Sosok pengelana yang satu ini memang begitu nekat. Dari kampung halamannya di Mesuji, Lampung, dia hanya berbekal uang Rp 70 ribu saja untuk keliling ke penjuru negeri.
MARSELLO PAMPUR, Denpasar
SIANG hari kemarin (16/11), di ruas Jalan Bypass Ngurah Rai, jalur ke utara dari arah selatan, tepatnya di perempatan lampu merah menuju Pantai Sanur terlihat padat merayap.
Dari beberapa motor dan mobil yang berhenti menunggu lampu hijau menuju arah utara, terlihat seorang pria paro baya berhenti paling depan mengendarai sepeda gayung.
Dia terlihat sabar menunggu lampu hijau. Beragam jenis barang dan atribut mulai dari bungkusan kresek, hingga beberapa tas berukuran sedang yang mulai lusuh terikat rapi di jok belakang sepeda.
Pada bagian belakang sepeda ada sebuah bendera Merah Putih. Seakan melambai-lambai di tengah teriknya matahari dan asap kendaraan. Juga debu yang beterbangan.
Bendera diikat pada sebuah kayu yang tingginya kurang lebih 1 meter. Di bagian depan stang sepedanya tertempel sebuah papan berdiameter kurang lebih 30 cm bertuliskan “Keliling Indonesia’’.
Saat lampu hijau, pria yang mengenakan topi dan baju sewarna topi ini langsung mengayuh dengan kencang ke arah utara.
Dirundung rasa penasaran, wartawan Jawa Pos Radar Bali ini yang sebelumnya berada tepat di belakangnya pun memacu motornya mengikuti.
Setelah beberapa meter ke utara dari perempatan lampu merah Pantai Sanur, dia akhirnya berhenti sejenak meladeni ajakan mengobrol.
Dari obrolan itu akhirnya kenal dengan lelaki yang tengah berpetualang sendirian ini. Dia adalah Egi Suryana, yang mengaku sebagai warga Desa Sinar Laga, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji, Lampung, Sumatera.
Dia sudah sekitar 11 hari di Pulau Bali. Pria yang mengaku lulusan STM Elektro ini sedang dalam sebuah misi penting yakni ingin membangun minat budaya bersepeda di seluruh Nusantara.
“Visi misi saya adalah untuk membangun budaya minat bersepeda sebagai sarana olah raga dan hemat energi khususnya energi fosil.
Dengan begitu kita akan lebih mencintai lingkungan,” tuturnya dengan nafas sedikit terengah-engah dan keringat yang masih membasahi sebagian wajahnya.
Demi mewujudkan niatnya tersebut, dia telah meninggalkan kediamannya sejak 21 Maret 2017 lalu.
Hingga kemarin, dia telah melewati 10 provinsi di Indonesia, mulai dari pulau Sumatera, Jawa, dan sekarang di pulau Bali.
Di Bali sendiri, dia memulai dari Pelabuhan Gilimanuk, Tanah Lot, Kuta. Kemarin dirinya menempuh perjalanan ke arah Ubud, Gianyar.
Rencananya, dalam tiga hari ke depan, Suryana akan menyeberang ke NTB, berlanjut ke NTT. “Kalau kapalnya lancar sih,
pengin melanjutkan perjalanan ke Merauke. Kemudian Ternate, Ambon, Sulawesi, Kalimantan. Baru kembali lagi ke Sumatra, kampung halaman,” ujarnya.
Demi perjalanan ini, Egi harus meninggalkan anak dan istrinya di rumah. Dijelaskan, keadaan ini justru malah memberi motivasi. Dia semangat karena sang istri juga mendukung penuh misinya.
Perjalanan panjangnya ini tidak dilaluinya dengan mulus begitu saja. Berbagai tantangan dihadapinya.
Mulai dari beberapa bagian sepeda yang rusak, hingga harus tidur di hutan karena keburu malam saat dirinya melewati jalur hutan.
Dan, yang paling parah dia juga pernah didera sakit saat di tengah perjalanan yang membuatnya harus beristirahat di beberapa kota yang dilalui.
Yang mengejutkan, pria berkulit coklat ini mengungkapkan bahwa modal uang yang dibawanya selama perjalanan hanya sebesar Rp 70 ribu saja.
Uang sebesar itu akhirnya habis di Jawa. Beruntung, di dalam perjalanan yang dilewatinya ada saja donatur atau pihak-pihak yang memberi sekadar uang atau bantuan dalam bentuk makanan atau barang guna pakai.
“Bermodal uang Rp 70 ribu dari rumah, saya optimistis bisa menuntaskan misi ini. Di perjalanan, saya lebih sering bermalam di pompa bensin di pinggir jalan yang saya lewati sepanjang perjalanan ini,” kata pria yang mengaku wiraswasta ini.
Kota-kota yang dilewatinya tidak hanya dilaluinya begitu saja. Dia sempat berceramah di beberapa sekolah dan kampus tentang pentingnya menjaga sumber daya alam. Juga lingkungan sekitar.
Selain kampanye lingkungan dan minat bersepeda, dia juga melakukan penjelajahan ini demi bisa melihat langsung daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Tempat yang sebelumnya hanya bisa dilihat di televisi atau media pemberitaan lain. “Salah satu motivasi besar yang mendorong saya adalah untuk bisa
merasakan dan melihat langsung daerah-daerah di Indonesia hingga pelosok. Mungkin selama ini saya hanya mengenal daerah-daerah
di Indonesia lewat media TV, tapi dengan begini saya bisa melihat dan merasakan langsung,” tandasnya, seraya menjelaskan bahwa modal besar dalam perjalanannya ini adalah mental dan stamina yang kuat.
Obrolan yang berlangsung sekitar 15 menit ini pun akhirnya berakhir. Egi berpamitan hendak kembali mengayuh sepeda ontel keluaran tahun 1960-an itu menuju arah Ubud, Gianyar.
Tentu untuk melanjutkan perjalanan yang masih jauh. Entah kapan berakhirnya.