Pilihan hidup salah seorang pengurus Panti Asuhan Semara Putra, Kadek Sukrya, 27 bisa menjadi bahan renungan.
Di usianya yang terbilang muda, ia memilih untuk menjadi salah satu pengurus Panti Asuhan Semara Putra tahun 2015 lalu. Seperti apa?
DEWA AYU PITRI ARISANTI, Semarapura
DI usianya yang relatif muda, karir profesional Kadek Sukrya sebenarnya terbentang luas. Tapi, godaan duniawi itu tak melunturkan semangatnya untuk mengabdi kepada nilai-nilai kemanusiaan.
Padahal, setelah lulus kuliah di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, dengan gelar sarjana Pendidikan Agama Hindu di tahun 2015 lalu, anak kedua dari empat bersaudara ini diterima untuk bekerja di salah satu bank BUMN di wilayah Denpasar.
Namun, Kadek Sukrya memilih menjadi satu pengurus Panti Asuhan Semara Putra sejak tahun 2015 lalu. Pilihan yang menurut anak-anak millennial cukup ekstrem.
Ditemani Ketua Pengurus Panti Asuhan Semara Putra, Ni Made Gunasih, Sukrya yang ditemui di Panti Asuhan Semara Putra, Jalan Dewi Sartika Nomor 5 Semaraputra, mengungkapkan,
pilihan menjadi pengurus panti asuhan itu diambilnya lantaran rasa syukurnya terhadap berkat Tuhan yang diterimanya selama ini.
Berasal dari keluarga kurang mampu asal Desa Sekartaji, Kecamatan Nusa Penida membuat dirinya harus berjuang untuk hidup.
Jangankan untuk bersekolah, menurutnya, untuk bisa makan pun sangat sulit. Syukur pada saat lulus SD, ada salah seorang warga desanya yang mengarahkan untuk tinggal di Panti Asuhan Semara Putra.
“Saya dengan tiga orang anak lainnya datang ke panti ini tahun 2005. Sebenarnya panti ini khusus diperuntukkan bagi penyandang disabilitas,
namun karena Bu Gunasih iba kepada kami, akhirnya kami diterima tinggal di panti asuhan,” kata anak dari pasangan I Made Sadra dan Nyoman Sasih ini.
Jika tidak diizinkan tinggal di panti asuhan, menurutnya, ia sudah dipastikan tidak bisa melanjutkan sekolah.
Sebab selain kesulitan biaya, ia juga harus menempuh jarak yang cukup jauh dan memakan waktu sekitar dua jam untuk bisa bersekolah di SMP terdekat di desanya.
“Jadi setelah saya diterima, saya masuk SMP PRGI Semarapura. Lanjut SMA dan kuliah. Saya kuliah di IHDN Denpasar, Jurusan Pendidikan Agama Hindu. Tahun 2015 saya dapat gelar sarjana,” ungkapnya.
Setelah lulus dan mendapat gelar sarjana, ia pun sangat bersemangat untuk bisa bekerja dan menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Tidak membutuhkan waktu lama, ia pun diterima untuk bekerja di salah satu bank BUMN di wilayah Denpasar. Hanya saja ia akhirnya memutuskan untuk tidak mengambil peluang itu.
“Saya melihat panti ini membutuhkan tambahan orang yang bisa membantu untuk mengurus administrasi dan kegiatan lainnya di panti ini.
Sehingga saya memutuskan untuk melepas peluang itu meski berat. Namanya anak muda pasti ingin bekerja,” ujarnya.
Ia pun mengaku sangat ikhlas mengabdikan dirinya di panti asuhan itu. Menurutnya, Panti Asuhan Semara Putra sudah sangat banyak
membantu hidupnya dan sangat durhaka sekali jika ia tidak mengabdikan diri pada panti asuhan yang didirikan mantan Bupati Klungkung itu.
“Saya ingin adik-adik yang tinggal di panti ini bisa hidup dengan baik. Membantu senasib menurut saya tidak ada ruginya.
Saya yakin ada banyak cara Tuhan memberikan berkahnya. Tidak melalui saya, bisa melalui orang tua saya. Bahkan, orang tua saya sekarang sudah bisa membantu orang lain,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Panti Asuhan Semara Putra, Ni Made Gunasih mengungkapkan saat ini ada sebanyak 140 anak yang tinggal di panti asuhan ini.
90 anak di antaranya merupakan penyandang disabilitas. Dengan anggaran sebesar Rp 50 juta per tahun dari Kementerian Sosial dan Rp 30 juta per tahun dari Pemkab Klungkung, menurutnya, tidak mencukupi biaya hidup anak panti asuhan tersebut.
Apalagi lima diantaranya saat ini mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Bali. “Dengan kondisi seperti itu, kami harus sangat mengirit. Syukurnya ada donatur yang membantu sehingga kami bisa terbantu meski tidak tentu,” tandasnya. (*)