SINGARAJA– Komisi III DPRD Buleleng mendesak agar pemerintah membuka pintu kebijakan keringanan pajak. Baik itu berupa pengurangan, penghapusan, maupun pembatalaan pungutan pajak. Sehingga proses pemungutan pajak dapat memberi rasa keadilan bagi wajib pajak daerah.
Hal itu terungkap saat Komisi III DPRD Buleleng, membahas keberatan pemungutan pajak daerah. Pertemuan dilangsungkan di Ruang Rapat Komisi III DPRD Buleleng Senin kemarin (13/6). Rapat dipimpin Ketua Komisi III DPRD Buleleng Luh Marleni. Rapat juga dihadiri Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng Gede Sugiartha Widiada, serta pengusaha Apple Mart, Gde Suardana.
Dalam rapat itu, pengusaha Gde Suardana mengaku keberatan dengan proses pengenaan pajak terutang sektor pajak restoran, yang dilakukan BPKPD Buleleng. Ia berpendapat pajak restoran seharusnya dibebankan pada konsumen, bukan pada pengusaha. Sejak ditetapkan sebagai wajib pajak daerah, Gde mengklaim tak pernah memungut pajak itu pada konsumen.
Disamping itu, izin usaha yang ia kantongi adalah toko retail. Bukan restoran. Dia menyebut beberapa toko lain yang menjual makanan dan minuman dengan konsep resto, tidak dipungut pajak restoran. Sehingga ia merasa ada kebijakan yang tidak adil dan proporsional terhadap pengusaha UMKM.
“Saya berharap agar pemerintah membuka ruang kebijakan untuk memberikan kesempatan bagi pengusaha UMKM mengajukan keringanan pajak. Terutama penghapusan dan pembatalan. Prinsipnya kami siap menjadi wajib pajak daerah, selama standar prosedur dan norma-norma hukum dipenuhi,” katanya.
Anggota Komisi III DPRD Buleleng Nyoman Gede Wandira Adi meminta agar BPKPD menerapkan kebijakan pemungutan pajak yang profesional dan proporsional. Menurutnya pemungutan pajak restoran pada pengusaha UMKM yang mengantongi izin retail, tidak logis. Ia pun meminta agar pemerintah daerah memberi pendampingan lebih dulu pada pengusaha, sebelum memungut pajak.
“Harus ada proses sosialisasi dan pendampingan. Selain itu agar kedepannya dipertimbangkan setiap pengajuan permohonan keberatan maupun keringanan terhadap piutang pajak yang dikenakan kepada wajib pajak. Sehingga semua pihak dapat menerima tanpa ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya.
Di sisi lain, Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiartha mengatakan, penetapan pajak terutang yang dilakukan BPKPD sebenarnya dilakukan lewat pemeriksaan pajak. Proses itu telah disaksikan pengusaha dan disepakati oleh pengusaha tersebut.
“Dalam pemeriksaan itu terungkap ada kurang bayar. Nah itu sudah dilegalisasi dalam bentuk berita acara. Sekarang memohon lagi ada kebijakan pajak, tentu kami belum bisa jawab saat ini. Kami perlu konsultasi dengan tim pemeriksa pajak dan pimpinan terkait hal itu,” kata Sugiartha. (eps)