ANEMIA adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah dalam tubuh manusia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (World Health Organization, 2015).
Anemia adalah suatu kondisi dimana tubuh kekurangan jumlah sel darah merah untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen (Soundarya, N, 2016).
Berdasarkan pengertian diatas, anemia adalah suatu kondisi jumlah sel darah merah tidak cukup sehingga terjadi penurunan pemenuhan oksigen bagi tubuh.
Gejala anemia dapat dirasakan tanda-tandanya seperti cepat lelah, kelemahan, lesu, dan mata berkunang kunang. Tapi kebanyakan orang menganggapnya sebagai kelelahan biasa.
Oleh karena itu, dibutuhkan hal-hal yang lebih spesifik untuk mengetahui seseorang memiliki anemia atau tidak.
Keterlambatan dalam deteksi anemia pada pasien pra operasi akan meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas.
Pada pengelompokan pasien bedah didapatkan 94,7% pasien bedah non-jantung dan 5,3% pasien bedah operasi jantung, selama 1 tahun pengamatan dari 88,7% pasien bedah, didapatkan prevalensi anemia sebanyak 27,8%.
Dari 27,8% pasien anemia didapatkan pasien dengan anemia ringan 15,3%, anemia sedang 12,0% dan anemia berat 0,5%.
Angka mortalitas pada satu tahun pengamatan pasien anemia ini meningkat 3,5%(Sim,Yilin Eileen, dkk, 2017)
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mendeteksi anemia, seperti immunoassay, elektrokimia, chemiluminescence, kromatografi cair kinerja tinggi dan spektroskopi massa.
Metode tersebut membutuhkan peralatan mahal, persiapan sampel yang rumit, dan analis yang terlatih.
Di sisi lain, pemeriksaan fisik telah lama digunakan untuk mendeteksi status anemia pada ibu hamil oleh penyedia layanan kesehatan. Status anemia dievaluasi dengan melihat warna kemerahan dari kelopak mata dalam.
Warna merah pucat menunjukkan status anemia dan merah muda menunjukkan status nonanemia.
Metode ini telah lama digunakan oleh penyedia layanan kesehatan, terutama yang memiliki keterbatasan untuk mengakses alat uji modern. Namun, metode ini membutuhkan pengalaman pemeriksa dan memiliki subjektivitas yang tinggi(Moggio & Onorato, 2017)
Telepon selular diproyeksikan menjadi perangkat untuk merekam kesehatan manusia, karena ada lebih dari 7,1 miliar pengguna secara global pada 2014 dan diperkirakan akan meningkat hingga 9,2 miliar pada tahun 2020.
Oleh karena itu, infrastruktur ponsel ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan diagnostik murah untuk memantau penyakit yang ada dan muncul(Ghatpande et al., 2016)
Dari beberapa jurnal yang direview didapatkan penggunaan aplikasi smartphone untuk mendeteksi kadar haemoglobine memiliki tingkat akurasi mencapai 95%.
Aplikasi ini sangat memudahkan bagi siapapun dan dimanapun untuk mengetahui kadar hemoglobin dalam darahnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada peningkatan adopsi kamera smartphone dan aplikasi yang terkait dengan profesional kesehatan untuk diagnosis penyakit dan referensi obat.
Penggunaan teknologi untuk memberikan layanan kesehatan atau telemedicine telah terbukti efektif, terutama bagi masyarakat yang terletak di daerah pedesaan dan terpencil.
Pemeriksaan dengan alat smartphone mempermudah dalam pemriksaan dimana pun dan kapanpun tanpa didahului tindakan invasive.
Untuk lebih memenuhi kebutuhan pasien dan perawat dalam mendeteksi anemia sebelum tindakan operasi maka perlu dikembangkan pengetahuannya mengenai teknologi baru untuk mendeteksi anemia yang murah non-invasif .
Metode Analyzing Pixel Intensity of a Fingertip Video on Different Color Spaces(Hasan et al., 2018) memiliki akurasi 95% dan tanpa tindakan invasif. Adapun cara kerja dari metode ini adalah :
1. Kamera video smarthphone menangkap gambar ujung jari selama 10 detik.
2. Rekaman video ini dapat menghasilkan nilai nilai histogram yang menggambarkan warna yang berbeda pada tiap tahapan nya.
3. Analisis warna ini akan dinilai, dan menggambarkan tingkat hemoglobinnya.
Desain aplikasi ini dapat diterapkan dalam dunia keperawatan untuk memudahkan perawat dalam mengenali tanda dan gejala anemia pre operasi sehingga dapat diambil langkah langkah penangan untuk menurunkan resiko morbiditas dan mortalitas pascaoperasi. (*)
Ni Luh Putu Sri Wirayuni1*, Tutik Afriani2*
Penulis adalah Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia, Depok 16424
Email : sriwirayuni@yahoo.com