DENPASAR – Semakin hari latihan mandiri yang dinahkodai langsung oleh I Made Pasek Wijaya terus bertambah.
Dari yang hanya tiga pemain, sekarang menjadi 27 pemain. Semua pemain adalah gabungan antara Bali United U-16, 18, dan 20.
Ada beberapa pemain Bali United senior juga yang ikut bergabung dalam satu bulan terakhir. Latihan ini bukanlah latihan resmi dari Bali United Youth atau permintaan khusus dari Manajemen Bali United.
Semua pemain kompak ingin berlatih dengan Pasek Wijaya, I Gede “Dede” Mahatma Darma, dan Sandika Pratama.
Orang tua pemain pun mendukung anak-anaknya untuk terus berlatih. Minimal, tiga kali dalam sepekan mereka melakukan latihan.
Mereka semua merogoh kocek pribadi untuk menyewa lapangan, membeli air mineral, dan mencuci rompi.
Khusus untuk trio pelatih, mereka semua ngayah alias tanpa dibayar karena mereka melihat inilah bentuk pengabdian mereka untuk kemajuan sepak bola Bali.
Kemarin (28/7), sesi latihan kembali dilakukan di Lapangan Karya Manunggal, Sidakarya. Pemain yang ikut berlatih juga bertambah.
Pemain berdarah campuran Buleleng – Swedia, Nyoman Paul Fernando Aro akhirnya ikut berlatih seperti yang dijanjikan sebelumnya.
Pemain yang baru saja menandatangani kontrak profesional bersama klub Swedia Skovde AIK tersebut terlihat masih beradaptasi
dengan pola latihan yang diberikan Pasek Wijaya yang saat masa mudanya dijuluki sebagai “Si Kijang Dari Pulau Dewata” tersebut.
Julukan itu melekat kepada pelatih asal Desa Tumbu, Karangasem karena kecepatan dan kelincahannya sebagai pemain sayap saat masa-masa jayanya sebagai pesepak bola profesional.
“Saya senang dengan gaya kepelatihannya Coach Pasek. Dia punya tipikal keras. Jadinya saya sebagai pemain bisa lebih termotivasi lagi,” ungkapnya.
Hanya saja, dia sedikit mengalami gangguan pada engkelnya kemarin. Usut punya usut setelah kembali dari Swedia Minggu kemarin (26/7), dia sempat bermain futsal.
“Tadi (kemarin) engkel yang kena. Akhirnya selesai dulu latihan. Kemarin sempat main futsal sama teman-teman. Tapi, tidak ada masalah sama sekali kok,” ucapnya.
Selain itu dia masih harus beradaptasi dengan cuaca di Bali. Maklum, alumnus SMPN 1 Singaraja tersebut jarang pulang ke Bali setelah bermukim di Swedia selama empat tahun terakhir.
Dia mengaku, tingkat kelembaban udara di Swedia dan Bali sangat berbeda jauh. “Disana, rata-rata suhu 18 – 20 derajat. Kalau disini bisa 31 derajat. Kelembaban disini juga cukup tinggi. Jadi harus beradaptasi lagi,” pungkas Nyoman Paul.