30.2 C
Jakarta
29 April 2024, 22:53 PM WIB

Keterlaluan, Sasar Anak-Anak, Modusnya Keluarga Kecelakaan atau Sakit

Meski pernah dijebloskan ke dalam penjara selama satu tahun, I Ketut Tanggu alias I Ketut Artawan, 26, tidak juga kapok.

Tanggu kembali beraksi. Sasarannya adalah anak kecil yang membawa hand phone (HP) saat main di tepi jalan.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

PADA Januari 2018 lalu Tanggu dinyatakan bersalah karena terbukti menggelapkan HP di kawasan Tabanan. Pria asal Desa Tembok, Kecamatan, Tejakula, Buleleng, itu diganjar satu tahun penjara.

Baru keluar dari penjara Tanggu bukannya bertobat. Ia malah kembali beraksi. Modus yang digunakan pun sama. Yakni pura-pura membutuhkan pertolongan karena keluarganya kecelakaan atau sakit.

Saat disidang di PN Denpasar kemarin (26/6), Tanggu banyak mendapat perhatian pengunjung. Ruang sidang penuh sesak.

Maklum, korban perbuatan Tanggu adalah dua anak di bawah umur yang masih sekolah dasar (SD) bernama Putu Didan dan Kadek Antara dihadirkan langsung di persidangan.

Dua bocah yang masih polos itu bercerita apa adanya di depan majelis hakim yang diketuai Sri Wahyuni.

Diceritakan, saat itu Sabtu 9 Maret 2019 sekitar pukul 08.00, keduanya bermain sepeda gayung di kawasan objek wisata Pura Taman Ayun, Mengwi.

Layaknya anak-anak zaman sekarang, keduanya membawa ponsel saat keluar rumah. Sambil main sepeda mereka juga main HP. Pukul 09.00, tiba-tiba terdakwa datang menghampiri mereka berdua.

Kemudian terdakwa yang berada di samping mereka bertanya. “Gus dije ada bengkel driki (Di mana ada bengkel di sini, Red)?” ujar saksi menirukan perkataan terdakwa.

Kemudian dijawab Putu Didan “Driki, bli (di sini, Bli,” jawab Didan sambil menujuk ke arah timur. Kemudian korban dan temannya melanjutkan perjalanan ke arah barat.

Rupanya saat itu terdakwa membuntuti korban. Terdakwa lantas memberhentikan korban dan kembali berkata,

“Silih jep HP, anggon nelepon bli, adik tyange kecelakaan (Pinjam HP-nya sebentar, mau saya pakai menelepon adik saya yang kecelakaan).”.

Karena merasa kasihan mendengar perkataan terdakwa, Putu Didan memberikan HP-nya dan berkata pada terdakwa kalau HP-nya tidak berisi pulsa.

Untuk meyakinkan korban, terdakwa mengajak korban membeli pulsa dengan cara membonceng korban. Dalam perjalanan korban diturunkan di SDN 4 Mengwi di Banjar Tapesan, Mengwi.

Selanjutnya terdakwa ngacir berbalik arah dengan alasan melupakan sesuatu. Selanjutnya terdakwa kembali ke Pura Taman Ayun mencari teman korban bernama,

Kadek Antara dengan mengatakan, “Gus silih jep HP bin sik, timpale nagih (Pinjam HP-nya lagi satu, teman kamu minta).”

Karena terdakwa mengatakan yang menyuruh temannya, maka Antara memberikan HP tersebut pada terdakwa.

Usai mendapat HP milik Antara, terdakwa langsung memacu kendaraannya. Sementara Didan dan Antara tidak sadar jika telah ditipu.

Mereka baru sadar setelah HP milik mereka tidak bisa dihubungi.  Sementara itu, terdakwa saat diperiksa hakim sempat berbohong.

Pria lulusan SMP yang tidak memiliki pekerjaan itu mengaku baru sekali melancarkan aksinya. “Kamu tadi sudah disumpah, jadi jangan bohong,” cetus hakim Riri.

Terdakwa bergeming. “Benar, hanya satu kali, Yang Mulia,” kata terdakwa, lirih. Hakim kemudian memancing terdakwa apakah pernah dihukum sebelumnya, terdakwa mengatakan belum pernah dihukum. Di luar dugaan, jawaban itu membuat hakim Riri berang. “Ini catatan polisi kamu pernah dihukum selama satu tahun. Kamu pernah ambil HP di Tabanan. Ngaku, jangan bohong kamu!” tandas hakim Riri dengan suara meninggi.

Terdakwa pun gelagapan. Ia akhirnya mengakui perbuatannya. “Jadi, hukuman satu tahun itu masih kurang, ya?! Sudah pernah dihukum, tapi tidak juga menyesal.

Dulu kamu di sidang pasti bilangnya menyesal, sekarang kamu ulangi lagi. Perlu dihukum berat kamu ini,” cecar hakim Riri. Terdakwa lagi-lagi terdiam.

Sementara itu, kepada jaksa penuntut umum (JPU) terdawka mengaku berangkat sendiri dari Desa Jagapati, Abiansemal, Badung, dengan mengendarai sepeda motor Mio.

Tujuannya memang mencari sasaran anak-anak yang membawa HP. Akibat perbuatan terdakwa saksi korban mengalami kerugian Rp 2,7 juta dan Rp 3 juta.

“Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 378 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan diatur pidana Pasal 372 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP,” tandas JPU Si Ayu Alit Sutari Dewi.

Ancaman hukuman pasal yang didakwakan JPU yakni empat tahun penjara. Di lain sisi, kedua korban tampak lega usai sidang.

Apalagi, usai sidang HP milik Putu dikembalikan oleh JPU. Putu pun girang. Ia bersalaman dan mencium tangan JPU.

“Yes….! HP-ku kembali,” kata Putu sambil membuka pembungkus HP. Saking senangnya Putu sampai bertanya pada JPU, apakah HP-nya bisa di-charge. “Nanti di rumah saja di-charge,” kata orang tua Putu.

Sementara Kadek yang HP-nya sudah dijual terdakwa ikut tersenyum melihat HP milik kawannya kembali. (*)

 

Meski pernah dijebloskan ke dalam penjara selama satu tahun, I Ketut Tanggu alias I Ketut Artawan, 26, tidak juga kapok.

Tanggu kembali beraksi. Sasarannya adalah anak kecil yang membawa hand phone (HP) saat main di tepi jalan.

 

MAULANA SANDIJAYA, Denpasar

PADA Januari 2018 lalu Tanggu dinyatakan bersalah karena terbukti menggelapkan HP di kawasan Tabanan. Pria asal Desa Tembok, Kecamatan, Tejakula, Buleleng, itu diganjar satu tahun penjara.

Baru keluar dari penjara Tanggu bukannya bertobat. Ia malah kembali beraksi. Modus yang digunakan pun sama. Yakni pura-pura membutuhkan pertolongan karena keluarganya kecelakaan atau sakit.

Saat disidang di PN Denpasar kemarin (26/6), Tanggu banyak mendapat perhatian pengunjung. Ruang sidang penuh sesak.

Maklum, korban perbuatan Tanggu adalah dua anak di bawah umur yang masih sekolah dasar (SD) bernama Putu Didan dan Kadek Antara dihadirkan langsung di persidangan.

Dua bocah yang masih polos itu bercerita apa adanya di depan majelis hakim yang diketuai Sri Wahyuni.

Diceritakan, saat itu Sabtu 9 Maret 2019 sekitar pukul 08.00, keduanya bermain sepeda gayung di kawasan objek wisata Pura Taman Ayun, Mengwi.

Layaknya anak-anak zaman sekarang, keduanya membawa ponsel saat keluar rumah. Sambil main sepeda mereka juga main HP. Pukul 09.00, tiba-tiba terdakwa datang menghampiri mereka berdua.

Kemudian terdakwa yang berada di samping mereka bertanya. “Gus dije ada bengkel driki (Di mana ada bengkel di sini, Red)?” ujar saksi menirukan perkataan terdakwa.

Kemudian dijawab Putu Didan “Driki, bli (di sini, Bli,” jawab Didan sambil menujuk ke arah timur. Kemudian korban dan temannya melanjutkan perjalanan ke arah barat.

Rupanya saat itu terdakwa membuntuti korban. Terdakwa lantas memberhentikan korban dan kembali berkata,

“Silih jep HP, anggon nelepon bli, adik tyange kecelakaan (Pinjam HP-nya sebentar, mau saya pakai menelepon adik saya yang kecelakaan).”.

Karena merasa kasihan mendengar perkataan terdakwa, Putu Didan memberikan HP-nya dan berkata pada terdakwa kalau HP-nya tidak berisi pulsa.

Untuk meyakinkan korban, terdakwa mengajak korban membeli pulsa dengan cara membonceng korban. Dalam perjalanan korban diturunkan di SDN 4 Mengwi di Banjar Tapesan, Mengwi.

Selanjutnya terdakwa ngacir berbalik arah dengan alasan melupakan sesuatu. Selanjutnya terdakwa kembali ke Pura Taman Ayun mencari teman korban bernama,

Kadek Antara dengan mengatakan, “Gus silih jep HP bin sik, timpale nagih (Pinjam HP-nya lagi satu, teman kamu minta).”

Karena terdakwa mengatakan yang menyuruh temannya, maka Antara memberikan HP tersebut pada terdakwa.

Usai mendapat HP milik Antara, terdakwa langsung memacu kendaraannya. Sementara Didan dan Antara tidak sadar jika telah ditipu.

Mereka baru sadar setelah HP milik mereka tidak bisa dihubungi.  Sementara itu, terdakwa saat diperiksa hakim sempat berbohong.

Pria lulusan SMP yang tidak memiliki pekerjaan itu mengaku baru sekali melancarkan aksinya. “Kamu tadi sudah disumpah, jadi jangan bohong,” cetus hakim Riri.

Terdakwa bergeming. “Benar, hanya satu kali, Yang Mulia,” kata terdakwa, lirih. Hakim kemudian memancing terdakwa apakah pernah dihukum sebelumnya, terdakwa mengatakan belum pernah dihukum. Di luar dugaan, jawaban itu membuat hakim Riri berang. “Ini catatan polisi kamu pernah dihukum selama satu tahun. Kamu pernah ambil HP di Tabanan. Ngaku, jangan bohong kamu!” tandas hakim Riri dengan suara meninggi.

Terdakwa pun gelagapan. Ia akhirnya mengakui perbuatannya. “Jadi, hukuman satu tahun itu masih kurang, ya?! Sudah pernah dihukum, tapi tidak juga menyesal.

Dulu kamu di sidang pasti bilangnya menyesal, sekarang kamu ulangi lagi. Perlu dihukum berat kamu ini,” cecar hakim Riri. Terdakwa lagi-lagi terdiam.

Sementara itu, kepada jaksa penuntut umum (JPU) terdawka mengaku berangkat sendiri dari Desa Jagapati, Abiansemal, Badung, dengan mengendarai sepeda motor Mio.

Tujuannya memang mencari sasaran anak-anak yang membawa HP. Akibat perbuatan terdakwa saksi korban mengalami kerugian Rp 2,7 juta dan Rp 3 juta.

“Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 378 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan diatur pidana Pasal 372 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP,” tandas JPU Si Ayu Alit Sutari Dewi.

Ancaman hukuman pasal yang didakwakan JPU yakni empat tahun penjara. Di lain sisi, kedua korban tampak lega usai sidang.

Apalagi, usai sidang HP milik Putu dikembalikan oleh JPU. Putu pun girang. Ia bersalaman dan mencium tangan JPU.

“Yes….! HP-ku kembali,” kata Putu sambil membuka pembungkus HP. Saking senangnya Putu sampai bertanya pada JPU, apakah HP-nya bisa di-charge. “Nanti di rumah saja di-charge,” kata orang tua Putu.

Sementara Kadek yang HP-nya sudah dijual terdakwa ikut tersenyum melihat HP milik kawannya kembali. (*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/