Selama ini game masih mendapat stigma negatif di masyarakat. Tak sedikit warga yang menganggap bermain game hanya menghabiskan waktu. Pengurus e-sport di Kabupaten Buleleng berusaha mengubah stigma tersebut. Menunjukkan bahwa bermain game juga bisa berprestasi.
Eka Prasetya, Buleleng
PULUHAN remaja terlihat suntuk di depan ponselnya masing-masing. Kedua jari jempol mereka bergerak lincah di layar ponsel. Mereka juga mengenakan earphone. Pagi itu remaja-remaja tersebut tengah suntuk dengan permainan game. Mereka sedang berkompetisi pada ajang seleksi daerah (selekda) e-sport. Tim yang berhasil naik podium nantinya akan disiapkan bertanding pada ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Bali yang berlangsung pada November mendatang.
Sejak beberapa tahun terakhir game memang naik daun. Game diakui sebagai salah satu cabang olahraga resmi yang bernama e-sport. Olahraga itu bahkan sempat masuk eksebisi pada Asian Games 2018. Sejak itu popularitas e-sport terus menanjak. Nah, pada tahun 2022, e-sport akan menjadi salah satu cabang olahraga eksebisi pada Porprov 2022 mendatang. Pengurus Kabupaten E-sport Indonesia (Pengkab ESI) Kabupaten Buleleng, pun mulai menyiapkan atlet-atlet terbaik.
Dalam selekda itu, ESI Buleleng mencari tiga tim terbaik. Tim-tim itu akan dibina secara intens hingga November mendatang. Nantinya hanya ada satu tim saja yang akan mewakili Buleleng. Baik itu pada nomor Free Fire, Mobile Legend, Player Unknown Battle Ground (PUBG) Mobile, dan e-football. “Ini merupakan persiapan awal. Tahun ini e-sport masih eksebisi di Porprov. Kami harap 2 tahun lagi sudah bisa jadi cabang olahraga yang resmi memperebutkan medali,” kata Ketua ESI Buleleng, A. Oka Suradiva.
Selain menyiapkan tim, ESI Buleleng juga punya tugas cukup berat. Yakni mengubah stigma terkait game. Ia berencana melakukan sosialisasi ke sekolah dan karang taruna. Sehingga e-sport lebih dikenal lagi di masyarakat. “Selama ini masyarakat melihat e-sport itu bukan olahraga. Tapi semata-mata orang bermain game. Tugas kami melakukan sosialisasi itu, agar masyarakat tahu bahwa bermain game secara bertanggungjawab juga bisa menghasilkan prestasi,” ujarnya.
Salah seorang peserta yang terlibat dalam selekda itu adalah Kadek Novia Mardana. Siswa pada SMAN Bali Mandara ini mengaku baru menggeluti e-sport khususnya Mobile Legend sejak sepekan terakhir. Penyebabnya, ia berada di sekolah berasrama. Sehingga penggunaan gadget cukup dibatasi. “Saya kebetulan sekolah asrama jadi tidak bisa sering-sering main game. Ini juga latihan baru H-3 lomba. Sejak ada event ini sekolah juga mulai mempertimbangkan buka ekstra kurikuler e-sport. Jadi kedepan tidak lagi ada pikiran bahwa main game itu selalu negatif, tapi ada sisi positifnya juga,” ujar Novia. (*)