Henny Gorton bukan orang terkenal. Dia bahkan tidak memiliki darah Indonesia. Henny adalah wanita berkebangsaan Inggris yang sudah lama menetap di Indonesia. Persisnya sejak 4,5 tahun lalu. Namun, kecintaannya kepada Indonesia sudah mendarah daging.
ALIT BINAWAN, Denpasar
WAKTU 4,5 tahun bukan waktu yang panjang maupun pendek untuk menyebut status lama tinggal seseorang di satu daerah.
Selama itu pula Henny Gorton mengawali kecintaannya kepada Indonesia. Persisnya sejak didapuk sebagai guru Bahasa Inggris di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selama menjadi guru, dia kerap keliling Flores. Di sana dia sering menemui orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Mayoritas dipasung.
“Saya sangat kaget melihat banyaknya pengidap gangguan jiwa yang dipasung. Ada beberapa yang sampai dikurung di hutan tanpa ada pengawasan sama sekali.
Saya ingin membantu, tapi kemampuan saya disana sangat terbatas,” ujar Henny saat berdiskusi dengan awak media di Kubu Kopi Selasa siang kemarin (23/5).
Usai merampungkan tugasnya sebagai guru bahasa Inggris di Flores, dia lantas hijrah ke Bali. Yang membuat dia kaget, hal serupa dia temui di Bali.
Banyak ODGJ yang dipasung. Dari sana muncul niat membantu pengidap ODGJ untuk mendapatkan perhatian serta pengobatan yang layak melalui lari.
Dia pun mengusung konsep sehat bertema “Running Across Bali for Mental Health”. Dia tidak sendirian melakukan kampanye ini. Dia dibantu oleh Prof. dr. L.K Suryani.
Henny memang memiliki hobi berlari sejak dulu. Dari hobinya dia mencoba untuk menggugah hati banyak orang untuk sama-sama peduli terhadap pengidap gangguan kejiwaan di Indonesia.
Terutama pengidap gangguan kejiwaan yang ada di Bali. Rutenya pun tidak main-main. Henny akan mencoba menyelesaikan rute berlari sejauh 110 kilometer dari Kintamani menuju Uluwatu.
Jika di dunia olahraga, dia sudah menempuh lebih dari dua kali jarak ultra marathon. Ultra marathon sendiri menempuh jarak 50 kilometer.
Tiga hari adalah waktu maksimal yang akan ditempuh Henny. Rencananya dia akan melakukan aksinya ini pada tanggal 1 Juni hingga 3 Juni mendatang.
Dia berjanji tidak akan menggunakan alat bantu apapun selain tekad kuat dan sepasang kakinya untuk menyelesaikan misinya kali ini.
Selama berlari tiga hari tiga malam, Henny tidak sendirian. Dia akan diikuti oleh pelari dari komunitas-komunitas lari yang ada di Bali.
Sebut saja Singaraja Running Club dan Jimbaran Running Club. Di hari pertama, dia akan memulai langkahnya dari Pura Bukit Penulisan, Bangli menuju Ubud sejauh 40 km.
Di hari kedua, dari Ubud menuju Pantai Double Six, Seminyak sejauh 40 km dan ditutup pada hari ketiga menuju Pantai Nyangyang di Uluwatu sejauh kurang lebih 30 km.
Persiapannya juga tidak main-main. Dalam seminggu terakhir, dia bisa melahap rute sejauh 100 km.
“Saya biasa lari dari pukul 6-10 pagi. Tapi saya sudah berlari sekitar 100 km pekan ini. Sebelumnya saya hanya melahap sekitar 20-10 km saja,” ucapnya dalam logat khas Britania Raya.
Dia pun berharap apa yang dilakukannya kali ini bisa mengubah stigma masyarakat terhadap pengidap gangguan kejiwaan.
“Sebenarnya wajar dan normal dan seharusnya juga orang-orang yang normal tidak menjauhi ataupun melakukan tindakan yang kurang manusiawi terhadap pengidap gangguan kejiwaan,” bebernya.
Bagaimana dengan L.K Suryani? Menurut psikiater atau dokter ahli jiwa ini, setidaknya di Bali ada sekitar 9 ribu orang yang mengidap gangguan kejiwaan. Ratusan diantaranya terpasung.
“Kami memiliki keinginan untuk membantu orang dengan gangguan kejiwaan. Saya ingin pemikiran masyarakat terbuka mengenai hal ini.
Mereka memiliki kesempatan yang sama dengan orang normal pada umumnya,” pungkasnya.