31.1 C
Jakarta
30 April 2024, 12:08 PM WIB

Hormati Keberadaan 3 Pejuang, Poles Monumen Sebagai Ikon Sejarah Desa

Desa Bubunan selama ini dikenal sebagai pusat Perguruan Pencak Silat Si Tembak. Lain dari itu, desa ini juga memiliki sejarah perjuangan. Tiga orang warga setempat gugur saat sedang berjuang mengusir penjajah dari Buleleng.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

MONUMEN perjuangan itu terlihat mencolok. Tepat berada di tepi Jalan Raya Seririt-Busungbiu. Dulunya monumen tersebut kurang terlihat.

Namun, setelah dilakukan penataan sejak akhir 2020 lalu, monumen tersebut benar-benar menyita perhatian para pengguna jalan.

Monumen tersebut adalah satu-satunya monumen perjuangan yang ada di Desa Bubunan. Monumen didirikan puluhan tahun silam, untuk mengenang jasa pejuang dalam meraih kemerdekaan.

Keberadaan monumen sengaja didirikan di sana, mengingat ada tiga orang pejuang yang berasal dari Bubunan. Mereka adalah I Nengah Sumandra, Nengah Nada, dan I Ketut Suweca.

Perbekel Bubunan Ketut Gunarsana mengungkapkan, selama ini monumen telah menjadi ikon desa. Wilayah itu juga kerap menjadi pusat kegiatan masyarakat.

Setelah berdiskusi dengan komponen masyarakat, pada pengujung 2020 lalu, masyarakat sepakat melakukan penataan terhadap monumen perjuangan di desa tersebut.

Alhasil didirikan patung di sekitar monumen. Patung itu pun unik. Bila biasanya patung di sekitar tugu perjuangan selalu identik dengan bambu runcing dan senjata api, maka tidak demikian dengan patung di Desa Bubunan.

Patung tersebut memeragakan kuda-kuda pencak silat. Hal itu tak lepas dari latar belakang Desa Bubunan yang juga identik dengan pencak silat.

“Di desa kami ada kelompok keluarga pejuang. Nah kelompok dan masyarakat sepakat melakukan penataan terhadap monumen ini.

Sehingga setelah penataan tuntas, kami harap semangat perjuangan mengisi kemerdekaan lewat pendidikan, pembangunan, dan pengembangan kreativitas, semakin intens dilakukan,” kata Gunarsana.

Lebih lanjut Gunarsana menceritakan, Desa Bubunan sudah tercatat dalam sistem pemerintahan desa sejak tahun 1925 silam.

Itut berarti para tetua desa sudah memperjuangkan Bubunan sebagai pusat pemukiman penduduk di Buleleng pada masa tersebut.

“Para pendahulu kita berjuang dengan sangat keras dalam meraih kemerdekaan. Maka sekarang tugas kita mengisi perjuangan pasca kemerdekaan ini.

Kami harap keberadaan monumen ini menjadi tonggak sekaligus refleksi dalam mengisi perjuangan pasca kemerdekaan,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketut Catur, salah seorang keluarga veteran di Desa Bubunan mengapresiasi keberadaan monument tersebut.

Catur menceritakan leluhurnya dahulu kerap keluar masuk hutan. Baik itu di wilayah Desa Ringdikit, Busungbiu, hingga Tabanan. Tujuannya hanya satu. Mengusir penjajah agar tidak sampai mendirikan markas di Desa Bubunan.

“Kakek kami itu cerita kalau dulu sudah berjuang, makan pun tidak terpikirkan. Karena semangatnya hanya satu. Menjaga agar daerah ini steril dari penjajah.

Makanya penataan monumen ini sangat berarti bagi kami,” kata Catur yang juga keluarga dari veteran Cening Made Kawit.

Ia pun berharap keberadaan monumen bisa menjadi tonggak refleksi sejarah. Utamanya bagi para pemuda di desa.

“Mereka yang dulunya awam dengan cerita perjuangan, sekarang paling tidak bisa tahu. Supaya mereka lebih terpacu lagi mengisi kemerdekaan dengan kegiatan-kegiatan yang positif,” ungkapnya.

Sekadar diketahui, penataan Monumen Perjuangan Bubunan telah dilakukan pada Desember 2020 lalu. Saat itu perbaikan hanya menelan dana Rp 37 juta.

Pembiayaan penataan tugu pahlawan itu diambil dari pos anggaran Dana Bagi Hasil Pajak yang terpasang dalam APBDes 2020. (*) 

Desa Bubunan selama ini dikenal sebagai pusat Perguruan Pencak Silat Si Tembak. Lain dari itu, desa ini juga memiliki sejarah perjuangan. Tiga orang warga setempat gugur saat sedang berjuang mengusir penjajah dari Buleleng.

 

 

EKA PRASETYA, Singaraja

MONUMEN perjuangan itu terlihat mencolok. Tepat berada di tepi Jalan Raya Seririt-Busungbiu. Dulunya monumen tersebut kurang terlihat.

Namun, setelah dilakukan penataan sejak akhir 2020 lalu, monumen tersebut benar-benar menyita perhatian para pengguna jalan.

Monumen tersebut adalah satu-satunya monumen perjuangan yang ada di Desa Bubunan. Monumen didirikan puluhan tahun silam, untuk mengenang jasa pejuang dalam meraih kemerdekaan.

Keberadaan monumen sengaja didirikan di sana, mengingat ada tiga orang pejuang yang berasal dari Bubunan. Mereka adalah I Nengah Sumandra, Nengah Nada, dan I Ketut Suweca.

Perbekel Bubunan Ketut Gunarsana mengungkapkan, selama ini monumen telah menjadi ikon desa. Wilayah itu juga kerap menjadi pusat kegiatan masyarakat.

Setelah berdiskusi dengan komponen masyarakat, pada pengujung 2020 lalu, masyarakat sepakat melakukan penataan terhadap monumen perjuangan di desa tersebut.

Alhasil didirikan patung di sekitar monumen. Patung itu pun unik. Bila biasanya patung di sekitar tugu perjuangan selalu identik dengan bambu runcing dan senjata api, maka tidak demikian dengan patung di Desa Bubunan.

Patung tersebut memeragakan kuda-kuda pencak silat. Hal itu tak lepas dari latar belakang Desa Bubunan yang juga identik dengan pencak silat.

“Di desa kami ada kelompok keluarga pejuang. Nah kelompok dan masyarakat sepakat melakukan penataan terhadap monumen ini.

Sehingga setelah penataan tuntas, kami harap semangat perjuangan mengisi kemerdekaan lewat pendidikan, pembangunan, dan pengembangan kreativitas, semakin intens dilakukan,” kata Gunarsana.

Lebih lanjut Gunarsana menceritakan, Desa Bubunan sudah tercatat dalam sistem pemerintahan desa sejak tahun 1925 silam.

Itut berarti para tetua desa sudah memperjuangkan Bubunan sebagai pusat pemukiman penduduk di Buleleng pada masa tersebut.

“Para pendahulu kita berjuang dengan sangat keras dalam meraih kemerdekaan. Maka sekarang tugas kita mengisi perjuangan pasca kemerdekaan ini.

Kami harap keberadaan monumen ini menjadi tonggak sekaligus refleksi dalam mengisi perjuangan pasca kemerdekaan,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketut Catur, salah seorang keluarga veteran di Desa Bubunan mengapresiasi keberadaan monument tersebut.

Catur menceritakan leluhurnya dahulu kerap keluar masuk hutan. Baik itu di wilayah Desa Ringdikit, Busungbiu, hingga Tabanan. Tujuannya hanya satu. Mengusir penjajah agar tidak sampai mendirikan markas di Desa Bubunan.

“Kakek kami itu cerita kalau dulu sudah berjuang, makan pun tidak terpikirkan. Karena semangatnya hanya satu. Menjaga agar daerah ini steril dari penjajah.

Makanya penataan monumen ini sangat berarti bagi kami,” kata Catur yang juga keluarga dari veteran Cening Made Kawit.

Ia pun berharap keberadaan monumen bisa menjadi tonggak refleksi sejarah. Utamanya bagi para pemuda di desa.

“Mereka yang dulunya awam dengan cerita perjuangan, sekarang paling tidak bisa tahu. Supaya mereka lebih terpacu lagi mengisi kemerdekaan dengan kegiatan-kegiatan yang positif,” ungkapnya.

Sekadar diketahui, penataan Monumen Perjuangan Bubunan telah dilakukan pada Desember 2020 lalu. Saat itu perbaikan hanya menelan dana Rp 37 juta.

Pembiayaan penataan tugu pahlawan itu diambil dari pos anggaran Dana Bagi Hasil Pajak yang terpasang dalam APBDes 2020. (*) 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/