28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 4:30 AM WIB

Dianggap Nilai Terlalu Kecil, Dadia di Jembrana Tolak Hibah PHR

NEGARA – Pemkab Badung menggelontorkan hibah dari dana pajak hotel dan restoran (PHRI) untuk Dadia di Jembrana.

Namun, ada beberapa dadia yang menolak gelontoran dana tersebut karena nilainya jauh dari nilai yang diusulkan dalam proposal.

Penolakan itu dilakukan oleh puluhan pengurus dan perwakilan dadia di desa Pakraman Batuagung, Jembrana saat sosialisasi pencarianya oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) dan Camat.

Dalam proposal yang diajukan, setiap dadia mengajukan Rp 26 juta yang digunakan untuk bahan bangunan prelinggih di merajan dadi termasuk tembok penyengker, dapur suci, dan pintu gerbang.

Namun, anggaran yang disetujui jauh lebih kecil dari yang diajukan di proposal yakni hanya rata-rata Rp 10 juta dan itu pun harus dipotong pajak lagi.

Dengan nilai Rp 10 juta itu mereka menganggap terlalu kecil dan tidak cukup untuk membangun. Apalagi pembangunannya harus dilakukan dari awal.

Tidak boleh untuk menservis bangunan yang sudah ada maupun pengerjaan finising. Karena dinilai tidak cukup maka dari 48 dadia ada di Desa Batuagung sekitar 2/3 dari jumlah itu menolak bantuan dari PHR Badung itu.

”Selain nilainya terlalu kecil, persyaratannya juga rumit, bangunan seperti tembok penyengker harus dikerjakan dari awal, sehingga kami menolak dana PHR itu,” ujar IB Gede, salah satu pengurus Dadia.

Pengurus Dadia lainnya mengatakan, sesuai proposal diajukan Juli lalu untuk membuat bale gong. Namun, saat sosialisasi di kantor desa  disampaikan usulan yang cair hanya Rp 10 juta dan dipotong pajak.

Karena dinilai tidak cukup maka diputuskan menolak bantuan PHR itu. “Sampai dimana bisa membangun dengan nilai segitu. Lagi pula sejak diterima pengerjaannya  harus selesai sebulan dan harus dari awal,” ujarnya.

Meski banyak yang menolak, namun ada juga yang menerima dana hibah PHR itu. Mereka yang menerima karena bangunan yang dibuat tidak terlalu besar.

Seperti pembangunan bale piasan dengan 1 ×1,2  meter  dan setelah dihitung hibah Rp 10 juta dipotong pajak dinilai cukup.

“Kami gunakan untuk membangun piasan karena di merajan saya belum ada bale piasan. Setelah dihitung bantuan berupa bahan yang akan diterima kami rasa cukup,” ujar pengurus Dadia lain yang menerima bantuan itu

Kadis PMD Pemkab Jembrana I Gusti Ngurah Sumber Wijaya mengatakan, tidak semua pengajuan bantuan realisasinya sesuai proposal.

Sebab, bantuan itu juga untuk merangsang masyarakat berswadaya. “Itu juga sudah sesuai kajian. Mungkin mereka khawatir akan sanksi.

Tapi sebenarnya tidak ada sanksi. Yang penting bahan material yang diberikan dipakai dan ada wujud bangunan. Bantuan itu juga tidak mengikat,” jelasnya.

Sumber Wijaya mengaku belum menerima laporan dari tim verifikasi untuk bantuan dana hibah bansos PHR Badung. “Ini belum final nanti tentu ada pertemuan lagi terkait bantuan itu,” ujarnya.

NEGARA – Pemkab Badung menggelontorkan hibah dari dana pajak hotel dan restoran (PHRI) untuk Dadia di Jembrana.

Namun, ada beberapa dadia yang menolak gelontoran dana tersebut karena nilainya jauh dari nilai yang diusulkan dalam proposal.

Penolakan itu dilakukan oleh puluhan pengurus dan perwakilan dadia di desa Pakraman Batuagung, Jembrana saat sosialisasi pencarianya oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) dan Camat.

Dalam proposal yang diajukan, setiap dadia mengajukan Rp 26 juta yang digunakan untuk bahan bangunan prelinggih di merajan dadi termasuk tembok penyengker, dapur suci, dan pintu gerbang.

Namun, anggaran yang disetujui jauh lebih kecil dari yang diajukan di proposal yakni hanya rata-rata Rp 10 juta dan itu pun harus dipotong pajak lagi.

Dengan nilai Rp 10 juta itu mereka menganggap terlalu kecil dan tidak cukup untuk membangun. Apalagi pembangunannya harus dilakukan dari awal.

Tidak boleh untuk menservis bangunan yang sudah ada maupun pengerjaan finising. Karena dinilai tidak cukup maka dari 48 dadia ada di Desa Batuagung sekitar 2/3 dari jumlah itu menolak bantuan dari PHR Badung itu.

”Selain nilainya terlalu kecil, persyaratannya juga rumit, bangunan seperti tembok penyengker harus dikerjakan dari awal, sehingga kami menolak dana PHR itu,” ujar IB Gede, salah satu pengurus Dadia.

Pengurus Dadia lainnya mengatakan, sesuai proposal diajukan Juli lalu untuk membuat bale gong. Namun, saat sosialisasi di kantor desa  disampaikan usulan yang cair hanya Rp 10 juta dan dipotong pajak.

Karena dinilai tidak cukup maka diputuskan menolak bantuan PHR itu. “Sampai dimana bisa membangun dengan nilai segitu. Lagi pula sejak diterima pengerjaannya  harus selesai sebulan dan harus dari awal,” ujarnya.

Meski banyak yang menolak, namun ada juga yang menerima dana hibah PHR itu. Mereka yang menerima karena bangunan yang dibuat tidak terlalu besar.

Seperti pembangunan bale piasan dengan 1 ×1,2  meter  dan setelah dihitung hibah Rp 10 juta dipotong pajak dinilai cukup.

“Kami gunakan untuk membangun piasan karena di merajan saya belum ada bale piasan. Setelah dihitung bantuan berupa bahan yang akan diterima kami rasa cukup,” ujar pengurus Dadia lain yang menerima bantuan itu

Kadis PMD Pemkab Jembrana I Gusti Ngurah Sumber Wijaya mengatakan, tidak semua pengajuan bantuan realisasinya sesuai proposal.

Sebab, bantuan itu juga untuk merangsang masyarakat berswadaya. “Itu juga sudah sesuai kajian. Mungkin mereka khawatir akan sanksi.

Tapi sebenarnya tidak ada sanksi. Yang penting bahan material yang diberikan dipakai dan ada wujud bangunan. Bantuan itu juga tidak mengikat,” jelasnya.

Sumber Wijaya mengaku belum menerima laporan dari tim verifikasi untuk bantuan dana hibah bansos PHR Badung. “Ini belum final nanti tentu ada pertemuan lagi terkait bantuan itu,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/