29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 9:20 AM WIB

Tidur di Gubuk Reot dengan Dinding Kertas Semen dan Karung Bekas

Kehidupan Nyoman Puspa benar-benar memprihantinkan. Perempuan uzur berusia 80 tahun itu, harus tinggal di hubuk reot tanpa dinding. Meski memiliki kerabat, namun mereka tak bisa berbuat banyak.  Sebab keluarga ini memang berasal dari keluarga miskin.

 

EKA PRASETYA, Buleleng

 

SIANG itu Nyoman Puspa, 80, tengah duduk santai di teras rumah saudaranya. Di sebelahnya sebuah tongkat kayu sepanjang kurang lebih 50 centimeter, tergeletak.

 

Tongkat itu menjadi alat bantunya saat berjalan. Di usianya yang sudah sepuh, ia sangat membutuhkan tongkat itu.

 

Sebuah daging yang menggumpal di tenggorokannya terlihat sangat menonjol. Daging itu disebut-sebut efek penyakit gondok yang diderita saat masih muda.

 

Benjolan itu sempat dipijat. Alih-alih sembuh, benjolan justru makin besar.

 

Nyoman Puspa merupakan salah satu lansia miskin yang ada di Lingkungan Sangket, Kelurahan Sukasada.

 

Dia tinggal satu halaman dengan adiknya, Made Susila, 65. Susila sendiri juga tercatat sebagai keluarga kurang mampu di wilayah tersebut.

 

Sehari-hari Puspa memilih tidur di sebuah gubuk reot dekat rumah adiknya. Pada siang hari, gubuk itu berfungsi sebagai bale sekepat, tempat ia dan keluarga adiknya bercengkrama.

 

Pada malam hari, bale itu jadi tempat tidur Dadong Puspa.

Bila malam menjelang, Susila akan menurunkan pelindung sederhana yang terbuat dari kertas semen dan karung bekas.

 

Pelindung itu untuk melindungi dadong dari angin malam. Sebuah tikar juga akan digelar.

 

Selain itu sebuah buntalan yang berfungsi sebagai bantal juga akan dikeluarkan.

 

Sebenarnya Susila memiliki sebuah rumah berdinding bata merah yang sudah lapuk. Hanya saja rumah itu cukup sempit. Ia tinggal di sana bersama istri, anak, dan cucunya.

 

“Kakak saya memang memilih tidur di bale sekepat itu. Kalau di dalam rumah harus berdesak-desakan. Kalau hujan, ya saya paksa masuk ke dalam,” kata Susila.

 

Meski memiliki rumah, ternyata keluarga ini belum memiliki fasilitas sanitasi yang layak.

Mereka hanya mengandalkan air dari saluran irigasi yang ada di sisi utara rumah.

 

Selama ini Dadong Puspa juga hanya menggantungkan hidupnya pada adiknya itu. Sejak menjanda, Puspa tinggal bersama adiknya.

 

“Dulu pernah hamil, tapi anaknya meninggal di kandungan. Setelah itu pisah dan kembali ke rumah bajang. Waktu itu saya masih kecil, jadi kurang ingat detailnya seperti apa,” ceritanya.

 

Selama ini Susila pun berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Termasuk sang kakak. Pendapatan sebagai buruh bangunan, harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

 

Dulunya saat masih sehat, Dadong Puspa juga sempat membantu keluarga dengan kegiatan menganyam.

 

Terkadang ia membuat canang atau keranjang. Di usianya yang makin senja, praktis Puspa tak bisa lagi berbuat banyak.

 

Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Luh Emi Suesti mengatakan, keluarga itu memang masuk dalam salah satu keluarga miskin di Buleleng.

 

Pemerintah sudah menyalurkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada keluarga tersebut.

 

Sementara untuk kondisi tempat tidur, Emi mengaku akan membuat kajian lebih dulu. Tak menutup kemungkinan keluarga ini akan diberikan bantuan bedah rumah.

 

Terlebih lahan yang ada, merupakan lahan milik keluarga yang didapat secara turun temurun.

 

“Tadi juga kan keluarganya mengajukan permohonan jamban. Ini akan kami koordinasikan ke sejumlah komunitas sosial. Mudah-mudahan bisa dibantu,” kata Emi.

 

Selain itu pemerintah juga akan mengupayakan agar Dadong Puspa mendapat bantuan sembako secara berkala.

 

“Ada beberapa yayasan yang punya program bantuan sembako rutin ke lansia. Kami akan upayakan dadong ini dapat. Supaya kebutuhan sehari-harinya tidak terlalu berat,” tukas Emi.

 

Kehidupan Nyoman Puspa benar-benar memprihantinkan. Perempuan uzur berusia 80 tahun itu, harus tinggal di hubuk reot tanpa dinding. Meski memiliki kerabat, namun mereka tak bisa berbuat banyak.  Sebab keluarga ini memang berasal dari keluarga miskin.

 

EKA PRASETYA, Buleleng

 

SIANG itu Nyoman Puspa, 80, tengah duduk santai di teras rumah saudaranya. Di sebelahnya sebuah tongkat kayu sepanjang kurang lebih 50 centimeter, tergeletak.

 

Tongkat itu menjadi alat bantunya saat berjalan. Di usianya yang sudah sepuh, ia sangat membutuhkan tongkat itu.

 

Sebuah daging yang menggumpal di tenggorokannya terlihat sangat menonjol. Daging itu disebut-sebut efek penyakit gondok yang diderita saat masih muda.

 

Benjolan itu sempat dipijat. Alih-alih sembuh, benjolan justru makin besar.

 

Nyoman Puspa merupakan salah satu lansia miskin yang ada di Lingkungan Sangket, Kelurahan Sukasada.

 

Dia tinggal satu halaman dengan adiknya, Made Susila, 65. Susila sendiri juga tercatat sebagai keluarga kurang mampu di wilayah tersebut.

 

Sehari-hari Puspa memilih tidur di sebuah gubuk reot dekat rumah adiknya. Pada siang hari, gubuk itu berfungsi sebagai bale sekepat, tempat ia dan keluarga adiknya bercengkrama.

 

Pada malam hari, bale itu jadi tempat tidur Dadong Puspa.

Bila malam menjelang, Susila akan menurunkan pelindung sederhana yang terbuat dari kertas semen dan karung bekas.

 

Pelindung itu untuk melindungi dadong dari angin malam. Sebuah tikar juga akan digelar.

 

Selain itu sebuah buntalan yang berfungsi sebagai bantal juga akan dikeluarkan.

 

Sebenarnya Susila memiliki sebuah rumah berdinding bata merah yang sudah lapuk. Hanya saja rumah itu cukup sempit. Ia tinggal di sana bersama istri, anak, dan cucunya.

 

“Kakak saya memang memilih tidur di bale sekepat itu. Kalau di dalam rumah harus berdesak-desakan. Kalau hujan, ya saya paksa masuk ke dalam,” kata Susila.

 

Meski memiliki rumah, ternyata keluarga ini belum memiliki fasilitas sanitasi yang layak.

Mereka hanya mengandalkan air dari saluran irigasi yang ada di sisi utara rumah.

 

Selama ini Dadong Puspa juga hanya menggantungkan hidupnya pada adiknya itu. Sejak menjanda, Puspa tinggal bersama adiknya.

 

“Dulu pernah hamil, tapi anaknya meninggal di kandungan. Setelah itu pisah dan kembali ke rumah bajang. Waktu itu saya masih kecil, jadi kurang ingat detailnya seperti apa,” ceritanya.

 

Selama ini Susila pun berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Termasuk sang kakak. Pendapatan sebagai buruh bangunan, harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

 

Dulunya saat masih sehat, Dadong Puspa juga sempat membantu keluarga dengan kegiatan menganyam.

 

Terkadang ia membuat canang atau keranjang. Di usianya yang makin senja, praktis Puspa tak bisa lagi berbuat banyak.

 

Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Luh Emi Suesti mengatakan, keluarga itu memang masuk dalam salah satu keluarga miskin di Buleleng.

 

Pemerintah sudah menyalurkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada keluarga tersebut.

 

Sementara untuk kondisi tempat tidur, Emi mengaku akan membuat kajian lebih dulu. Tak menutup kemungkinan keluarga ini akan diberikan bantuan bedah rumah.

 

Terlebih lahan yang ada, merupakan lahan milik keluarga yang didapat secara turun temurun.

 

“Tadi juga kan keluarganya mengajukan permohonan jamban. Ini akan kami koordinasikan ke sejumlah komunitas sosial. Mudah-mudahan bisa dibantu,” kata Emi.

 

Selain itu pemerintah juga akan mengupayakan agar Dadong Puspa mendapat bantuan sembako secara berkala.

 

“Ada beberapa yayasan yang punya program bantuan sembako rutin ke lansia. Kami akan upayakan dadong ini dapat. Supaya kebutuhan sehari-harinya tidak terlalu berat,” tukas Emi.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/