33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:28 PM WIB

Arak Berbagai Jenis Hewan, Nyepi Adat Pertama yang Digelar Warga

Tradisi nyepi di Desa Adat Dencarik, Banjar, Buleleng baru pertama kali digelar. Nyepi desa itu berlangsung Selasa (17/12) lalu. Bagaimana suasananya?

JULIADI, Singaraja

SEJAK pukul 06.00 Selasa (17/12) lalu sampai pukul 06.00 Rabu (18/12) kemarin, seluruh akses jalan yang menuju Desa Dencarik ditutup total. 

Penutupan jalan itu dilakukan sementara mengingat krama Desa Dencarik tengah menjalankan catur brata penyepian.

Sebanyak lima Banjar Dinas di Desa Dencarik menggelar nyepi desa. Nyepi Desa tersebut hampir sama dengan Hari Raya Nyepi pada umumnya yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali.

Warga yang menjalankan penyepian tidak diperbolehkan keluar rumah (amati lelungaan), tidak boleh bersenang-senang 

dan hiburan (amati lelanguan), tidak boleh bekerja (amati karya) dan dilarang menyalakan api (amati geni).

Kendati demikian, sebelum menggelar nyepi adat, ada prosesi ritual upacara mecaru yang dilakukan oleh krama Desa Dencarik menggunakan sarana sapi, bebek, angsa, kambing, babi, ayam dan anjing.

Kelian Adat Desa Pakraman Dencarik Nengah Suparta didampingi Ketua Panitia Nyepi Desa Adat Dencarik Ida Kadek Anom menyatakan, tradisi nyepi adat di Desa Dencarik memang baru pertama kali digelar. 

Pada dasarnya nyepi memang sudah termuat didalam awig-awig desa adat. Karena dulu 50 tahun yang lalu sempat digelar nyepi Desa Adat Dencarik.

“Dan saat ini baru bisa kami laksanakan kembali,” kata Nengah Suparta. Menurutnya Suparta, nyepi Desa Adat Dencarik yang akan berlangsung Selasa lalu merupakan rangkaian upacara buta nyadnya (balik sumpah). 

Dalam rangkain upacara balik sumpah itu harus melangsungkan upacara nyepi desa. Sejatinya nyepi desa Dencarik digelar pada tahun 2018 lalu. 

Namun, ada kendala pembiayaan sehingga diundur dan disepakati oleh krama desa digelar di bulan Desember 2019.

“Karena ini upacara sakral dengan jenis madya. Maka selanjutnya nyepi desa akan digelar setiap 20 tahun sekali,” ujarnya.

Dari pelaksanaan upacara nyepi desa berbagai tahapan ritual harus dilakukan. Tahap awal Kamis (12/12) lalu melaksanakan upacara medem dewasa krama bersama-sama membuat taring. 

Mepiuning ke pura-pura desa, pulaki pesanakan dan pura-pura besar di Buleleng. Selanjutnya Minggu (15/12) baru dilakukan upacara mecaru.

Upacara mecaru dikatakan Suparta sedikit berbeda binatang-binatang untuk sarana mecaru. Seperti sapi, bebek, angsa, kambing, babi, ayam dan anjing. 

Terlebih dahulu harus diarak keliling desa-desa oleh krama desa. Setelah itu baru bisa diadakan penyembelihan binatang tersebut. 

Olahan dari masing-masing binatang yang disembelih disesuaikan dengan urip atau tempatnya.

“Setelah itu dihaturkan oleh warga kepada Bhatara. Sebagian hasil olahan selain menjadi sarana juga diambil oleh krama desa,” paparnya.

Untuk upacara mecaru, lanjut Suparta, dipuput oleh 4 sulinggih. Yakni Ida pedanda Gede Duangga Purdasa Kemenuh, 

Ida Pedanda Gede Giri Maha Sandhi, Rati Pedanda Buda Wayahan Demung dan Ida Resi Bhujangga Wibisnawa Kertha Nanda.

Pelaksanaan nyepi desa tujuannya mengenang, merenung tentang apa saja yang sudah dilaksanakan sebelumnya. 

Kemudian menjadi cerminan apa yang akan dilakukan kedepan. “Selain itu nyepi desa tujuan menolak hal-hal negatif atau menjauhkan desa dari segala marabahaya dan peristiwa alam lainnya,” tandasnya.

Sementara itu, Perbekel Desa Dencarik Putu Budiasa menyatakan, proses nyepi berjalan khusyuk.

Proses pengamanan dilakukan oleh pecalang desa. Mengingat akses jalan yang ditutup merupakan jalan lintas desa.

Untuk itu pihaknya pun sudah memohon permakluman kepada masyarakat desa lain agar berkenan untuk tidak melintasi jalan desa tersebut mencari jalan alternative lainnya.

“Kami mohon permakluman, sehingga jalan tapa brata penyepian berjalan aman dan lancar. Tanpa gangguan. Kami juga berkoordinasi dengan aparat kepolisian Polsek Banjar,” tandasnya. (*)

Tradisi nyepi di Desa Adat Dencarik, Banjar, Buleleng baru pertama kali digelar. Nyepi desa itu berlangsung Selasa (17/12) lalu. Bagaimana suasananya?

JULIADI, Singaraja

SEJAK pukul 06.00 Selasa (17/12) lalu sampai pukul 06.00 Rabu (18/12) kemarin, seluruh akses jalan yang menuju Desa Dencarik ditutup total. 

Penutupan jalan itu dilakukan sementara mengingat krama Desa Dencarik tengah menjalankan catur brata penyepian.

Sebanyak lima Banjar Dinas di Desa Dencarik menggelar nyepi desa. Nyepi Desa tersebut hampir sama dengan Hari Raya Nyepi pada umumnya yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali.

Warga yang menjalankan penyepian tidak diperbolehkan keluar rumah (amati lelungaan), tidak boleh bersenang-senang 

dan hiburan (amati lelanguan), tidak boleh bekerja (amati karya) dan dilarang menyalakan api (amati geni).

Kendati demikian, sebelum menggelar nyepi adat, ada prosesi ritual upacara mecaru yang dilakukan oleh krama Desa Dencarik menggunakan sarana sapi, bebek, angsa, kambing, babi, ayam dan anjing.

Kelian Adat Desa Pakraman Dencarik Nengah Suparta didampingi Ketua Panitia Nyepi Desa Adat Dencarik Ida Kadek Anom menyatakan, tradisi nyepi adat di Desa Dencarik memang baru pertama kali digelar. 

Pada dasarnya nyepi memang sudah termuat didalam awig-awig desa adat. Karena dulu 50 tahun yang lalu sempat digelar nyepi Desa Adat Dencarik.

“Dan saat ini baru bisa kami laksanakan kembali,” kata Nengah Suparta. Menurutnya Suparta, nyepi Desa Adat Dencarik yang akan berlangsung Selasa lalu merupakan rangkaian upacara buta nyadnya (balik sumpah). 

Dalam rangkain upacara balik sumpah itu harus melangsungkan upacara nyepi desa. Sejatinya nyepi desa Dencarik digelar pada tahun 2018 lalu. 

Namun, ada kendala pembiayaan sehingga diundur dan disepakati oleh krama desa digelar di bulan Desember 2019.

“Karena ini upacara sakral dengan jenis madya. Maka selanjutnya nyepi desa akan digelar setiap 20 tahun sekali,” ujarnya.

Dari pelaksanaan upacara nyepi desa berbagai tahapan ritual harus dilakukan. Tahap awal Kamis (12/12) lalu melaksanakan upacara medem dewasa krama bersama-sama membuat taring. 

Mepiuning ke pura-pura desa, pulaki pesanakan dan pura-pura besar di Buleleng. Selanjutnya Minggu (15/12) baru dilakukan upacara mecaru.

Upacara mecaru dikatakan Suparta sedikit berbeda binatang-binatang untuk sarana mecaru. Seperti sapi, bebek, angsa, kambing, babi, ayam dan anjing. 

Terlebih dahulu harus diarak keliling desa-desa oleh krama desa. Setelah itu baru bisa diadakan penyembelihan binatang tersebut. 

Olahan dari masing-masing binatang yang disembelih disesuaikan dengan urip atau tempatnya.

“Setelah itu dihaturkan oleh warga kepada Bhatara. Sebagian hasil olahan selain menjadi sarana juga diambil oleh krama desa,” paparnya.

Untuk upacara mecaru, lanjut Suparta, dipuput oleh 4 sulinggih. Yakni Ida pedanda Gede Duangga Purdasa Kemenuh, 

Ida Pedanda Gede Giri Maha Sandhi, Rati Pedanda Buda Wayahan Demung dan Ida Resi Bhujangga Wibisnawa Kertha Nanda.

Pelaksanaan nyepi desa tujuannya mengenang, merenung tentang apa saja yang sudah dilaksanakan sebelumnya. 

Kemudian menjadi cerminan apa yang akan dilakukan kedepan. “Selain itu nyepi desa tujuan menolak hal-hal negatif atau menjauhkan desa dari segala marabahaya dan peristiwa alam lainnya,” tandasnya.

Sementara itu, Perbekel Desa Dencarik Putu Budiasa menyatakan, proses nyepi berjalan khusyuk.

Proses pengamanan dilakukan oleh pecalang desa. Mengingat akses jalan yang ditutup merupakan jalan lintas desa.

Untuk itu pihaknya pun sudah memohon permakluman kepada masyarakat desa lain agar berkenan untuk tidak melintasi jalan desa tersebut mencari jalan alternative lainnya.

“Kami mohon permakluman, sehingga jalan tapa brata penyepian berjalan aman dan lancar. Tanpa gangguan. Kami juga berkoordinasi dengan aparat kepolisian Polsek Banjar,” tandasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/