RadarBali.com – Tokoh-tokoh masyarakat di Desa Kubutambahan, mulai merapatkan barisan. Sore kemarin, puluhan tokoh desa setempat menggelar pertemuan di Kantor Perbekel Kubutambahan untuk membahas isu pembangunan bandara internasional di Kabupaten Buleleng.
Pertemuan sengaja digelar, karena kini warga semakin resah dengan isu tersebut dan menimbulkan berbagai friksi di masyarakat.
Pertemuan itu dihadiri Kelian Desa Pakraman Kubutambahan Jro Pasek Ketut Warkadea dan dipimpin Perbekel Kubutambahan Gede Pariyadnya.
Pertemuan juga dihadiri oleh kelompok nelayan, kelian subak, kelian banjar adat, kelian banjar dinas, serta kelian pengempon pura-pura yang ada di Kubutambahan.
Pada pertemuan, sempat dibahas hal-hal yang membuat resah masyarakat. Isu peletakan batu pertama yang rencananya dilakukan 28 Agustus mendatang, memicu friksi di masyarakat.
Ujung-ujungnya aparat desa, baik di dinas maupun adat, dituding menerima sejumlah uang untuk menutupi isu tersebut.
Dalam kesempatan itu, Kelian Pengempon Pura Penegil Dharma, Made Arcana Dangin mengungkapkan, dirinya sempat didatangi oleh rombongan dari PT. BIBU saat ngayah di Pura Penegil Dharma.
Ketika itu pihak BIBU meminta izin melakukan persembahyangan di Pura Penegil Dharma. Arcana pun saat itu mempersilahkan, dengan catatan mereka harus mengikuti dresta yang ada di Desa Pakraman Kubutambahan.
“Mereka menyampaikan minta izin sembahyang di pura. Prinsipnya orang mau sembahyang, jangan dihalangi. Siapa pun, umat apa pun, selama percaya dan mau sembahyang di sini, silahkan. Saya tidak mungkin menghalangi. Mereka bilangnya sembahyangan, bukan peletakan batu pertama,” kata Arcana Dangin.
Mendengar penjelasan itu, tokoh-tokoh masyarakat pun paham dengan isu tersebut. Para tokoh juga menyanggupi menyampaikan pada masyarakat, bahwa acara yang dilangsungkan pada 28 Agustus mendatang, hanya upacara persembahyangan dan pakelem yang dilakukan PT. BIBU Panji Sakti, salah satu perusahaan yang berencana membangun bandara di Bali Utara.
Kelian Desa Pakraman Kubutambahan, Jro Pasek Ketut Warkadea juga menegaskan bahwa kegiatan yang dilakukan PT. BIBU hanya persembahyangan.
“Tidak ada kaitan dengan peletakan batu pertama. Hanya persembahyangan nunas ica di Pura Penegil Dharma dan pakelem di Segara Penyusuan. Siapa pun mau sembahyang, selama sesuai dengan sima dan dresta, silahkan,” kata Warkadea.
Biasanya, sesuai dengan sima dan dresta di desa setempat, pengulu desa selalu diundang setiap kali ada upacara pakelem. Hanya saja, Warkadea mengaku belum mendapat undangan. Ia pun tak tahu apakah akan diundang atau tidak.
“Tidak ada pembahasan soal lokasi atau peletakan batu pertama. Ini hanya persembahyangan,” tegasnya lagi.
Sementara itu Perbekel Kubutambahan Gede Pariadnya mengaku isu peletakan batu pertama bandara sangat meresahkan.
Sejak dua pekan lalu, Pariadnya mengaku sering didatangi orang-orang yang ingin mencari tahu kebenaran pembangunan bandara di Desa Kubutambahan.
Pariadnya tak bisa memberikan jawaban pasti, karena belum mengetahui rencana peletakan batu pertama itu.
“Jujur kami juga belum tahu lokasinya di mana, karena kami juga menunggu penetapan lokasi,” katanya.
Soal pertemuan sore kemarin, Pariadnya menyatakn pertemuan itu hanya untuk meluruskan informasi yang beredar seputar pembangunan bandara.
Lantaran selama ini banyak muncul friksi di masyarakat, sehingga membuat masyarakat resah dan saling menduga.
“Kami lakukan pertemuan untuk menyatukan persepsi agar tidak ada miskomunikasi. Biar masyarakat tidak resah juga. Meski nanti ada dari luar desa yang sembahyang, warga kami harap tidak resah, tetap aman, dan tetap tertib,” tegasnya.
Untuk diketahui, PT. BIBU Panji Sakti berencana menggelar upacara persembahyangan di Pura Penegil Dharma dan melangsungkan pakelem di segara penyusuan.
Warga pun dibuat resah dengan upacara tersebut, karena PT. BIBU Panji Sakti sempat mengklaim akan melakukan ground breaking pada 28-29 Agustus 2017.
Warga merasa keberatan dengan adanya ground breaking, karena belum menerima sosialisasi apa pun terkait rencana lokasi bandara.
Warga mengira bahwa upacara persembahyangan itu juga akan diikuti dengan peletakan batu pertama pada hari itu juga, atau pada keesokan harinya.
Pihak desa akhirnya berinisiatif menggelar pertemuan untuk menenangkan warga soal isu-isu itu. Aparat desa mempersilahkan perusahaan melakukan persembahyangan, selama sesuai dengan sima dan dresta setempat.
Namun jika perusahaan melakukan peletakan batu pertama, diminta menanti penetapan lokasi dari Kementerian Perhubungan dan melakukan sosialisasi pada warga terlebih dulu.