28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:59 AM WIB

Nah, Telah Berjalan 30 Tahun, Desa Adat Serangan Tetiba Tolak Perpanjangan HGB PT BTID 

DENPASAR – Pihak Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan menyatakan keberatannya terhadap  permintaan PT Bali Turtle Island Development (BTID), yang ingin memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) di tanah-tanah wilayah Pemukiman Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan.

Penolakan itu bukan tanpa alasan. Pihak desa adat Serangan, Denpasar Selatan melihat masih adanya polemik yang belum tuntas terkait kepemilikan tanah di kawasan tersebut. Sehingga baik pihak Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan, maupun pihak BTID dipertemukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Denpasar untuk membahas masalah ini pada Selasa (11/10/2022) untuk mencari solusi terbaik.

Palemahan Desa Adat Serangan, Wayan Sukarata menjelaskan, dimana sebelumnya PT BTID sendiri mengajukan permohonan untuk memperpanjang puluhan HGB yang sudah berjalan 30 tahun. Dimana masa berlakunya akan habis pada Juni 2023 mendatang. Namun pihak desa adat menyatakan keberatan. Sehingga pihak desa ada Serangan juga mewanti-wanti pihak BPN Kota Denpasar untuk mengevaluasi tanah atau titik mana yang rawan bermasalah.

“Sehingga kalau memang ada suatu kesalahan pada saat pengajuan HGB dari BTID, agar untuk selanjutnya tidak bisa diperpanjang lagi, tanah yang bermasalah,” katanya ditemui usai pertemuan di kantor BPN kota Denpasar, Selasa (11/10/2022). Dikatakannya ada 13 HGB yang bermasalah.

Seperti HGB Nomor 13 berisi fasilitas jalan umum, jalan menuju ke Pura Dalem Sakenan, Candi Bentar dan juga ada toilet umum di Pura Dalem Sakenan.

Kemudian, ada HGB Nomor 21, Nomor 79 yang ada fasilitas jalan umum dan juga jalan menuju ke Pura Dalem Sakenan. HGB Nomor 88, Nomor 86, Nomor 87, Nomor 84, Nomor 81, Nomor 83, Nomor 82, dan Nomor 20 yang masing-masing ada fasilitas jalan umum. Lalu berikutnya, HGB Nomor 19 berisi fasilitas jalan umum serta Kuburan Hindu. HGB Nomor 4 berisi sda Kuburan Islam milik warga Kampung Bugis Serangan, Denpasar Selatan.

Ditambahkannya, ada pula HGB Nomor 81, 82 dan 83 itu, sebenarnya merupakan milik dua warga Serangan Denpasar Selatan. Hal itu berdasarkan Pipil yang dimiliki warga tersebut. Seiring waktu, tanah tersebut malah ber-HGB BTID. Mengacu pada Pipilnya, ternyata luasnya jadi berkurang akibat dijadikan jalan berdasar HGB.

Wayan Sukarara pun menyatakan heran, dimana ada jalan aspal yang dibangung oleh BTID di atas hak atau lahan orang yang sebetulnya belum dilepas oleh pemiliknya ke Pemerintah Kota Denpasar. “Sudah sering berbenturan dengan BTID soal ini. Kami ingin anak cucu kedepannya tidak lagi menghadapi masalah, takutnya yang namanya investor kan tidak bisa memastikan suatu hari nanti kalau tanah-tanah itu diblok oleh mereka, bagaimana kami lewat masyarakat Serangan,” ujarnya.

Sementara itu, Prajuru Desa Adat Serangan Denpasar Selatan, Nyoman Kemuk Antara menjelaskan, bahwa sejauh ini pihak desa adat merasa perlu adanya evaluasi terhadap HGB yang telah berjalan 30 tahun tersebut.  Dimana dalam kurun waktu itu, kata dia BTID juga belum melakukan pembangunan yang maksimal yang bermanfaat bagi masyarakat desa Serangan.

“Kami dari pihak desa tidak menampik ada diuntungkan, tapi dalam hal ini secara maksimal PT BTID belum bisa berbuat apa-apa, bahkan kemarin itu status tanahnya kan status tanah yang terlantar, kan itu yang sangat kami sayangkan,” pungkasnya. Sejauh ini, belum ada solusi pasti yang dihasilkan dari pertemuan antara desa adat Serangan dengan BTID tersebut. (Marsellus Nabunome Pampur/rid)

 

DENPASAR – Pihak Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan menyatakan keberatannya terhadap  permintaan PT Bali Turtle Island Development (BTID), yang ingin memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) di tanah-tanah wilayah Pemukiman Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan.

Penolakan itu bukan tanpa alasan. Pihak desa adat Serangan, Denpasar Selatan melihat masih adanya polemik yang belum tuntas terkait kepemilikan tanah di kawasan tersebut. Sehingga baik pihak Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan, maupun pihak BTID dipertemukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Denpasar untuk membahas masalah ini pada Selasa (11/10/2022) untuk mencari solusi terbaik.

Palemahan Desa Adat Serangan, Wayan Sukarata menjelaskan, dimana sebelumnya PT BTID sendiri mengajukan permohonan untuk memperpanjang puluhan HGB yang sudah berjalan 30 tahun. Dimana masa berlakunya akan habis pada Juni 2023 mendatang. Namun pihak desa adat menyatakan keberatan. Sehingga pihak desa ada Serangan juga mewanti-wanti pihak BPN Kota Denpasar untuk mengevaluasi tanah atau titik mana yang rawan bermasalah.

“Sehingga kalau memang ada suatu kesalahan pada saat pengajuan HGB dari BTID, agar untuk selanjutnya tidak bisa diperpanjang lagi, tanah yang bermasalah,” katanya ditemui usai pertemuan di kantor BPN kota Denpasar, Selasa (11/10/2022). Dikatakannya ada 13 HGB yang bermasalah.

Seperti HGB Nomor 13 berisi fasilitas jalan umum, jalan menuju ke Pura Dalem Sakenan, Candi Bentar dan juga ada toilet umum di Pura Dalem Sakenan.

Kemudian, ada HGB Nomor 21, Nomor 79 yang ada fasilitas jalan umum dan juga jalan menuju ke Pura Dalem Sakenan. HGB Nomor 88, Nomor 86, Nomor 87, Nomor 84, Nomor 81, Nomor 83, Nomor 82, dan Nomor 20 yang masing-masing ada fasilitas jalan umum. Lalu berikutnya, HGB Nomor 19 berisi fasilitas jalan umum serta Kuburan Hindu. HGB Nomor 4 berisi sda Kuburan Islam milik warga Kampung Bugis Serangan, Denpasar Selatan.

Ditambahkannya, ada pula HGB Nomor 81, 82 dan 83 itu, sebenarnya merupakan milik dua warga Serangan Denpasar Selatan. Hal itu berdasarkan Pipil yang dimiliki warga tersebut. Seiring waktu, tanah tersebut malah ber-HGB BTID. Mengacu pada Pipilnya, ternyata luasnya jadi berkurang akibat dijadikan jalan berdasar HGB.

Wayan Sukarara pun menyatakan heran, dimana ada jalan aspal yang dibangung oleh BTID di atas hak atau lahan orang yang sebetulnya belum dilepas oleh pemiliknya ke Pemerintah Kota Denpasar. “Sudah sering berbenturan dengan BTID soal ini. Kami ingin anak cucu kedepannya tidak lagi menghadapi masalah, takutnya yang namanya investor kan tidak bisa memastikan suatu hari nanti kalau tanah-tanah itu diblok oleh mereka, bagaimana kami lewat masyarakat Serangan,” ujarnya.

Sementara itu, Prajuru Desa Adat Serangan Denpasar Selatan, Nyoman Kemuk Antara menjelaskan, bahwa sejauh ini pihak desa adat merasa perlu adanya evaluasi terhadap HGB yang telah berjalan 30 tahun tersebut.  Dimana dalam kurun waktu itu, kata dia BTID juga belum melakukan pembangunan yang maksimal yang bermanfaat bagi masyarakat desa Serangan.

“Kami dari pihak desa tidak menampik ada diuntungkan, tapi dalam hal ini secara maksimal PT BTID belum bisa berbuat apa-apa, bahkan kemarin itu status tanahnya kan status tanah yang terlantar, kan itu yang sangat kami sayangkan,” pungkasnya. Sejauh ini, belum ada solusi pasti yang dihasilkan dari pertemuan antara desa adat Serangan dengan BTID tersebut. (Marsellus Nabunome Pampur/rid)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/