29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:41 AM WIB

Berlangsung Turun Temurun, Pengikat Kerukunan dan Wadah Saling Maafkan

Ditengah pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), tradisi Ngejot itu tetap dirawat oleh warga Muslim di Lingkungan Kali Buntil, Kelurahan Kampung Anyar, Buleleng.

Mereka melakukan aktivitas pemberian makanan kepada tetangga sekitar rumah yang beragama Hindu sebelum merayakan Hari Raya Idul Fitri 1441 H.  

 

 

JULIADI, Singaraja

TEPAT pukul 07.30 pagi berbagai jenis makanan dibungkus rapi dalam sebuah kotak disalah satu rumah warga di Jalan Kaswari Nomor 16 Kali Buntil Kelurahan Kampung Anyar Buleleng.

Makanan disiapkan untuk diberikan kepada tetangga sekitar yang beragama Hindu. Biasanya tradisi yang sudah lekat dilakukan setiap peringatan Hari Raya Idul Fitri tersebut disebut ngejot oleh warga sekitar.

Pelaksanaan tradisi ngejot dilakukan warga Muslim Kayu Buntil sebelum menjelang perayaan Idul Fitri dilaksanakan.

Ngejot sejatinya sebagai bentuk lain dari silaturahmi dengan mendatangi  rumah warga umat lainnya sembari membawa makanan untuk dibagikan. 

“Ada kelebihan rezeki saat ini. Dan kami lakukan ngejot dengan memberikan makanan dan jajan kepada saudara umat Hindu di sekitar rumah,” kata Ningsih, keluarga dari Bapak Mahat Suhadi yang melakukan tradisi ngejot.

Menurut Ningsih, tradisi ngejot yang dilakukan saat ini diwarisi secara turun temurun oleh keluarganya dan sudah ada sejak 20 puluh tahun lebih.

“Hari ini ada sekitar 10 kepala keluarga yang kami berikan makanan,” ungkapnya. Diakui Ningsih, banyak makna ketika dilakukan tradisi ngejot kepada saudara umat nonmuslim.

Selain sebagai pengikat kerukunan antar umat beragama di kampung, juga untuk memperkukuh tali silaturahmi.

Mungkin dalam keseharian ada salah perkataan dan perbuatan. Dalam tradisi ngejot inilah wadah saling memaafkan ditunjukkan. 

“Tradisi ini juga untuk lebih mengenal budaya dan adat istiadat yang ada di Bali,” tutur Ningsih. Tradisi ngejot ini sendiri dilakukan saat pandemic Covid-19.

Karena sosial distancing tetap mereka lakukan. Mulai dari penggunaan masker ketika keluar hingga tak lupa saling mengingat soal bahaya virus corona. 

“Kami berharap momentum Lebaran ini menjadi awal menurunkan kasus corona di Indonesia,” pungkasnya. 

Sementara itu Komang Reni, 46 bersama suaminya Gede Sukrayasa, 51 mengaku perayaan Lebaran selalu dilakukan tradisi ngejot oleh umat Muslim di kampungnya.

Begitu pula sebaliknya saat perayaan hari raya Galungan dan Kuningan tradisi ngejot dari umat Hindu ke saudara Muslim juga dilakukan. 

“Kalau ngejot umat Muslim bawa makanan dan jajan. Sedangkan kami bawa buah dan makanan lainnya,” ujarnya.

Tradisi ngejot sudah menjadi warisan leluhurnya di kampungnya. Jadi tradisi ini lebih lekat untuk saling mengenal.

Bila mana sewaktu-waktu ada tetangga yang meminta bantuan atau keluarga membutuhkan bantuan juga tidak sungkan untuk memintanya. “Selain itu ini salah bukti bahwa toleransi itu masih ada dan terjaga,” pungkasnya. (*)

 

 

 

Ditengah pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), tradisi Ngejot itu tetap dirawat oleh warga Muslim di Lingkungan Kali Buntil, Kelurahan Kampung Anyar, Buleleng.

Mereka melakukan aktivitas pemberian makanan kepada tetangga sekitar rumah yang beragama Hindu sebelum merayakan Hari Raya Idul Fitri 1441 H.  

 

 

JULIADI, Singaraja

TEPAT pukul 07.30 pagi berbagai jenis makanan dibungkus rapi dalam sebuah kotak disalah satu rumah warga di Jalan Kaswari Nomor 16 Kali Buntil Kelurahan Kampung Anyar Buleleng.

Makanan disiapkan untuk diberikan kepada tetangga sekitar yang beragama Hindu. Biasanya tradisi yang sudah lekat dilakukan setiap peringatan Hari Raya Idul Fitri tersebut disebut ngejot oleh warga sekitar.

Pelaksanaan tradisi ngejot dilakukan warga Muslim Kayu Buntil sebelum menjelang perayaan Idul Fitri dilaksanakan.

Ngejot sejatinya sebagai bentuk lain dari silaturahmi dengan mendatangi  rumah warga umat lainnya sembari membawa makanan untuk dibagikan. 

“Ada kelebihan rezeki saat ini. Dan kami lakukan ngejot dengan memberikan makanan dan jajan kepada saudara umat Hindu di sekitar rumah,” kata Ningsih, keluarga dari Bapak Mahat Suhadi yang melakukan tradisi ngejot.

Menurut Ningsih, tradisi ngejot yang dilakukan saat ini diwarisi secara turun temurun oleh keluarganya dan sudah ada sejak 20 puluh tahun lebih.

“Hari ini ada sekitar 10 kepala keluarga yang kami berikan makanan,” ungkapnya. Diakui Ningsih, banyak makna ketika dilakukan tradisi ngejot kepada saudara umat nonmuslim.

Selain sebagai pengikat kerukunan antar umat beragama di kampung, juga untuk memperkukuh tali silaturahmi.

Mungkin dalam keseharian ada salah perkataan dan perbuatan. Dalam tradisi ngejot inilah wadah saling memaafkan ditunjukkan. 

“Tradisi ini juga untuk lebih mengenal budaya dan adat istiadat yang ada di Bali,” tutur Ningsih. Tradisi ngejot ini sendiri dilakukan saat pandemic Covid-19.

Karena sosial distancing tetap mereka lakukan. Mulai dari penggunaan masker ketika keluar hingga tak lupa saling mengingat soal bahaya virus corona. 

“Kami berharap momentum Lebaran ini menjadi awal menurunkan kasus corona di Indonesia,” pungkasnya. 

Sementara itu Komang Reni, 46 bersama suaminya Gede Sukrayasa, 51 mengaku perayaan Lebaran selalu dilakukan tradisi ngejot oleh umat Muslim di kampungnya.

Begitu pula sebaliknya saat perayaan hari raya Galungan dan Kuningan tradisi ngejot dari umat Hindu ke saudara Muslim juga dilakukan. 

“Kalau ngejot umat Muslim bawa makanan dan jajan. Sedangkan kami bawa buah dan makanan lainnya,” ujarnya.

Tradisi ngejot sudah menjadi warisan leluhurnya di kampungnya. Jadi tradisi ini lebih lekat untuk saling mengenal.

Bila mana sewaktu-waktu ada tetangga yang meminta bantuan atau keluarga membutuhkan bantuan juga tidak sungkan untuk memintanya. “Selain itu ini salah bukti bahwa toleransi itu masih ada dan terjaga,” pungkasnya. (*)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/