DENPASAR – Partai Demokrat mencuri perhatian lewat 5 orang bacaleg impor menjelang Pemilu Legislatif 2019.
Nama Putu Supadma Rudana, Tutik Kusuma Wardhani, Gede Ngurah Wididana, dan Ida Ayu Agung Tikayanti bersanding dengan Erlangga Brahmantya (Banjarnegara),
Woro Puji Hastuti (Kota Bekasi), Riko Nugraha (Jakarta Barat), Inggita Dwijamanggala (Kota Tanggerang Selatan), dan Raden Roro Putri Asoka (Jakarta Selatan).
Ketua DPD Demokrat Bali Made Mudarta memastikan perpindahan tersebut sesuai dengan platform partai bernomor urut 14 itu.
Kepada Jawa Pos Radar Bali, Mudarta mengatakan kader parpol lain yang bergabung tidak bisa dilepaskan dari sejarah di masa silam.
Gede Ngurah Wididana alias Pak Oles, terangnya, masuk ke Demokrat dalam forum konsolidasi partai.
Setelah resmi keluar dari Hanura Bali, Pak Oles datang dengan memakai baju putih polos sebelum mengenakan baju biru langit.
“Dia tidak hanya memiliki keahlian dalam meracik obat dengan branding minyak oles tokcer, tetapi memang memiliki jaringan yang kuat,” ucapnya.
Salah satu tolok ukur dimaksud adalah bekal suara 41.277 dari Partai Hanura pada Pileg 2014 silam.
“Beliau (Pak Oles, red) tentu punya hitung-hitungan karena setiap orang punya takdir, garis tangan, tulis gidat. Kadang-kadang seseorang ketika maju dari partai A belum berhasil,
tetapi geser ke Partai Demokrat bisa jadi yang bersangkutan jadi (terpilih, red). Contohnya I Putu Sudiartana (eks anggota Komisi III DPR RI, red),” ungkapnya.
Mudarta menyebut pindah parpol agar lebih hoki itulah yang menjadi salah satu keyakinan para politikus seperti yang dilakukan Pak Oles saat ini.
“Pak Oles bukan baru cinta Demokrat. Tapi jauh sebelumya pernah diajak kerja bersama saat menyukseskan paket SBY-JK tahun 2004 silam.
Beliau sudah lama mencintai branding politik Pak SBY,” tandasnya sembari menyebut bergabungnya sejumlah pensiunan birokrat ke partai biru langit diyakini memberi kekuatan baru menyongsong Pileg 2019 mendatang.
Nah, untuk mencegah eksodus politikus buruk hijrah ke Demokrat, Mudarta mengaku menerapkan sistem seleksi yang super ketat.
“Etika politik, rekam jejak di masa lalu dilihat, termasuk visi dan misi orang yang bersangkutan ditinjau dari platform partai Demokrat. Kalau memang bisa mengikuti branding politik kita, ya kita welcome,” jelasnya.
Imbuhnya, pengalaman dibuinya Jero Wacik (104.682 suara), dan I Putu Sudiartana alias Putu Leong (73.348) lantaran korupsi memberikan pembelajaran berharga bagi Demokrat Bali.
Oleh karena itu, seleksi “masuk” Demokrat kini diperketat. “Selain rekam jejak, wajib memiliki visi-misi politik untuk bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” tegasnya.
Sebelum bergabung ke Demokrat, para eksodus ini terang Mudarta disodorkan AD/ART dan platform partai terlebih dahulu. Ketika menyatakan sanggup, kartu tanda anggota (KTA) pun diterbitkan.