27.1 C
Jakarta
1 Mei 2024, 6:37 AM WIB

Adu Kemolekan Pisang Lokal, Pisang Kepok Buleleng Jadi Unggulan

SUKASADA – Ada yang menarik pada ajang Twin Lake Festival yang dilangsungkan di Danau Buyan.

Panitia menyelenggarakan kontes buah-buahan lokal. Kali ini buah yang diikutkan dalam kontes, khusus buah pisang lokal.

Total ada delapan kelompok tani yang mengikuti kontes tersebut. Masing-masing kelompok tani membawa varietas yang berbeda.

Namun kebanyakan menampilkan pisan raja dan pisang kepok. Sebab tampilan buah dari varietas ini cukup menarik dan layak dijadikan sebagai buah yang ditampilkan di meja makan.

Salah satu peserta, Made Arya Bakti, membawa satu tandan pisang kepok. Petani asal Desa Les, Kecamatan Tejakula itu membawa pisang yang berasal dari persilangan varietas pisang raja dan pisang kepok.

Sehingga buah yang dihasilkan pun cukup banyak. Bakti menyebutkan panjang tandan yang dihasilkan bisa mencapai 1,5 meter.

Dalam satu sisir, biasanya terdapat 24 buah pisang. Per biji, pisang miliknya bisa dijual seharga Rp 2.000 di tingkat petani. Saking panjangnya tandan buah, Bakti terpaksa memotong bagian bawah tandan.

“Kalau dibiarkan, ujungnya itu malah rontok-rontok sendiri. Kalau dipotong, hasilnya lebih baik. Biasanya saya tunggu yang bagian bawah setengah umur dulu. Biar bisa dijual untuk buat pisang goreng,” kata Bakti.

Kabid Hortikultura Dinas Pertanian Buleleng I Gede Subudi mengatakan, pisang lokal Buleleng cukup diminati masyarakat. Petani bahkan tak kesulitan menyalurkan hasil taninya di pasaran.

Setidaknya ada empat jenis yang paling diminati. Yakni pisang raja, pisang kayu, pisang ketip, dan pisang kepok atau yang lebih dikenal dengan sebutan gedang saba.

“Biasanya masyarakat kalau untuk banten, carinya ya pisang-pisang lokal itu. Karena setelah dipakai banten, dikonsumsi sendiri. Kalau belum habis, diolah lagi,” kata Subudi.

Ia pun relatif tak khawatir dengan serbuan pisang dari luar Bali. “Kalau dari Jawa itu kan kebanyakan pisang kepok dan pisang hijau.

Khusus pisang kepok, kualitas pisang lokal kita jauh kok di atasnya. Makanya harga pisang kita juga selalu lebih tinggi,” imbuhnya.

Hingga kini pemerintah mengidentifikasi ada 42 jenis buah pisang lokal di Buleleng. Rencananya tahun ini pemerintah akan membuat kebun koleksi di Balai Benih Gerokgak.

Pemerintah telah meminta contoh bibit pada Universitas Udayana, dengan harapan pisang-pisang lokal dapat dibudidayakan masyarakat. 

SUKASADA – Ada yang menarik pada ajang Twin Lake Festival yang dilangsungkan di Danau Buyan.

Panitia menyelenggarakan kontes buah-buahan lokal. Kali ini buah yang diikutkan dalam kontes, khusus buah pisang lokal.

Total ada delapan kelompok tani yang mengikuti kontes tersebut. Masing-masing kelompok tani membawa varietas yang berbeda.

Namun kebanyakan menampilkan pisan raja dan pisang kepok. Sebab tampilan buah dari varietas ini cukup menarik dan layak dijadikan sebagai buah yang ditampilkan di meja makan.

Salah satu peserta, Made Arya Bakti, membawa satu tandan pisang kepok. Petani asal Desa Les, Kecamatan Tejakula itu membawa pisang yang berasal dari persilangan varietas pisang raja dan pisang kepok.

Sehingga buah yang dihasilkan pun cukup banyak. Bakti menyebutkan panjang tandan yang dihasilkan bisa mencapai 1,5 meter.

Dalam satu sisir, biasanya terdapat 24 buah pisang. Per biji, pisang miliknya bisa dijual seharga Rp 2.000 di tingkat petani. Saking panjangnya tandan buah, Bakti terpaksa memotong bagian bawah tandan.

“Kalau dibiarkan, ujungnya itu malah rontok-rontok sendiri. Kalau dipotong, hasilnya lebih baik. Biasanya saya tunggu yang bagian bawah setengah umur dulu. Biar bisa dijual untuk buat pisang goreng,” kata Bakti.

Kabid Hortikultura Dinas Pertanian Buleleng I Gede Subudi mengatakan, pisang lokal Buleleng cukup diminati masyarakat. Petani bahkan tak kesulitan menyalurkan hasil taninya di pasaran.

Setidaknya ada empat jenis yang paling diminati. Yakni pisang raja, pisang kayu, pisang ketip, dan pisang kepok atau yang lebih dikenal dengan sebutan gedang saba.

“Biasanya masyarakat kalau untuk banten, carinya ya pisang-pisang lokal itu. Karena setelah dipakai banten, dikonsumsi sendiri. Kalau belum habis, diolah lagi,” kata Subudi.

Ia pun relatif tak khawatir dengan serbuan pisang dari luar Bali. “Kalau dari Jawa itu kan kebanyakan pisang kepok dan pisang hijau.

Khusus pisang kepok, kualitas pisang lokal kita jauh kok di atasnya. Makanya harga pisang kita juga selalu lebih tinggi,” imbuhnya.

Hingga kini pemerintah mengidentifikasi ada 42 jenis buah pisang lokal di Buleleng. Rencananya tahun ini pemerintah akan membuat kebun koleksi di Balai Benih Gerokgak.

Pemerintah telah meminta contoh bibit pada Universitas Udayana, dengan harapan pisang-pisang lokal dapat dibudidayakan masyarakat. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/