbuat dari kayu jati asli, kap sekolah dari kayu gelondongan, dan tembok bebatuan.

 “Menurut informasi, sewaktu  zaman Jepang banyak diperbaiki. Namun berubah total ketika mulai Orde Baru. Saya saat sekolah dari tahun 1966-1972 sudah berubah total. Gedung sekolah juga diperlebar. Ini karena dulu gedungnya kecil,  ” ungkapnya.

Sekolah tersebut juga melahirkan ribuan alumni. Bahkan, banyak muncul sebagai akademisi, dosen, guru, pengusaha, politisi, dan berbagai profesi.

Yang menonjol sekolah tersebut melahirkan Guru Besar  Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha)  yakni Prof. Dr. Nyoman Dantes dan juga mantan rektor Undiksha. 

“Banyak tokoh yang jebolan sini (SD 1 Sibangkaja). Waktu perayaan seabad SD 1 Sibangkaja dan reuni perdana alumni banyak yang hadir, ” terangnya.

Kata dia, pada peringatan dan reuni pertama SD 1 Sibangkaja banyak aktivitas dilakukan. Tema yang diangkat yakni Meningkatkan Keunggulan dan Daya Saing yang Dilandasi Karakter Berbudaya dan Peduli Lingkungan.

Momen seabad juga diharapkan menjadi spirit tersendiri.  “Kami  harapkan dengan tema ini teman-teman kita di SD 1 Sibangkaja termotivasi, ” jelasnya.

Pada waktu itu juga dirangkai berbagai kegiatan yakni diskusi panel melibatkan alumni dan tokoh masyarakat, lomba-lomba,

gerak jalan sehat. Dan, terakhir puncak acara pada 2 April 2019  diikuti para alumni, tokoh masyarakat, undangan lainnya. 

“Para alumni yang tua-tua datang, dilakukan kegiatan pemotongan tumpeng, penyerahan hadiah, kegiatan hasil diskusi,” terangnya.

Seperti diketahui, selain SDN 1 Sibangkaja, yang sudah berdiri seabad, di Badung juga ada sekolah lain yang berdiri sejak zaman Belanda.

Seperti SDN 1 Kerobokan,  Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung juga telah merayakan 100 tahun   1 Agustus 2018 lalu.

Ada juga SDN 1 Sedang, Abiansemal, Badung, juga berdiri tahun 1919, silam atau pada zaman enjajahan Belanda. SD 1 Munggu, yang berlokasi di Jalan Raya Munggu,

Kapal, Badung, juga berdiri 1 Desember 1919. Ada juga SDN 1 Sempidi, Badung malah berdiri 1 Februari 1918. (*)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/