28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 3:33 AM WIB

Warisi Jejak Leluhur, Bikin Kreasi Anyaman Bambu Ikuti Selera Pasar

Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar yang masuk sebagai salah satu desa Bali Aga tidak hanya dikenal kental dengan adat istiadat dan budaya yang masih dipertahankan oleh masyarakatnya.

Masyarakat Desa Sidatapa ternyata memiliki kreatifitas kerajinan ulatan yang terbuat dari bahan bambu. Seperti apa?

 

JULIADI, Banjar

TEPAT pukul 10.30 Wita Jawa Pos Radar Bali bertemu dengan Ketua Komunitas English Corner Sidatapa Komang Rena yang ditinggal di Banjar Dinas Lakas, Sidatapa.

Pria yang akrab disapa Rena inilah yang nanti mengantarkan untuk menuju rumah produksi anyaman bambu khas Desa Sidatapa yang diketuai oleh Putu Sinar Jaya.

Namun sebelum bertemu mereka, jalan menanjak dan berliku harus dilalui. Jalan-jalan di Desa Sidatapa sebagian besar di rabat beton, tidak dengan dulunya yang hanya masih beralaskan tanah.

Kendati sedikit melelahkan, tetapi rasa penasaran seperti apa rumah produksi anyaman bambu tersebut terbayar lunas

setelah memasuki kediaman dari Putu Sinar Jaya yang juga selaku Ketua Pokdarwis My Darling Desa Sidatapa.

Bagaimana tidak ibu-ibu rumah tangga di kediaman Putu Sinar Jaya. Jemari tangan mereka tampak telaten dan mahir mengulat dan merangkai bambu yang sudah dihaluskan untuk menjadi

sebuah pernak-pernik segala bentuk lampu hias ruangan dan dekorasi, tempat dupa, sokasi, dompet, kuskus jajan serta berbagai bentuk olahan bambu lainnya.

“Silakan masuk dulu, nanti kita wawancara dan ngobrol,” ucap Putu Sinar dengan ramah menyapa Jawa Pos Radar Bali.

Dia mengaku penjualan kerajinan anyaman bambu ditengah pandemi Covid-19 masih sepi. Biasanya ulatan anyaman bambu

yang dibentuk menjadi sebuah lampu hiasan dekorasi kamar dan ruangan dia di pasok ke sejumlah art shop di Gianyar dan Denpasar.

Bahkan, permintaan juga datang dari Negara Jepang. “Dulu sebelum Covid-19 tamu dari Jepang banyak yang pesan. Karena mereka senang dengan bahan anyaman bambu yang masih alami,” tuturnya sambil menyuguhkan segelas kopi.

Diceritakan pria berusia 45 tahun yang tinggal di Banjar Dinas Delod Pura, kerajinan anyaman bambu khas desanya yang dikerjakan

oleh para ibu rumah tangga sejatinya sudah ada dari dulu dan sudah dilakukan secara turun temurun menjadi sebuah warisan pekerjaan.

Warga desa tetap memilih sebagai perajin anyaman bambu lantaran masih tersedia banyak bahan bambu Bali atau biasa disebut bambu tali di desa.

“Kalau dulu warga buat keranjang kurungan ayam, sekarang sudah beralih ke lebih mengikuti pasar. Yakni pembuatan lampu hias, pot, asbak,

tempat dupa, sokasi, dompet yang sebagian besar berbahan bambu. Kemudian sekarang kami juga membuat gelas, pipet, tumbler botol air,” ungkapnya

Putu Sinar menjelaskan, proses pembuatan anyaman bambu masih dilakukan secara tradisional. Memakai tangan. Bambu yang dipergunakan adalah bambu dewasa berukuran besar dan sama panjang ruasnya.

Awalnya dilakukan pembelahan atau dibelah dan diserut hingga tipis lalu dijemur hingga kering. Bambu yang tipis dibentuk dengan menganyam dan diikat atau dirangkai terhadap bambu yang sudah diraut halus.

Baru pekerjaan terakhir memberi zat pengkilat dengan menggunakan pernis atau pelitur. Selain itu diberikan warna atau cat.

Bentuk dari anyaman bambu dibuat sesuai dengan selera pemesanan dan mengikuti permintaan pasar.

“Disamping itu selain bahan bambu kami gunakan. Kami juga gunakan bahan tangkai buah pohon aren untuk pembuatan lampu hias,” aku pria yang juga sebagai Ketua Kelompok Pengrajin Anyaman Bambu Sinar Dewata.

Sehari dalam proses pembuatan anyaman bambu tak menentu berapa jumlah yang mampu terbuat. Tetap tergantung dari bentuk dan ukuran.

Misalnya, dalam membuat lampu hiasan dengan ukuran besar, maka mampu sehari penuh dikerjakan. Sedangkan untuk lampu hiasan dengan bentuk yang mudah sehari mampu dua sampai tiga dibuat.

Putu Sinar menyebut untuk harga kerajinan anyaman bambu mulai dari Rp 35 Ribu sampai Rp 350 ribu. Sejauh ini kendati pandemi Covid-19 masih ada saja pemesan barang anyaman.

Tetapi, pemesan melalui via online dan tidak sebanyak seperti yang dulu. “Ya ada saja yang laku. Karena kami pasarkan melalui media sosial FB dan Instagram,” pungkasnya.(*)

Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar yang masuk sebagai salah satu desa Bali Aga tidak hanya dikenal kental dengan adat istiadat dan budaya yang masih dipertahankan oleh masyarakatnya.

Masyarakat Desa Sidatapa ternyata memiliki kreatifitas kerajinan ulatan yang terbuat dari bahan bambu. Seperti apa?

 

JULIADI, Banjar

TEPAT pukul 10.30 Wita Jawa Pos Radar Bali bertemu dengan Ketua Komunitas English Corner Sidatapa Komang Rena yang ditinggal di Banjar Dinas Lakas, Sidatapa.

Pria yang akrab disapa Rena inilah yang nanti mengantarkan untuk menuju rumah produksi anyaman bambu khas Desa Sidatapa yang diketuai oleh Putu Sinar Jaya.

Namun sebelum bertemu mereka, jalan menanjak dan berliku harus dilalui. Jalan-jalan di Desa Sidatapa sebagian besar di rabat beton, tidak dengan dulunya yang hanya masih beralaskan tanah.

Kendati sedikit melelahkan, tetapi rasa penasaran seperti apa rumah produksi anyaman bambu tersebut terbayar lunas

setelah memasuki kediaman dari Putu Sinar Jaya yang juga selaku Ketua Pokdarwis My Darling Desa Sidatapa.

Bagaimana tidak ibu-ibu rumah tangga di kediaman Putu Sinar Jaya. Jemari tangan mereka tampak telaten dan mahir mengulat dan merangkai bambu yang sudah dihaluskan untuk menjadi

sebuah pernak-pernik segala bentuk lampu hias ruangan dan dekorasi, tempat dupa, sokasi, dompet, kuskus jajan serta berbagai bentuk olahan bambu lainnya.

“Silakan masuk dulu, nanti kita wawancara dan ngobrol,” ucap Putu Sinar dengan ramah menyapa Jawa Pos Radar Bali.

Dia mengaku penjualan kerajinan anyaman bambu ditengah pandemi Covid-19 masih sepi. Biasanya ulatan anyaman bambu

yang dibentuk menjadi sebuah lampu hiasan dekorasi kamar dan ruangan dia di pasok ke sejumlah art shop di Gianyar dan Denpasar.

Bahkan, permintaan juga datang dari Negara Jepang. “Dulu sebelum Covid-19 tamu dari Jepang banyak yang pesan. Karena mereka senang dengan bahan anyaman bambu yang masih alami,” tuturnya sambil menyuguhkan segelas kopi.

Diceritakan pria berusia 45 tahun yang tinggal di Banjar Dinas Delod Pura, kerajinan anyaman bambu khas desanya yang dikerjakan

oleh para ibu rumah tangga sejatinya sudah ada dari dulu dan sudah dilakukan secara turun temurun menjadi sebuah warisan pekerjaan.

Warga desa tetap memilih sebagai perajin anyaman bambu lantaran masih tersedia banyak bahan bambu Bali atau biasa disebut bambu tali di desa.

“Kalau dulu warga buat keranjang kurungan ayam, sekarang sudah beralih ke lebih mengikuti pasar. Yakni pembuatan lampu hias, pot, asbak,

tempat dupa, sokasi, dompet yang sebagian besar berbahan bambu. Kemudian sekarang kami juga membuat gelas, pipet, tumbler botol air,” ungkapnya

Putu Sinar menjelaskan, proses pembuatan anyaman bambu masih dilakukan secara tradisional. Memakai tangan. Bambu yang dipergunakan adalah bambu dewasa berukuran besar dan sama panjang ruasnya.

Awalnya dilakukan pembelahan atau dibelah dan diserut hingga tipis lalu dijemur hingga kering. Bambu yang tipis dibentuk dengan menganyam dan diikat atau dirangkai terhadap bambu yang sudah diraut halus.

Baru pekerjaan terakhir memberi zat pengkilat dengan menggunakan pernis atau pelitur. Selain itu diberikan warna atau cat.

Bentuk dari anyaman bambu dibuat sesuai dengan selera pemesanan dan mengikuti permintaan pasar.

“Disamping itu selain bahan bambu kami gunakan. Kami juga gunakan bahan tangkai buah pohon aren untuk pembuatan lampu hias,” aku pria yang juga sebagai Ketua Kelompok Pengrajin Anyaman Bambu Sinar Dewata.

Sehari dalam proses pembuatan anyaman bambu tak menentu berapa jumlah yang mampu terbuat. Tetap tergantung dari bentuk dan ukuran.

Misalnya, dalam membuat lampu hiasan dengan ukuran besar, maka mampu sehari penuh dikerjakan. Sedangkan untuk lampu hiasan dengan bentuk yang mudah sehari mampu dua sampai tiga dibuat.

Putu Sinar menyebut untuk harga kerajinan anyaman bambu mulai dari Rp 35 Ribu sampai Rp 350 ribu. Sejauh ini kendati pandemi Covid-19 masih ada saja pemesan barang anyaman.

Tetapi, pemesan melalui via online dan tidak sebanyak seperti yang dulu. “Ya ada saja yang laku. Karena kami pasarkan melalui media sosial FB dan Instagram,” pungkasnya.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/