30.2 C
Jakarta
30 April 2024, 22:27 PM WIB

Dipercaya Kaya Protein, Kerap Dijadikan Lauk Hingga Teman Minum Tuak

Pergantian musim hujan menuju kemarau dimanfaatkan sejumlah warga di Desa Abang, Kecamatan Abang, Karangasem untuk berburu ulat gayas.

Hama penyerang tanaman ini dicari sebagai konsumsi lauk hingga camilan minum tuak dan arak di kala waktu senggang.


ZULFIKA RAHMAN, Amlapura

DI Bali, ulat gayas cukup dikenal di kalangan masyarakat. Terutama kalangan pedesaan yang masih sering dijumpai keberadaanya.

Kemunculan ulat ini biasanya saat pergantian musim. Dari musim hujan menuju kemarau dan kerap ditemui di dipermukaan tanah maupun di sela-sela akar pepohonan.

Ulat gayas memiliki ciri-ciri fisik gemuk dan pendek dengan warga kuning kehitaman. Hewan dengan nama latin Lepidiota stigma dari jenis serangga ini cukup diminati masyarakat Karangasem, terutama di kalangan pedesaan.

Seperti di Banjar Abang Kelod, Desa Abang, Kecamatan Abang. Memasuki musim kemarau, banyak warga setempat yang mencari keberadaan ulat gayas ini.

Selain menyelamatkan tanaman dari serangan hama, gayas dicari untuk dikonsumsi sebagai lauk dengan cara digoreng.

Menurut warga setempat, rasa ulat gayas tergolong enak dan lezat. “Selain bisa dibuat laut teman nasi, gayas juga sangat enak dimakan

untuk teman minum tuak dan arak,” kata I Nyoman Kantun, salah seorang warga Banjar Abang Kelod, Desa Abang, Kecamatan Abang.

Diakui, hama gayas ini cukup sulit diberantas. Mengingat kemunculannya yang massif yang kerap hidup secara komunal.

“Setelah beberapa pekan cuaca panas, lalu muncul hujan gerimis, besoknya pasti muncul gayas, dan waktu itulah dipakai oleh warga untuk ramai-ramai berburu gayas,” tuturnya.

Dengan berburu gayas ini bisa sedikit mengurangi rasa cemas akan serangan hama pada tanaman di kebun milik warga.

Karena dengan kemunculan ulat gayas, tanaman jenis sayuran dan umbi-umbian tidak akan tumbuh maksimal.

“Akibatnya, petani hanya bisa menanam keladi dan ketela rambat, itupun dengan hasil yang tidak memuaskan karena sering diserang hama gayas,” bebernya.

Karena kemunculannya di saat musim tertentu saja, keberadaan gayas ini cukup diminati masyarakat setempat.

Meski gayas dianggap sebagai hama, namun gayas merupakan makanan favorit sebagian besar kalangan masyarakat di Kecamatan Abang.

Bahkan beberapa waktu lalu, muncul postingan di beranda grup facebook Karangasem, saat Bupati Gede Dana mengonsumsi gayas. (*)

Pergantian musim hujan menuju kemarau dimanfaatkan sejumlah warga di Desa Abang, Kecamatan Abang, Karangasem untuk berburu ulat gayas.

Hama penyerang tanaman ini dicari sebagai konsumsi lauk hingga camilan minum tuak dan arak di kala waktu senggang.


ZULFIKA RAHMAN, Amlapura

DI Bali, ulat gayas cukup dikenal di kalangan masyarakat. Terutama kalangan pedesaan yang masih sering dijumpai keberadaanya.

Kemunculan ulat ini biasanya saat pergantian musim. Dari musim hujan menuju kemarau dan kerap ditemui di dipermukaan tanah maupun di sela-sela akar pepohonan.

Ulat gayas memiliki ciri-ciri fisik gemuk dan pendek dengan warga kuning kehitaman. Hewan dengan nama latin Lepidiota stigma dari jenis serangga ini cukup diminati masyarakat Karangasem, terutama di kalangan pedesaan.

Seperti di Banjar Abang Kelod, Desa Abang, Kecamatan Abang. Memasuki musim kemarau, banyak warga setempat yang mencari keberadaan ulat gayas ini.

Selain menyelamatkan tanaman dari serangan hama, gayas dicari untuk dikonsumsi sebagai lauk dengan cara digoreng.

Menurut warga setempat, rasa ulat gayas tergolong enak dan lezat. “Selain bisa dibuat laut teman nasi, gayas juga sangat enak dimakan

untuk teman minum tuak dan arak,” kata I Nyoman Kantun, salah seorang warga Banjar Abang Kelod, Desa Abang, Kecamatan Abang.

Diakui, hama gayas ini cukup sulit diberantas. Mengingat kemunculannya yang massif yang kerap hidup secara komunal.

“Setelah beberapa pekan cuaca panas, lalu muncul hujan gerimis, besoknya pasti muncul gayas, dan waktu itulah dipakai oleh warga untuk ramai-ramai berburu gayas,” tuturnya.

Dengan berburu gayas ini bisa sedikit mengurangi rasa cemas akan serangan hama pada tanaman di kebun milik warga.

Karena dengan kemunculan ulat gayas, tanaman jenis sayuran dan umbi-umbian tidak akan tumbuh maksimal.

“Akibatnya, petani hanya bisa menanam keladi dan ketela rambat, itupun dengan hasil yang tidak memuaskan karena sering diserang hama gayas,” bebernya.

Karena kemunculannya di saat musim tertentu saja, keberadaan gayas ini cukup diminati masyarakat setempat.

Meski gayas dianggap sebagai hama, namun gayas merupakan makanan favorit sebagian besar kalangan masyarakat di Kecamatan Abang.

Bahkan beberapa waktu lalu, muncul postingan di beranda grup facebook Karangasem, saat Bupati Gede Dana mengonsumsi gayas. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/