27.3 C
Jakarta
21 November 2024, 20:53 PM WIB

Maknai Nyepi Saka 1944, AA Gde Agung Temu Kangen dengan Sudikerta

DENPASAR, radarbali.id-  Anak Agung Gde Agung, anggota Komite 3 DPD RI, punya agenda khusus sebelum menjalankan Catur Bratha Nyepi Tahun Baru Saka 1944, Kamis (3/3). Sosok kharismatik kelahiran Badung, 25 Mei 1949 itu temu kangen dengan I Ketut Sudikerta yang tak lain adalah tandem Sang Penglingsir Puri Ageng Mengwi itu selama dua periode menakhodai Kabupaten Badung, tepatnya pada 2005-2010 dan 2010-2015. 8 tahun berkolaborasi membangun infrastruktur megah di Bumi Keris sebelum akhirnya Sudikerta dipinang menjadi Calon Wakil Gubernur Bali oleh Made Mangku Pastika pada 2013 menyisakan kesan mendalam bagi AA Gde Agung. Saat pilihan “naik tingkat” mengantarkan Sudikerta menjadi Wakil Gubernur Bali masa bakti 2014-2019, komunikasi intens antara AA Gde Agung dan Sudikerta tak pernah putus. Termasuk saat Sudikerta menghadapi “ujian berat” hingga dinyatakan “lulus bersyarat” baru-baru ini.   

“Saya hadir selaku teman Beliau (Sudikerta, red). Selama 8 tahun kami sama-sama ngayah di Badung. Saya sebagai bupati, Beliau sebagai wakil bupati. Saya memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena Jero Mangku Ketut Sudikerta sekarang sudah bebas walaupun masih dalam status asimilasi. Semoga Beliau selalu dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam menjalani kehidupan ke depan,” ucap AA Gde Agung ditemui di kediaman Sudikerta di bilangan Jalan Drupadi, Denpasar, Senin (28/2) siang. 

Duet dengan Sudikerta diakui AA Gde Agung menghadirkan kenyamanan tersendiri. Senator yang kini berjuang mewujudkan zero cost bagi PMI Krama Bali itu bahkan mengaku sangat nyaman bekerja sama dengan Sudikerta. “Apa sebab sangat nyaman? Karena Beliau itu dedikasinya sangat tinggi di dalam menjalankan tugas walaupun bukan dari birokrat, tapi politisi. Dedikasi Beliau sangat tinggi terhadap tugas. Boleh dibilang semua tugas yang saya berikan bisa terselesaikan dengan baik,” pujinya. AA Gde Agung juga kagum dengan loyalitas Sudikerta. Tak hanya bagi dirinya selaku bupati, melainkan juga kepada publik dalam meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Badung.   

“Anda tahu sendiri Badung itu saat saya masuk bersama Pak Tut Sudikerta kantor pun tak punya, jalan betul-betul tidak layak apalagi jalan desa, banyak sekolah tak layak pakai. Jadi konsentrasi kami yang utama adalah infrastruktur. Termasuk rumah sakit karena tidak memenuhi persyaratan,” ungkapnya. Dalam kondisi serba terbatas itulah, AA Gde Agung menilai Sudikerta adalah sosok yang piawai memperjuangkan pembangunan infrastruktur besar-besaran di Badung secara legal, khususnya terkait dana-dana bantuan dari pemerintah pusat. “Luar biasa. Inilah kepiawaian Pak Tut Sudikerta,” tandas sosok yang sebentar lagi berusia 73 tahun itu. 

Karya monumental Sudikerta imbuhnya adalah Tol Bali Mandara. Jalan tol yang menghubungkan Nusa Dua dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dan Benoa ungkap AA Gde Agung dimulai dari pembicaraan semasa dirinya menjadi Bupati Badung dengan pemerintah pusat, khususnya para menteri. Namun, eksekusi pembebasan lahan kaki-kaki tol sepenuhnya ditangani oleh Sudikerta.

“Saya tunggu beres saja. Saya tanya bagaimana Pak Tut? Cuma ketawa saja dia. Walaupun saya tahu sangat rumit sekali. Baik dari segi regulasinya di tingkat provinsi maupun saat berhadapan dengan para pemilik lahan, dan permintaan macam-macam juga. Semuanya dipenuhi secara pribadi oleh Pak Ketut Sudikerta demi terwujudnya jalan tol tersebut. Termasuk pembangunan Puspem Badung. Memang kebijakan kami waktu itu adalah melayani rakyat dengan cara memberikan infrastruktur, baik di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi,” rinci AA Gde Agung. 

Dengan penuh haru, Sudikerta didampingi sang istri menyebut AA Gde Agung dan sang istri adalah orang tua sekaligus sosok panutan yang banyak memberikan tuntunan. “Kesempatan yang telah memberikan saya jalan “timpang” kemarin itu memberikan satu pemikiran kepada diri saya untuk menentukan sikap saya ke depan. Karena usia saya juga semakin hari semakin bertambah, semakin menua, maka saya sudah cukup ngayah kepada masyarakat Badung dan Bali pada umumnya. Saya ingin ngayah meningkatkan spiritual kehidupan saya, ungkap Sudikerta.

DENPASAR, radarbali.id-  Anak Agung Gde Agung, anggota Komite 3 DPD RI, punya agenda khusus sebelum menjalankan Catur Bratha Nyepi Tahun Baru Saka 1944, Kamis (3/3). Sosok kharismatik kelahiran Badung, 25 Mei 1949 itu temu kangen dengan I Ketut Sudikerta yang tak lain adalah tandem Sang Penglingsir Puri Ageng Mengwi itu selama dua periode menakhodai Kabupaten Badung, tepatnya pada 2005-2010 dan 2010-2015. 8 tahun berkolaborasi membangun infrastruktur megah di Bumi Keris sebelum akhirnya Sudikerta dipinang menjadi Calon Wakil Gubernur Bali oleh Made Mangku Pastika pada 2013 menyisakan kesan mendalam bagi AA Gde Agung. Saat pilihan “naik tingkat” mengantarkan Sudikerta menjadi Wakil Gubernur Bali masa bakti 2014-2019, komunikasi intens antara AA Gde Agung dan Sudikerta tak pernah putus. Termasuk saat Sudikerta menghadapi “ujian berat” hingga dinyatakan “lulus bersyarat” baru-baru ini.   

“Saya hadir selaku teman Beliau (Sudikerta, red). Selama 8 tahun kami sama-sama ngayah di Badung. Saya sebagai bupati, Beliau sebagai wakil bupati. Saya memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena Jero Mangku Ketut Sudikerta sekarang sudah bebas walaupun masih dalam status asimilasi. Semoga Beliau selalu dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam menjalani kehidupan ke depan,” ucap AA Gde Agung ditemui di kediaman Sudikerta di bilangan Jalan Drupadi, Denpasar, Senin (28/2) siang. 

Duet dengan Sudikerta diakui AA Gde Agung menghadirkan kenyamanan tersendiri. Senator yang kini berjuang mewujudkan zero cost bagi PMI Krama Bali itu bahkan mengaku sangat nyaman bekerja sama dengan Sudikerta. “Apa sebab sangat nyaman? Karena Beliau itu dedikasinya sangat tinggi di dalam menjalankan tugas walaupun bukan dari birokrat, tapi politisi. Dedikasi Beliau sangat tinggi terhadap tugas. Boleh dibilang semua tugas yang saya berikan bisa terselesaikan dengan baik,” pujinya. AA Gde Agung juga kagum dengan loyalitas Sudikerta. Tak hanya bagi dirinya selaku bupati, melainkan juga kepada publik dalam meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Badung.   

“Anda tahu sendiri Badung itu saat saya masuk bersama Pak Tut Sudikerta kantor pun tak punya, jalan betul-betul tidak layak apalagi jalan desa, banyak sekolah tak layak pakai. Jadi konsentrasi kami yang utama adalah infrastruktur. Termasuk rumah sakit karena tidak memenuhi persyaratan,” ungkapnya. Dalam kondisi serba terbatas itulah, AA Gde Agung menilai Sudikerta adalah sosok yang piawai memperjuangkan pembangunan infrastruktur besar-besaran di Badung secara legal, khususnya terkait dana-dana bantuan dari pemerintah pusat. “Luar biasa. Inilah kepiawaian Pak Tut Sudikerta,” tandas sosok yang sebentar lagi berusia 73 tahun itu. 

Karya monumental Sudikerta imbuhnya adalah Tol Bali Mandara. Jalan tol yang menghubungkan Nusa Dua dengan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dan Benoa ungkap AA Gde Agung dimulai dari pembicaraan semasa dirinya menjadi Bupati Badung dengan pemerintah pusat, khususnya para menteri. Namun, eksekusi pembebasan lahan kaki-kaki tol sepenuhnya ditangani oleh Sudikerta.

“Saya tunggu beres saja. Saya tanya bagaimana Pak Tut? Cuma ketawa saja dia. Walaupun saya tahu sangat rumit sekali. Baik dari segi regulasinya di tingkat provinsi maupun saat berhadapan dengan para pemilik lahan, dan permintaan macam-macam juga. Semuanya dipenuhi secara pribadi oleh Pak Ketut Sudikerta demi terwujudnya jalan tol tersebut. Termasuk pembangunan Puspem Badung. Memang kebijakan kami waktu itu adalah melayani rakyat dengan cara memberikan infrastruktur, baik di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi,” rinci AA Gde Agung. 

Dengan penuh haru, Sudikerta didampingi sang istri menyebut AA Gde Agung dan sang istri adalah orang tua sekaligus sosok panutan yang banyak memberikan tuntunan. “Kesempatan yang telah memberikan saya jalan “timpang” kemarin itu memberikan satu pemikiran kepada diri saya untuk menentukan sikap saya ke depan. Karena usia saya juga semakin hari semakin bertambah, semakin menua, maka saya sudah cukup ngayah kepada masyarakat Badung dan Bali pada umumnya. Saya ingin ngayah meningkatkan spiritual kehidupan saya, ungkap Sudikerta.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/