27.1 C
Jakarta
15 September 2024, 0:43 AM WIB

Melihat Konsep Pertanian Perkotaan di Lahan Sempit Setelah Harga BBM Naik (4-Habis)

Urban Farming Bisa Redam Inflasi, Lahan yang Termanfaatkan di Denpasar Baru 2 Persen

Lahan pertanian di Kota Denpasar terus berkurang akibat beralih fungsi. Warga Denpasar didorong bertani dengan cara memanfaatkan lahan kosong untuk menghasilkan produk pertanian atau yang  biasa disebut urban farming.

Ni Kadek Novi Febriani/Maulana Sandijaya

DINAS Perikanan dan Ketahanan Pangan Kota Denpasar, Ida Bagus Mayun Suryawangsa menjelaskan Pemkot Denpasar menggencarkan dan mendorong program P2L (Pekarangan Pangan Lestari), serta pemanfaatan  pekarangan rumah dan lahan tidur untuk ditanam  sayur-sayuran. Jenis yang ditanam  sayur, cabai, dan rempah-rempah.

Di Denpasar sudah  ada 14 kelompok  di tambah dengan kelompok yang berasal dari Ibu-ibu PKK di desa dan kelurahan. “Kami melakuan pendampingan terkait dengan pemberdayaan masyarakat di bidang pangan,” ujar Gus Mayun.

Gus Mayun menjelaskan jumlah  luasan lahan pertanian nonbasah di Denpasar 500 hektare, sedangkan yang baru dimanfaatkan 1 -2  persen untuk kegiatan urban farming. Sementara jumlah penduduk Kota Denpasar sekitar  800 ribu jiwa. Dari jumlah tersebut, mestinya minimal 5 persen lahan termanfatkan untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.

Masyarakat diimbau bisa menghasilkan produksi pertanian untuk mengurangi pengeluaran. Terlebih harga sembako yang mencekik. “Lahan  pekarangan sebagai lumbung pangan keluarga. Kami terus mendorong  agar masyarakat mau memanfaatkan lahannya untuk urban farming,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, AA Gde  Bayu Brahmasta yang diwawancarai terpisah menjelaskan urban farming merupakan konsep melaksanakan mekanisasi pertanian dari hulu sampai hilir. Manfaatnya yakni menurunkan biaya produksi dan meningkatkan nilai tambah produk, serta pengembangan komoditas pertanian yang bernilai ekonomis tinggi.

Pemerintah terus berupaya mendorong warga menanam cabai dan bawang merah. Dua tanaman itu sering dibeli dan saat ini harganya meroket, sehingga menyumbang inflasi. “Jika semua kepala keluarga memanfaatkan perkarangan rumah atau lahan kosong untuk bertani, saya yakin bisa menekan inflasi,” tegasnya.

Lebih lanjut dijelaskan, bawang merah merupakan komoditi yang permintaannya cukup tinggi di pasaran. Sehingga seringkali menjadi pemicu inflasi sebuah daerah. “Urban farming bisa diupayakan di pekarangan-perkarangan. Bisa dengan pola tabulapot atau yang lain. Yang ini bisa menjadi penyedia pangan ditingkat keluarga,” tukasnya.(*)

 

Lahan pertanian di Kota Denpasar terus berkurang akibat beralih fungsi. Warga Denpasar didorong bertani dengan cara memanfaatkan lahan kosong untuk menghasilkan produk pertanian atau yang  biasa disebut urban farming.

Ni Kadek Novi Febriani/Maulana Sandijaya

DINAS Perikanan dan Ketahanan Pangan Kota Denpasar, Ida Bagus Mayun Suryawangsa menjelaskan Pemkot Denpasar menggencarkan dan mendorong program P2L (Pekarangan Pangan Lestari), serta pemanfaatan  pekarangan rumah dan lahan tidur untuk ditanam  sayur-sayuran. Jenis yang ditanam  sayur, cabai, dan rempah-rempah.

Di Denpasar sudah  ada 14 kelompok  di tambah dengan kelompok yang berasal dari Ibu-ibu PKK di desa dan kelurahan. “Kami melakuan pendampingan terkait dengan pemberdayaan masyarakat di bidang pangan,” ujar Gus Mayun.

Gus Mayun menjelaskan jumlah  luasan lahan pertanian nonbasah di Denpasar 500 hektare, sedangkan yang baru dimanfaatkan 1 -2  persen untuk kegiatan urban farming. Sementara jumlah penduduk Kota Denpasar sekitar  800 ribu jiwa. Dari jumlah tersebut, mestinya minimal 5 persen lahan termanfatkan untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.

Masyarakat diimbau bisa menghasilkan produksi pertanian untuk mengurangi pengeluaran. Terlebih harga sembako yang mencekik. “Lahan  pekarangan sebagai lumbung pangan keluarga. Kami terus mendorong  agar masyarakat mau memanfaatkan lahannya untuk urban farming,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kota Denpasar, AA Gde  Bayu Brahmasta yang diwawancarai terpisah menjelaskan urban farming merupakan konsep melaksanakan mekanisasi pertanian dari hulu sampai hilir. Manfaatnya yakni menurunkan biaya produksi dan meningkatkan nilai tambah produk, serta pengembangan komoditas pertanian yang bernilai ekonomis tinggi.

Pemerintah terus berupaya mendorong warga menanam cabai dan bawang merah. Dua tanaman itu sering dibeli dan saat ini harganya meroket, sehingga menyumbang inflasi. “Jika semua kepala keluarga memanfaatkan perkarangan rumah atau lahan kosong untuk bertani, saya yakin bisa menekan inflasi,” tegasnya.

Lebih lanjut dijelaskan, bawang merah merupakan komoditi yang permintaannya cukup tinggi di pasaran. Sehingga seringkali menjadi pemicu inflasi sebuah daerah. “Urban farming bisa diupayakan di pekarangan-perkarangan. Bisa dengan pola tabulapot atau yang lain. Yang ini bisa menjadi penyedia pangan ditingkat keluarga,” tukasnya.(*)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/