30.9 C
Jakarta
15 Desember 2024, 15:23 PM WIB

Lapor Pak! Peternak di Buleleng Sebut Ada Setoran ke Oknum-oknum untuk Loloskan Ternak dari Jawa

SINGARAJA– Peternak di Buleleng mengklaim ada setoran ke oknum-oknum petugas di pintu masuk Pulau Bali, utamanya di Gilimanuk. Setoran itu untuk memuluskan kambing yang berasal dari Pulau Jawa bisa melenggang mulus masuk ke Bali. Padahal Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang jadi syarat agar hewan ternak bisa masuk ke Pulau Bali.

Salah seorang peternak Samsul Azhar menyebut masih ada kambing yang didatangkan dari luar Bali, meski tak mengantongi SKKH. Hewan itu berhasil lolos gegara ada setoran sebesar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per ekor. Samsul menyebut dalam satu rit pengiriman, total uang setoran yang diberikan pada oknum petugas mencapai Rp 5 juta. Sogokan itu disebut dengan sistem kawalan.

“Saya nggak tahu apakah oknum ini terkait dengan dinas lainnya seperti karantina dan lembaga-lembaga lainnya di sana (Gilimanuk, Red). Kami ada rekaman suara, pengiriman, berapa bayarnya, kapan masuknya. Bahkan masuk siang bolong. Itu kan satu pintu masuknya dari sana (Gilimanuk, Red). Kalau karantina ketat, mestinya nggak lolos,” ujar Samsul saat ditemui di Gedung DPRD Buleleng, kemarin (31/10).

Pria asal Desa Celukanbawang itu mengaku geregetan dengan hal tersebut. Sebab kebutuhan kambing di Bali cukup tinggi, sementara suplai dalam daerah tak mencukupi. Mau tak mau harus didatangkan dari luar daerah. Saat proses keluar masuk hewan dibatasi, ternyata ternak kambing justru terus berdatangan.

Samsul mendesak agar pemerintah kembali membuka SKKH. Sehingga arus lalu lintas hewan melalui jalur yang legal. Dampaknya tak ada lagi uang yang mengalir ke kantong oknum-oknum yang mengawasi lalu lintas hewan.

“Kalau dibiarkan, uang itu terus-terusan masuk ke oknum. Kami harap SKKH ini bisa diterbitkan dan kambing bisa masuk lagi ke Bali lewat jalur resmi. Kami pun enak, karena bayarnya ke negara, bukan masuk ke kantong oknum,” tegasnya.

Ia mengaku sengaja datang ke DPRD Buleleng, dengan harapan dewan dapat menyuarakan aspirasi para peternak. Selain itu dia juga berencana menyampaikan hasil temuannya itu pada Polda Bali.

Sementara itu, Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) pada Dinas Pertanian Buleleng, Made Suparma mengatakan SKKH merupakan kewenangan dari daerah asal ternak. Apabila ternak dikirim lintas provinsi, maka penerbitan SKKH menjadi kewenangan pemerintah provinsi di daerah asal.

Suparma menyebut pada masa virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), proses mendatangkan bibit ternak bukan perkara mudah. Sebab bibit ternak harus menjalani karantina selama 14 hari. Selain itu ada pengujian terhadap sampel darah hewan ternak. “Kalau memang daerah asal menyatakan sehat, kami sebagai daerah tujuan kan menerima saja,” ujar Suparma.

Menurutnya kebutuhan kambing sebenarnya relatif stabil. Lonjakan hanya terjadi pada hari raya Idul Adha. “Memang kasus PMK pada kambing belum ditemukan. Kebutuhan konsumsinya lumayan tinggi tapi produksi kita di dalam daerah masih cukup,” tandasnya. (eps)

 

SINGARAJA– Peternak di Buleleng mengklaim ada setoran ke oknum-oknum petugas di pintu masuk Pulau Bali, utamanya di Gilimanuk. Setoran itu untuk memuluskan kambing yang berasal dari Pulau Jawa bisa melenggang mulus masuk ke Bali. Padahal Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang jadi syarat agar hewan ternak bisa masuk ke Pulau Bali.

Salah seorang peternak Samsul Azhar menyebut masih ada kambing yang didatangkan dari luar Bali, meski tak mengantongi SKKH. Hewan itu berhasil lolos gegara ada setoran sebesar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per ekor. Samsul menyebut dalam satu rit pengiriman, total uang setoran yang diberikan pada oknum petugas mencapai Rp 5 juta. Sogokan itu disebut dengan sistem kawalan.

“Saya nggak tahu apakah oknum ini terkait dengan dinas lainnya seperti karantina dan lembaga-lembaga lainnya di sana (Gilimanuk, Red). Kami ada rekaman suara, pengiriman, berapa bayarnya, kapan masuknya. Bahkan masuk siang bolong. Itu kan satu pintu masuknya dari sana (Gilimanuk, Red). Kalau karantina ketat, mestinya nggak lolos,” ujar Samsul saat ditemui di Gedung DPRD Buleleng, kemarin (31/10).

Pria asal Desa Celukanbawang itu mengaku geregetan dengan hal tersebut. Sebab kebutuhan kambing di Bali cukup tinggi, sementara suplai dalam daerah tak mencukupi. Mau tak mau harus didatangkan dari luar daerah. Saat proses keluar masuk hewan dibatasi, ternyata ternak kambing justru terus berdatangan.

Samsul mendesak agar pemerintah kembali membuka SKKH. Sehingga arus lalu lintas hewan melalui jalur yang legal. Dampaknya tak ada lagi uang yang mengalir ke kantong oknum-oknum yang mengawasi lalu lintas hewan.

“Kalau dibiarkan, uang itu terus-terusan masuk ke oknum. Kami harap SKKH ini bisa diterbitkan dan kambing bisa masuk lagi ke Bali lewat jalur resmi. Kami pun enak, karena bayarnya ke negara, bukan masuk ke kantong oknum,” tegasnya.

Ia mengaku sengaja datang ke DPRD Buleleng, dengan harapan dewan dapat menyuarakan aspirasi para peternak. Selain itu dia juga berencana menyampaikan hasil temuannya itu pada Polda Bali.

Sementara itu, Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) pada Dinas Pertanian Buleleng, Made Suparma mengatakan SKKH merupakan kewenangan dari daerah asal ternak. Apabila ternak dikirim lintas provinsi, maka penerbitan SKKH menjadi kewenangan pemerintah provinsi di daerah asal.

Suparma menyebut pada masa virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), proses mendatangkan bibit ternak bukan perkara mudah. Sebab bibit ternak harus menjalani karantina selama 14 hari. Selain itu ada pengujian terhadap sampel darah hewan ternak. “Kalau memang daerah asal menyatakan sehat, kami sebagai daerah tujuan kan menerima saja,” ujar Suparma.

Menurutnya kebutuhan kambing sebenarnya relatif stabil. Lonjakan hanya terjadi pada hari raya Idul Adha. “Memang kasus PMK pada kambing belum ditemukan. Kebutuhan konsumsinya lumayan tinggi tapi produksi kita di dalam daerah masih cukup,” tandasnya. (eps)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/